Wirata Parwa
RENCANA UNTUK TAHUN YANG KETIGA BELAS
Yudhistira mengumpulkan semua orang yang sampai saat itu masih menjadi pengikutnya. Dia meminta ijin untuk meninggalkan mereka dan pergi. Pandava harus menyamar dan tak ada seorang pun yang boleh mengetahui keberadaan mereka. Yudhistira sangat sedih dan hampir tak sadarkan diri karena memikirkan perpisahan dengan orang-orang yang telah setia padanya.
Pandava memutuskan pergi ke kerajaan Matsya karena rajanya yang baik dan dermawan. Mereka memikirkan masak-masak tentang penyamaran dalam pengasingan di tahun ketigabelas itu. Yudhistira menyamar sebagai brahmana bernama Kanka dan akan menjadi teman bagi sang raja. Bhima menyamar sebagai juru masak dan juga pegulat bernama Valala. Arjuna sebagai seorang guru tari yang juga pandai bermain music dan menyanyi bernama Brihanala. Nakula menjadi pengurus kuda bernama Damagrathi. Sadheva sebagai Tantripala yang ahli dalam mengurus sapi. Sedangkan Drupadi menyamar sebagai seorang ahli tata rias wanita bernama Sairandhri. Mereka pun mulai menyusuri sungai Yamuna menuju kota Virata.
KANKA DI ISTANA VIRATA
Para pandava menyembunyikan senjata mereka yang mereka bungkus dengan kulit di sebuah pohon sami. Yudhistira memoho pada para dewa untuk menjaga senjata pandava yang akan mereka ambil satu tahun lagi. Pandava segera meninggalkan tempat itu setelah menggantung senjata mereka. Mereka memutuskan nama yang akan dipakai saat kejadian-kejadian darurat muncul yaitu Jaya, Jayesa, Vijaya, Jayatsena, dan Jayadbala.
Saat fajar tiba, Yudhistira lebih dulu mulai penyamarannya. Raja Virata sangat bahagia dengan kedatangannya. Ia sangat menghormati Yudhistira dan memintanya tinggal di Virata. Yudhistira mengajukan syarat yaitu tidak akan memakan makanan yang telah disentuh oleh siapapun serta makan hanya saat malam hari selama setahun. Raja Virata dengan senang hati menyetujui permintaan Yudhistira.
PANDAVA DI VIRATA
Beberapa hari kemudian Bhima memasuki kota Virata dengan membawa sendok besar. Dia memperkenalkan dirinya pada sang raja dengan nama Valala yang pandai memasak dan juga seorang pegulat. Raja mengijinkan Bhima tinggal di istananya dan mengawasi seluruh dapur istana. Raja sangat bahagia atas kedatangannya. Bhima pun bahagia karena ia menikmati tugas-tugas yang dilimpahkan padanya.
Arjuna memasuki kota Virata dengan nama Brhannala. Ia seorang penari yang akan melatih putri raja, Uttari. Raja menerimanya dengan senang hati dan menganggap Arjuna seperti putranya sendiri.
Ketika di kandang kuda, raja melihat pemuda tampan. Nakula menyamar sebagai Damagranthi dan meminta ijin sang raja untuk bisa merawat kuda-kudanya. Sang raja merasa senang pada Nakula dan mempercayakan kuda-kuda istana untuk dirawatnya.
Yang terakhir, Shadeva memasuki kota Virata. Ia menghadap raja dan memperkenalkan dirinya yaitu Tantripala yang ahli mengurus sapi. Sang raja merasa beruntung dan mempercayakan ternaknya pada Sadheva.
SAIRANDHRI
Drupadi memasuki Virata dan menyamar menjadi Sairandhri. Semua orang mengagumi kecantikannya. Ia memasuki istana dan menghadap sang ratu, Sudesna. Ia meminta ijin untuk tinggal sebagai seorang tata rias. Dia mengaku sebagai istri dari lima gandharva yang sedang mendapatkan kutukan selama setahun. Bila ia dihina, maka suaminya akan membunuh orang yang menghinanya. Tapi ratu khawatir kecantikan Sairandhri akan menggoda suaminya. Drupadi tidak akan menyakiti sang ratu. Ia akan selalu berada di ruangan dalam istana dan tidak akan dilihat oleh siapa pun.tapi dia punya dua permintan bahwa ia tidak akan memakan makanan sisa dan tidak akan memijit kaki orang lain. Sang ratu menyetujui permintaannya.
PERLOMBAAN GULAT
Tak terasa empat bulan telah berlalu. Mereka merayakan perayaan di kota untuk menghormati Sankara. Ada juga perlombaan gulat dalam perayaan itu. Para pegulat di seluruh dunia datang untuk mengikuti perlombaan itu. Seluruh keluarga istana menyaksikannya.
Ada seorang pegulat dari negeri asing yang telah mengalahkan semua pegulat di Virata. Ia sangat sombong. Atas saran Yudhistira, Virata memanggil Bhima untuk bertanding. Pertarungan pun berlangsung dengan sengit. Akhirnya Bhima mengangkat musuhnya dan memutar-mutarnya hingga tak sadarkan diri. Bhima kemudian membunuhnya. Sang raja sangat senang dengan kekuatan Bhima. Raja menjadi lebih menyayanginya.
MIMPI RADHEYA
Saat itu adalah tahun ketigabelas masa pengasingan Pandava. Suatu malam Radheya sedang tertidur. Dewa Surya yang penuh cinta pada putranya yang malang, mengunjunginya dalam mimpi. Ia menyamar menjadi brahmana. Ia memberitahu Radheya bahwa besok Dewa Indra akan datang untuk meminta Kavaca dan Kundalanya. Surya menyarankan agar Radheya tidak memberikan kedua benda itu. Tapi Radheya tidak bisa menolak permintaan seseorang yang datang padanya pada tengah hari ketika ia telah selesai memuja Surya. Ia terikat pada janjinya, meskipun ia harus memberikan nyawanya. Dewa Surya tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya berpesan agar Radheya meminta anugerah dari Dewa Indra setelah ia memberikan Kavaca dan Kundalanya yaitu SAKTI-nya.kemudian Radheya terbangun dari mimpinya.
MANGKOK MEMINTA-MINTA MILIK INDRA
Saat itu tengah hari. Radheya telah selesai melakukan pemujaannya dan ia sedang menunggu Indra. Kemudian datang seorang brahmana yang meminta sedekah. Ia meminta Kavaca dan Kundala milik Radheya. Radheya menawarkan hal yang lain, tapi brahmana itu tidak mau. Radheya berkata pada brahmana itu kalau ia tahu bahwa brahmana itu adalah dewa Indra. Kemudian dengan bangga Radheya memberikan Kavaca dan Kundalanya. Ia bahagia karena ia mengorbankan hidupnya demi Dharma.
Dewa Indra menyuruh Radheya untuk meminta anugerah padanya. Kemudian Radheya meminta anugerah Sakti-nya dewa Indra. Dewa Indra memberikan anugerah yang diminta Radheya. Senjata itu hanya bisa digunakan sekali saja, setelah itu akan kembali lagi pada dewa Indra. Kemudian Indra pun pergi meninggalkan Radheya.
KICHAKA-ADIK SANG RATU
Sang ratu memiliki adik bernama Kichaka. Dia adalah jenderal pasukan Virata yang telah kembali membawa kemenangan dari medan pertempuran. Kemudian ia datang ke ruangan kakaknya untuk mengunjunginya.
Dalam perjalanan kembali dari ruangan kakaknya, ia masuk ke taman Sudesna. Ia tercengang melihat Sairandhri. Ia menginginkan Sairandhri untuk menjadi istrinya. Sairandhri menolak lamaran Kicaka dan memperingatkan Kichaka bahwa ia adalah istri dari lima gandharwa. Jika kelima suaminya mengetahui hal ini maka mereka akan membunuh Kichaka. Lalu Sairandhri pergi.
Kichaka kembali ke ruangan kakaknya. Ia meminta bantuan Sudesna untuk mendapatkan Sairandhri. Sudesna sangat sedih melihat adiknya. Ia memperingatkan Kichaka bagwa Sairandhri adalah istri lima gandharwa, tapi Kichaka tidak peduli. Sudesna tidak bisa berbuat apa-apa untuk menahan keinginan adiknya.
SAIRANDHRI DI AULA ISTANA
Sudesna mendengar bahwa adiknya sakit parah dan beristirahat di tempatnya. Ia menderita karena keinginannya. Sang ratu mengutus Sairandhri untuk mengambilkan anggur di tempat Kichaka. Sairandhri menolak dan memperingatkan ratu bahwa ia nanti akan dihina oleh kicaka. Sudesna marah dan tetap menyuruh Sairandri pergi. Sairandhri mematuhi perintahnya dan pergi menuju istana Kichaka.
Kichaka telah menunggu kedatangan Sairandhri. Kichaka mendekati Sairandhri dan mencoba memegang tangannya, tapi Drupadi mendorongnya ke tanah dan mencoba untuk melarikan diri. Ia pergi ke kediaman sang raja. Bhima yang kebetulan berada di tempat itu sangat marah, tapi Yudhistira menghentikannya dengan pandangan mata karena waktunya tidak tepat. Drupadi sangat marah pada Yudhistira. Ia meminta keadilan sang raja, tapi raja tidak bisa berbuat apa-apa dan menyuruh Drupadi pergi dari tempat itu. Yudhistira sangat marah dengan tindakan sang raja. Kemudian ia memberitahu Drupadi untuk segera pergi dari aula. Dengan pandangan seperti api pada orang –orang yang berada di aula dan pada Yudhistira khususnya, Drupadi pergi dari aula itu.
BHIMA DAN SAIRANDHRI
Malam itu ketika semua orang telah tertidur, Drupadi bangun dari tempat tidurnya dan menuju tempat Bhima tidur. Ia membangunkan Bhima dan menceritakan pada Bhima bagaimana Kichaka telah menyakitinya. Bhima berjanji bahwa ia akan membunuh Kichaka. Drupadi sangat senang dengan Bhima. Ia meninggalkan Bhima dan berjalan tergesa-gesa ke ruangannya.
Pada pagi hari ketika Kichaka menemui Drupadi, drupadi menyuruhnya datang ke ruangan menari yang baru di bangun oleh raja nanti malam. Ia akan menunggu Kichaka disana. Kichaka sangat bahagia memikirkan bahwa ia akan memiliki Drupadi. Ia tidak sabar menunggu malam tiba.
AULA MENARI-TEMPAT PERTEMUAN RAHASIA
Saat itu mendekati tengah malam. Bhima dan Drupadi menunggu kedatangan Kichaka di aula menari. Kichaka datang dengan hati yang bahagia. Ia mendekati seseorang yang duduk di kursi dan ketika ia memegang tangannya, itu adalah tangan seorang pria. Bhima bangkit dari tempat duduknya. Ia menjambak rambut Kichaka dan mendorongnya ke lantai. Pertarungan terus berlanjut hingga akhirnya Kichaka di bunuh oleh Bhima. Sairandhri sangat bahagia dengan semua ini.
PERTEMUAN DI HASTINAPURA
Mata-mata Duryodhana telah disebar ke seluruh Negara namun tidak ada yang menemukan keberadaan Pandava. Bhisma memberi petunjuk pada Duryodhana bahwa dimana Yudhistira hidup, tempat itu akan menjadi tempat yang lebih makmur.
Sekarang Duryodhana tahu dimana Pandava tinggal, yaitu di kerajaan Matsya. Kerajaan Matsya menjadi makmur dan kaya yang sesuai dengan petunjuk Bhisma. Selain itu berita kematian Kichaka, hanya Bhima yang mampu melakukannya. Duryodhana dan pasukannya akan segera menyerang Virata dan akan mengambil seluruh hartanya.
SAPI-SAPI VIRATA DICURI
Sapi-sapi Virata telah dicuri. Serangan itu sangat tiba-tiba. Sang raja segera mengumpulkan pasukan. Yudhistira menawarkan diri untuk membantu bersama Valala dan kedua orang yang menjaga sapi dan kuda. Raja sangat bahagia karena dibantu pria-pria ini. Mereka berangkat ke medan perang.
Perang dimulai. Keempat Pandava bergerak dengan cepat. Beberapa saat kemudian, Trigarta dan Susarma telah menjadikan raja Matsya sebagai tawanan. Bhima segera menyelamatkannya dan menangkap Susarma. Yudhistira menyuruh Bhima untuk melepaskan Susarma. Susarma pergi meninggalkan mereka dengan wajah merah karena malu. Ternak-ternak sudah dikembalikan. Musuh sudah dikalahkan. Mereka menginap di tenda dan akan kembali ke Matsya setelah matahari terbit.
UTTARA KUMARA-SANG PANGERAN
Pada hari setelah serangan Trigarta, Kaurava menyerang kota Matsya dan mencuri sapi-sapi. Disana hanya ada putra bungsu Virata yaitu Bhuminjaya atau dikenal dengan nama Uttara Kumara. Tetapi Uttara Kumara tidak bisa bertarung tanpa seorang kusir yang hebat. Kemudian Sairandhri memberitahu putrid Uttara bahwa Brhannala adalah kusir Arjuna saat ia mengalahkan Indra. Putri Uttara segera memberitahu adiknya. Pangeran Uttara bersedia menuju medan perang bersama Brhannala sebagai kusirnya. Mereka berangkat menuju arah kemana Kaurava membawa ternak-ternak mereka.
ARJUNA SANG PANGERAN
Uttara telah sampai di medan perang. Ia tercengang melihat pasukan Kaurava. Ia mulai khawatir dan kakinya bergetar. Ia menyuruh Brhannala untuk membawa keretanya kembali ke kota, tapi Brhannala tidak mau melakukannya.
Dari kejauhan, Drona mengenali bahwa kusir kereta pangeran Uttara adalah Arjuna yang memakai pakaian wanita. Arjuna meyuruh Uttara untuk menjadi kusirnya dan mengarahkan keretanya ke bawah pohon Sami dimana ia menyimpan senjatanya karena masa pembuangan Pandava telah berakhir.
POHON SAMI
Arjuna telah sampai di pohon Sami. Ia menyuruh pangeran memanjat pohon itu untuk mengambil Gandivanya. Brhannala menjelaskan pada pangeran bahwa ia sebenarnya adalah Arjuna. Pangeran sangat bingung. Arjuna juga menceritakan keberadaan saudara-saudaranya di istana. Pangeran sangat menyesal dan merasa malu terhadap dirinya sendiri. Ia bersujud di kaki Arjuna dan meminta maaf atas semua hinaan yang telah dilontarkan padanya. Kemudian Arjuna naik ke kereta. Ia member hormat pada Gandiva dan mengambilnya. Kereta itu berbalik kembali ke kemah musuh.
RADHEYA DAN ASVATTHAMA
Arjuna bergerak cepat ke medan perang dengan membawa Gandivanya dan meniup terompet kerangnya, Devadatta. Drona merasa bahagia mendengar suara Devadatta.ia mengatakan bahwa mereka harus mengembalikan sapi-sapi itu dan kembali ke Hastinapura. Tapi Radheya menolaknya. Semangatnya sudah menggebu-gebu ingin bertarung dengan Arjuna. Ia mengatakan bahwa orang yang pulang tanpa bertarung adalah pengecut.
Krpa menasihatinya bahwa ia terlalu sombong akan kemampuannya yang sebnarnya tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan Arjuna. Asvatthama juga membela ayah dan pamannya. Ia mengatakan bahwa Radheya terlalu sombong akan kekuatannya. Asvatthama meletakkan panah dan busurnya dan duduk terdiam diatas keretanya.
KEPUTUS-ASAAN DURYODHANA
Bhisma membenarkan kata-kata Drona, Krpa dan Asvatthama. Kemarahan Asvatthama reda setelah mendengar kata-kata Bhisma. Bhisma menasihati Duryodhana, Arjuna berani menampakkan dirinya karena ia tahu bahwa masa pembuangannya telah berakhir. Bhisma meminta pada Dhuryodhana agar ia mengembalikan kerajaan para Pandava dan berdamai dengan mereka.
Wajah Duryodhana pucat karena mimpinya mengirim Pandava kembali ke hutan telah sirna. Ia marah dan tidak akan mengembalikan kerajaan Pandava. Mereka harus perang. Bhisma segera mengatur formasi pasukan dengan formasi Vajra Vyuha. Arjuna tersenyum melihat formasi yang diatur oleh kakeknya. Ia melihat panji kakeknya yang akan membuat hati para musuh gentar.
KALAHNYA PASUKAN KAURAVA
Arjuna meluncurkan panahnya di kaki Drona, Krpa dan Bhisma untuk memberikan salam dan meminta ijin unuk bertempur. Perang di mulai. Arjuna mengejar pasukan yang membawa sapi-sapi ke Hastinapura. Beberapa saudara Duryodhana tidak mampu menghalanginya. Arjuna melepaskan panahnya untuk melepaskan sapi-sapi. Sapi-sapi Virata kembali ke kota.
Arjuna terus mendekati Duryodhana. Arjuna berusaha untuk tidak melukai Drona. Ia melawan dua saudara Duryodhana. Arjuna meminta pangeran untuk membawanya ke tengah medan perang. Arjuna tidak gentar dengan semua pasukan Dhuryodhana meskipun ia hanya sendiri. Ia bertarung dengan Radheya cukup lama. Tetapi pada akhirnya Radheya mengakui bahwa ia kalah. Tubuhnya dipenuhi panah Arjuna. Ia harus pergi dari medan perang.
Arjuna telah mengalahkan Drona, Bhisma , Krpa dan juga Asvatthama. Kemudian ia menyerang Duryodhana. Drona dan yang lainnya berusaha mengepung Arjuna. Kemudian Arjuna mengeluarkan astra Sammohana yang membuat mereka semua pingsan. Arjuna kembali menuju ke pinggiran kota.
Bhisma menggajak mereka kembali ke Hastinapura dan mengakui kekalahan mereka. Duryodhana terdiam. Denagn pandangan keputus-asaan, ia memutuskan untuk kembali ke Hastinapura.
Arjuna mengembalikan Gandivanya ke pohon Sami. Uttara Kumara sekarang duduk di kereta dan Arjuna yang mengendarainya. Rambutnya telah dijalin kembali. Mereka kembali ke Virata.
DARAH YUDHISTIRA
Raja Virata memasuki kota dengan kemenangan setelah mengalahkan Trigarta. Ia disambut oleh istri dan putrinya. Puti Uttara menceritakan tentang serangan pasukan Kaurava dan pangeran Uttara seorang diri menghadapinya dengan Brhannala sebagai kusirnya. Yudhistira menenangkannya. Tidak ada yang bisa mengalahkannya selama Brhannala yang menjadi kusirnya. Seorang penggembala memberitahu Virata bahwa pangeran telah menang.
Raja mengajak Yudhistira bermain dadu. Virata sangat bangga pada puteranya. Yudhistira berkata pada Virata bahwa keberuntungan sang pangeran karena bersama Brhannala. Raja tidak senang dengan kata-kata Yudhistira dan ia memukul dahi Yudhistira dengan piring hingga dahinya berdarah. Ia menengadahkan tangannya dan tidak membiarkan setetes darah pun jatuh ke tanah. Drupadi datang dan mengusap alisnya dengan kain sutera dan mencoba menghentikan pendarahannya.
Ketika Arjuna memasuki aula, Yudhistira berusaha menyembunyikan wajahnya dan membuat Arjuna sangat sedih. Arjuna mengajak Bhima menemui kakaknya. Yudhistira menceritakan semuanya dan membuat Bhima sangat marah. Tapi Yudhistira menenangkannya, karena itu bwaktunya.
SETELAH GERHANA, MUNCULLAH BULAN PURNAMA
Para Pandava bangun pagi-pagi sekali. Mereka pergi ke aula istan dan memperkenalkan diri mereka pada Virata bahwa mereka adalah lima Pandava dan istri mereka, Drupadi. Virata sangat terkejut. Ia bersujud di kaki Pandava. Pangeran Uttara datang dan mengatakan pada ayahnya bahwa Arjunalah yang telah melawan Kaurava dan membawa kemenangan pada Virata. Raja Virata memeluk Arjuna dan memberikan putri Uttara padanya. Arjuna menerimanya dan ia jadikan sebagai menantunya yaitu menjadi istri Abhimanyu.
PERNIKAHAN ABHIMANYU
Di seluruh kota, semua orang membicarakan tentang Pandava. Yudhistira mengrim pesan pada oranorang yang berada di pihaknya, yang paling pertama adalah Krsna dan Drupada. Mereka segera menuju Virata. Krsna datang bersama Balarama, Subhadra dan Abhimanyu. Pertemuan Pandava dan Krsna sangat mengharukan.
Pernikahan Abhimanyu akan segera dilangsungkan. Semua raja berada disana untuk menghadiri pernikahan itu yang dirayakan dengan semarak. Para Pandava sangat bahagia. Mereka mengakhiri tiga belas tahun masa pembuangan yang penuh penderitaan dengan melihat anak-anak mereka bahagia. Kebahagiaan semua orang sangat mendalam saat hari pernikahan Abhimanyu.
PENDIRI PURVA MIMAMSA DARSANA
Pendiri dari Purva Mimamsa adalah Rsi Jaimini (400 SM) yang merupakan murid dari Maha Rsi Vyasa. Beliau menulis kitab Mimamsa Sutra yang menjadi sumber pokok ajaran Mimamsa. Dalam perkembangannya, muncullah kitab komentar terhadap Mimamsa Sutra yang ditulis oleh Sabaraswamin. Komentar ini diterangkan dengan cara berbeda oleh Kumarila Batta dan pengikut Prabhakara, dimana pokok ajaran mereka pada prinsipnya tidak berbeda. Mimamsa dibedakan menjadi dua, yaitu Purva Mimamsa dan Uttara Mimamsa yang disebut juga dengan Vedanta. Purva Mimamsa atau Karma Mimamsa adalah penyelidikan ke dalam bagian yang lebih awal dari kitab suci Veda, suatu pencarian ke dalam ritual-ritual Veda atau bagian Veda yang hanya berurusan dengan masalah mantra dan Brahmana saja. Disebut Purva Mimamsa karena ia lebih awal (purva) dari pada Uttara Mimamsa (Vedanta), dalam pengertian logika , dan tidak demikian banyak dalam pengertian kronologis.
Sistem filsafat Mimamsa merupakan system filsafat India yang secara langsung berkaitan dengan Veda. Kata ‘Mimamsa’ berarti menganalisa dan memahami seluruhnya.
Bagi Jaimini, kitab suci Veda secara praktis hanyalah Tuhan semata, dan Veda yang abadi tersebut tidak memerlukan dasar apapun untuk sandarannya. Tak ada pewahyu Ilahi, karena Veda itu sendiri merupakan otoritasnya, yang merupakan satu-satunya sumberpengetahuan Dharma kita. Dalam sistem Mimamsa tak diperlukan adanya Tuhan. Sutra pertama dari Mimamsa sutra berbunyi: “Athato Dharmajijnasa”, yang menyatakan keseluruhan tujuan dari sistemnya yaitu: satu keinginan untuk mengetahui Dharma atau kewajiban, yang terkandung dalam pelaksanaan upacara-upacara dan kurban-kurban yang diuraikan oleh kitab suci Veda. Dharma itu sendiri memberikan ganjarannya.
POKOK-POKOK AJARAN MIMAMSA
Sistem filsafat Mimamsa termasuk dalam kelompok astika yang ajarannya didasarkan sepenuhnya pada kitab suci Veda. Mimamsa mengakui kewenangan Veda sebagai kitab suci yang mengandung kebenaran sejati. Sebagai filsafat, Mimamsa mencoba menegakkan keyakinan keagamaan Veda. Kesetiaan atau kejujuran yang mendasari keyakinan keagamaan Veda terdiri dari bermacam-macam unsur, yaitu: 1). Percaya dengan adanya roh yang menyelamatkan dari kematian dan menikmati hasil dari ritual di sorga, 2). Percaya tentang adanya kekuatan atau potensi yang melestarikan dampak dari ritual yang dilaksanakan, dan 3). Percaya bahwa dunia adalah suatu kenyataan dan semua tindakan yang kita lakukan dalam hidup ini bukanlah suatu ilusi. Pengikut Buddha tidak mengakui adanya roh dan kenyataan dunia.
Pokok pembicaraan pada sistem Mimamsa ialah pengukuhan kewibawaan Veda bagian Brahmana yang menekankan pada upacara keagamaan, maka dari itu Mimamsa juga disebut dengan Karma Mimamsaatau Dharma Mimamsa, karena kitab Brahmana merupakan karma kanda dari Veda. Pembicaraan mengenai upacara keagamaan sudah ada pada jaman Brahmana dan sebagai hasilnya sudah termuat dalam kitab Kalpasutra, Mimamsa juga membahas ilmu tentang suara dan mantra, tetapi perhatian pokok Mimamsa adalah penggunaan meditasi dengan ritual.
Ajaran Mimamsa adalah ajaran yang bersifat pluralistik dan realistik dalam artian jiwa itu berjumlah banyak atau jamak, sedangkan alam semesta adalah nyata dan berbeda dengan jiwa.
Tujuan utama sistem filsafat Mimamsa adalah untuk mempertahankan dan memberikan landasan filsafat ritualisme bagi kitab suci Veda. Dukungan diberikan dalam dua cara, yaitu (1) dengan memberikan sebuah metodologi interpretasi agar ajaran-ajaran Veda yang rumit mengenai ritual-ritual bisa dipahami, diharmoniskan dan diikuti tanpa suatu kesulitan, dan (2) dengan menyediakan suatu justifikasi filsafat ritualisme. Dukungan ini dikembangkan berdasarkan nalar untuk memperkuat posisi Veda sebagai kitab suci sabda Tuhan. Selain itu, tujuan Mimamsa adalah menyusun aturan-aturan cara menerangkan isi Veda yang sebenarnya atau untuk menegakkan dharma.
METAFISIKA MIMAMSA
Pandangan Umum
Ajaran Mimamsa bersifat pluralistis dan realistis, artinya sistem filsafat ini menerima adanya kejamakan jiwa dan pengadaan asas benda yang menyelami alam semesta ini, serta mengetahui bahwa objek-objek pengamatan ini adalah maya. Mimamsa menolak pandangan Budha dan advaita yang menyatakan bahwa dunia ini maya. Mimamsa juga percaya adanya jiwa, sorga, neraka dan para dewa yang semuanya ini dapat dicapai melalui upacara yang tepat menurut kitab suci Veda. Jiwa dan unsur-unsur materi pembentukan dunia ini menurut Mimamsa bersifat permanen atau kekal. Semua benda yang ada di dunia ini ditentukan oleh hukum karma.
Ada tiga komposisi di dunia ini, yaitu:
Kehidupan jasmani sebagai tempat jiwa untuk menikmati akibat perbuatannya dari masa-masa kehidupan yang silam (bhogayatana).
Indriya yang dipergunakan sebagai alat oleh jiwa untuk menikmati adanya rasa suka dan duhka dalam hidup ini (bhoga sadana).
Objek-objek yang merupakan buah dari suka dan duka (bhogya sadana).
Mimamsa tidak mengakui adanya Tuhan, sedangkan mengenai teori tentang atom sama dengan yang dikemukakan oleh Vaisesika, akan tetapi berbeda mengenai atom-atom tersebut. Menurut Mimamsa atom-atom tidak membutuhkan pengaturan dari Tuhan, melainkan diatur oleh hukum karma. Tidak ada penciptaan dan penghancuran dunia ini, karena keberadaan dunia ini adalah kekal.
Metafisika Mimamsa bersifat prularistis dan realistis, artinys peecaya adanya jumlah jiwa yang tak terhitungdan dunia yang nyata, tetapi keduanya berbeda. Mimamsa percaya dengan hanya realitas seperti kenyataan adanya energi, moral, sorga, neraka dan sebagainya yang tidak dapat diketahui melalui pengalaman indriya.
Teori dari Kekuatan Sakti dan Apurva
Menurut Mimamsa bahwa setiap benda di dunia ini memiliki suatu kekuatan tertentu yang ada di dalamnya. Kekuatan itu disebut sakti, yang tidak dapat dilihat dengan mata. Contohnya: sebuah benih (kacang hijau) yang memiliki suatu kekuatan di dalamnya sehingga benih tersebut dapat tumbuh kecambah. Kecambah tersebut tidak dapat tumbuh apabila ada yang mengganggu biji tersebut sehingga rusak. Ini berarti ada hubungan erat antara benda (biji kacang hijau) dengan kekuatan atau sakti. Selain pada benih, kekuatan yang tidak tampak itu juga dapat kita lihat pada api dangan kekuatan sinar membakarnya, dan kekuatan yang ada pada air.
Dharma secara umum menurut Mimamsa adalah upacara-upacara keagamaan yang bersumber dari Veda atau kebajikan-kebajikan yang bersifat keagamaan yang mengandung tuntunan-tuntunan kesusilaan yang mutlak. Dharma tidak akan mendatangkan pahalanya secara langsung melainkan dengan perantaraan, artinya walaupun seseorang telah melakukan upacara keagamaan dengan benar dan berdasarkan kemurnian kesusilaan, ia tidak akan secara langsung memetik buah dari perbuatannya itu. Sebab semua tindakan mengenai upacara hanya bersifat sementara, tidak abadi. Oleh karena itu upacara tidak mungkin mempunyai hubungan langsung dengan hasilnya. Pelaksanaan upacara adalah suatu kelompok tindakan yang akan berakhir bila tindakan telah selesai dilakukan, sehingga pahala itu tidak akan diperoleh setelah upacara itu dikerjakan, melainkan harus menunggu beberapa waktu. Terlebih untuk mencapai sorga, sebab sorga akan diperoleh bila orang itru telah meninggal dunia.
Timbul pertanyaan apa yang dapat mengantarkan pahala tersebut sehingga tepat sasaran? Mimamsa mengemukakan suatu ajaran yang disebut Apurva. Kata Apurva berarti tenaga yang tidak tampak. Suatu acara yang telah dilakukan seseorang akan melahirkan tenaga atau daya yang tidak tampak di dalam jiva orang yang melakukan ritual tersebut. Tenaga atau daya ini akan terus bertahan, sehingga pahala yang sesuai dengan perbuatan itu menjadi masak. Dengan demikian dapat dikatakan Apurva adalah suatu jembatan yang menghubungkan ritual dengan buahnya. Pahala tersebut dapat dinikmati dalam hidup di dunia ini dan juga di alam akhirat.
Dharma menurut ajaran Veda ada dua jenis, yaitu: tindakan yang diwajibkan dan tindakan yang tidak diwajibkan. Tindakan yang diwajibkan meliputi ritual yang berlaku setiap hari dan berkala. Sedangkan tindakan yang tidak diwajibkan adalah ritual yang dilakukan secara fakultatif.
Pandangan Mimamsa tentang Jiva
Dalam ajaran Mimamsa dinyatakan ada 4 katagori, yaitu: substansi, kualitas, aktivitas dan sifat umum. Ada 9 substansi, yaitu: tanah, air, api, udara, akasa, akal, waktu, ruang dan jiwa. Kumarila Bhatta menambahkan 2 substansi lagi yaitu: tamas atau kegelapan dan sabda atau suara. Substansi dalam ajaran Mimamsa dapat diamati, umpamanya debu yang tampak dalam sinar matahari.
Substansi, kualitas, sifat umum dan sifat khusus tidak boleh dibeda-bedakan secara mutlak, karena jika kategori ini dapat dibedakan secara mutlak tentulah yang satu dapat dipisahkan dari yang lain. Umpama kita hendak memisahkan mawar dengan merahnya tentulah merupakan suatu pekerjaan yang mustahil.
Sesungguhnya katagori-katagori tidak dapat dipisah-pisahkan. Dapat dikatakan bahwa semuanya mewujudkan kesamaan di dalam perbedaan atau benda-benda. Adanya kesamaan kualitas dengan substansi, maka kita dapat menyebutkan kualitas dari substansi itu, misal: unga mawar adalah merah. Bila direnungkan tentulah substansi tidak sama secara mutlak, umpama bunga mawar tidak sama dengan merah, akan tetapi tidak benar juga bahwa substansi berbeda mutlak dengan kualitas, umpama mawar tidak dapat dibedakan secara mutlak dengan merahnya. Keduanya secara bersama-sama mewujudkan suatu satu-kesatuan, yaitu di mana ada mawar disana ada merah.
Menurut Mimamsa jiva berbeda dengan tubuh, indriya dan budhi. Jiva jumlahnya sangat banyak dan tak terhitung, tiap tubuh ada satu jiva. Semua jiva memiliki kesadaran bersifat kekal, berada dimana-mana dan meliputi segala sesuatu. Disamping menjadi subjek pengetahuan, jiva juga menjadi objek pengetahuan, artinya kesadaran akan adanya objek mengandung di dalamnya kesadaran akan adanya pribadi. Pribadi itu segera dinyatakan oleh objek yang dikenal, umpamanya di dalam ucapan ‘Aku melihat sebuah meja’. Ucapan ini bermaksud menyatakan adanya ‘meja’ dan sekaligus menyatakan adanya ‘Aku’. Demikianlah pribadi sekaligus menjadi subjek dan objek pengetahuan, hal ini disebabkan karena dalam pribadi ada dua unsur yaitu: unsur substansi dan unsur kesadaran.
Yang dimaksud unsur substansi adalah pribadi yang menjadi objek pengetahuan, sedangkan unsure kesadaran ialah pribadi yang menjadi subjek pengetahuan. Menurut Mimamsa yang mengemudikan tubuh adalah jiva. Pada mulanya tujuan hidup manusia menurut Mimamsa adalah mencapai sorga, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya Mimamsa menyatakan bahwa tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah kelepasan.
Veda menurut Mimamsa tanpa memiliki penyusun, baik manusia maupun Tuhan. Mimamsa tidak memberikan tempat kepada Tuhan didalam sistemnya. Dunia bukan diciptakan oleh Tuhan, sebab dunia tidak berawal dan berakhir. Tidak ada penciptaan dan peleburan, alasannya adalah seandainya dunia ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih, maka tidak mungkin di dunia ini ada penderitaan. Namun Mimamsa bukan bersifat atheis, karena Mimamsa percaya dengan adanya Veda yang bersifat kekal yang di dalamnya terdapat deva-deva sebagai manifestasi Tuhan.
EPISTEMOLOGI MIMAMSA
Dalam usaha membuktikan kewenangan Veda, Mimamsa membahas secara berhati-hati tentang alam dari ilmu pengetahuan, dunia, dan kriteria dari kebenaran dan kesalahan, dan sumber ilmu pengetahuan yang dapat dipercaya. Tujuan Mimamsa tentang sumber, alam dan keterbatasan dari ilmu pengetahuan terkait dengan beberapa hal atau masalah yang sangat menarik akan dibahas di bawah ini!
Alam dan Sumber dari Ilmu Pengetahuan
Sistem Mimamsa seperti sistem filsafat India lainnya menerima dua jenis pengetahuan, yaitu: immediate dan mediate. Immediate ialah pengetahuan yang terjadi tiba-tiba, langsung dan tak terpisahkan, sedangkan mediate ialah pengetahuan yang diperoleh melalui perantara atau media. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang lain dan tidak dipengaruhi oleh keadaan yang salah.
Objek pengetahuan immediate haruslah sesuatu yang ada atau zat, bila objek pengetahuan itu dikaitkan dengan indriya-indriya kita, maka dalam jiva kita akan muncul pengetahuan kita, maka dalam jiva kita muncul pengetahuan immediate tentang hal tersebut. Bila objek ini dikaitkan dengan indriya, mula-mula muncul kesadaran tentang objek itu. Yang kita ketahui bahwa objek itu sendiri adalah benda, seperti apa adanya, tetapi belum dapat dimengerti.
Pengetahuan yang berdasarkan apa yang tidak dapat ditentukan terlebih dahulu serta datangnya secara tiba-tiba disebut Nirvikalpa pratyaksa atau alocana-jnana. Bila pada tingkatan berikutnya kita menginterpretasikan arti dari objek itu berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, sampai kita mengerti benar mengenai benda itu, itulah persepsi yang sudah kita tentukan yang dinyatakan dengan pertimbangan-pertimbangan, pengetahuan semacam ini disebut Savikalpa pratyaksa.
Pengetahuan yang didapat dari indriya adalah pengetahuan yang sebenarnya tentang dunia yang dibentuk oleh bermacam-macam benda. Walaupun tahap pertama tidak dikenal secara tegas, yang kemudian pada tahap kedua dikenal secara lengkap walaupun masih dalam tahap awal. Dalam tahap kedua, pikiran hanya memperkirakan dengan mempergunakan bantuan pengalaman sebelumnya, apa yang muncul, tapi bukan berasal dari khayalan. Selanjutnya hendaklah diakui bahwa semua bentuk penglihatan berisi interpretasi pikiran di dalamnyadan tidak diperlukan suatu khayal atau ilusi terhadap apa yang dilihat. Demikian pula dengan objek dunia yang bervariasi ini memiliki sifat yang berbeda-beda yang telah memberikan gerak pertama kepada pikiran bila kita menyadarinya.
Sumber Pengetahuan yang Tidak berasal Dari Pengenalan Indriya
Kumarila Bhatta mengajarkan hanya enam alat pengetahuan untuk mendapatkan pengetahuan (pramana), sedangkan Prabhakara hanya mengakui lima. Enam alat pengetahuan itu adalah: pratyaksa (pengamatan), anumana (penyimpulan), upamana (perbandingan), sabda (kesaksian), arthapatti (perkiraan tanpa bukti), dan anupalabdhi (tanpa persepsi). Anupalabdhi hanya diakui oleh Kumarila Bhatta. Pengamatan dan penyimpulan dalam Mimamsa sama dengan yang dikemukakan oleh Nyaya.
Upamana (perbandingan)
Pandangan Mimamsa mengenai perbandingan berbeda dengan pandangan Nyaya. Nyaya mengakui perbandingan adalah sumber pengetahuan yang unik, tetapi Mimamsa selain menerima perbandingan sebagai sumber yang berdiri sendiri, menerima pula perbandingan sebagai perasaan atau hal yang sangat berbeda. Menurut Mimamsa, pengetahuan muncul dari perbandingan bila kita tahu bahwa objek yang diingat adalah persis seperti yang diterima. Pengetahuan seperti ini tidak dapat diklasifikasikan dalam persepsi, karena objek yang dikenal sama. Sabaraswanin mendefinisikan upamana sebagai pengetahuan tentang suatu objek yang tidak diterima sama dengan objek lain yang dikenalnya.
Sabda (kesaksian)
Bagi Mimamsa alat pengetahuan yang terpenting adalah kesaksian atau sabda, yaitu sabda kitab suci Veda. Veda dipandang bukan sebagai hasil karya manusia dan juga hasil karya Tuhan, karena Veda tidak disusun oleh manusia dan juga oleh Tuhan. Veda adalah kekal.
Aliran Mimamsa memberikan perhatian yang besar kepada sabda sebagai sumber pengetahuan, karena sabda harus membuktikan kekuasaan dari Veda, yaitu:
1) Yang bersifat pribadi, dan
2) Yang tidak bersifat pribadi
Yang pertama terdapat dalam bentuk tertulis atau lisan dari seseorang, sedangkan yang kedua menyatakan kekuatan dari pada pada itu sendiri. Kekuatan atau kekuasaan memberikan informasi tentang adanya suatu objek (siddharta-wakya) atau memberikan arah untuk penampilan suatu perbuatan (widhayaka-wakya). Mimamsa tertarik pada kekuatan Veda yang tidak bersifat pribadi, karena Veda memberikan arah untuk melakukan upacara keagamaan. Veda dipandang sebagai kitab yang mengandung perintah untuk melakukan kewajiban dan bersifat kekal.
Kata-kata yang ada di dalam Veda bukan disusun oleh manusia, dan Tuhan, karena susunan kata-kata itu bersifat khas dan tetap. Inilah yang membedakan Veda dengan hasil tulisan manusia. Veda menyatakan dirinya sendiri dan memiliki kebenaran di dalam dirinya sendiri, oleh karena itu apa yang dikatakan Veda adalah benar. Veda juga tidak bertentangan dengan alat-alat pengetahuan yang lain. Alat-alat pengetahuan yang lain berhubungan dengan dunia yang dapat diamati, sedangkan Veda berhubungan dengan dunia yang tidak dapat diamati.
Arthapatti (perkiraan tanpa bukti)
Arthapatti adalah suatu bentuk perkiraan yang sangat diperlukan terhadap sesuatu yang sulit dipahami melalui beberapa penjelasan yang berlawanan satu dengan yang lainnya. Bila kita memberikan suatu penjelasan tentang suatu benda yang belum pernah dilihat wujudnya kepada seseorang, hendaklah kita menjelaskan benda yang dimaksud itu dengan benda lain yang sudah dikenal, sehingga orang itu mudah dapat mengartikannya. Pengetahuan yang diperoleh dari peristiwa ini bukanlah merupakan suatu kesimpulan dan bukan pula merupakan suatu bentuk perbandingan.
Anupalabdhi (tanpa persepsi)
Anupalabdhi adalah cara untuk mendapatkan pengetahuan mengenai tidak adanya pengamatan terhadap suatu objek dikarenakan bendanya memang tidak ada. Misalnya ada orang yang bertanya ‘bagaimana saya tahu tentang ketidakadaan itu, maka jawabannya adalah cobalah lihat dan katakana apakah ada meja di kamar itu’. Orang itupun tidak dapat mengatakan tentang hal itu karena benda itu memang tidak ada. Oleh Mimamsa dikatakan bahwa ketidakadaan meja di kamar itu diketahui karena tidak adanya pengamatan terhadap benda itu, sehingga ia tidak dapat memahami mengenai benda tersebut.
ETIKA MIMAMSA
Kedudukan Veda di Dalam Agama
Mimamsa tidak percaya dengan adanya penciptaan atas dunia ini. Mimamsa tidak percaya dengan adanya Tuhan yang kekuasaannya berada diatas atau minimal setara denagan Veda. Menurut Mimamsa Veda itu sendiri mendasari kebenaran yang abadi atau hukum-hukum tentang adanya perintah Veda. Veda itu sendiri menyiapkan ciptaan dari apa yang baik dan apa yang salah. Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang mengabdi pada kesetiaan terhadap perintah-perintah Veda.
Kewajiban yang Mendasar
Ritual atau upacara yadnya harus dilaksanakan karena berkaitan dengan Veda, bukan dengan tujuan-tujuan yang lain. Pengorbanan yang dilakukan jaman Veda dikalkulasi untuk menyanangkan Dewi Matahari, Dewa Hujan dan dewa-dewa yang lain, atau untuk memenangkan perang dan mengusir penyakit. Mimamsa merupakan kelanjutan dari pada sistem keagamaan yang bersumber dari Veda, maka dari itu upacara keagamaan secara detail lebih mendapat tempat daripada dewa-dewa itu sendiri, yang secara perlahan-lahan menjauh dan menghilang ke dalam atau menjadi objek dari struktur. Dewa itu penting hanya sebagai sesuatu, yang namanya harus diberikan, dimana dilakukan upacara. Tetapi tujuan dasar daripada melakukan upacara yadnya itu adalah bukan persembahan untuk menyenangkan dewa apapun.
Ritual juga bukan untuk menyucikan jiwa atau memperbaiki moral. Upacara keagamaan dilaksanakan hanya karena Veda memerintahkan demikian atau untuk kewajiban. Beberapa dari upacara ini diperuntukkan menikmati sorga atau memperoleh keuntungan-keuntungan duniawi, seperti air hujan. Mimamsa mencapai puncaknya yang tertinggi yaitu antara lain melaksanakan kewajiban demi untuk kewajiban itu sendiri.
Mimamsa percaya bahwa perbuatan yang wajib untuk dilakukan bukan untuk memberikan keuntungan kepada pelakunya tetapi karena kita harus melakukan. Mimamsa percaya suatu kewajiban tidak harus dilakukan dengan tujuan yang menarik, tetapi alamlah yang menganjurkan agar seseorang melakukan tugasnya. Seorang filsuf barat yang bernama Kant menganggap benar adanya Tuhan, dan menurut Kant pemujaan kepada Tuhan adalah kewajiban yang tertinggi, sedangkan menurut Mimamsa kewajiban adalah kekuasaan Veda secara pribadi yang berkaitan dengan tugas.
Kebaikan yang Tertinggi
Pada awalnya kebaikan menurut Mimamsa adalah pencapaian sorga atau suatu keadaan dimana ditemukannya kebahagiaan sejati. Sorga dianggap sebagai akhir dari suatu upacara keagamaan, akan tetapi pada akhirnya Mimamsa menerima kelepasan sebagai tujuan tertinggi setelah penulis-penulis Mimamsa mendapat pengaruh dari pemikir-pemikir dari sistem filsafat India lainnya.
Mereka menyadari bahwa perbuatan baik atau buruk itu ditentukan oleh keinginan, yang akibatnya akan menimbulkan kelahiran yang berulang-ulang. Apabila seseorang memahami bahwa kehidupan duniawi hanya permainan pikiran dan indriya yang menjadikan manusia menderita, maka seseorang akan mengontrol pikiran dan indriyanya supaya tidak melakukan perbuatan yang terlarang, sehingga kesempatan untuk lahir kembali menjadi lenyap. Dengan melakukan kewajiban yang diperintahkan oleh Veda seseorang akan terbebas dari kelahiran. Menurut sistem Mimamsa jalan untuk mendapatkan kelepasan adalah pelaksanaan upacara keagamaan seperti yang diajarkan oleh kitab Veda, yaitu tindakan-tindakan yang diwajibkan dan menjauhkan diri dari perbuatan yang terlarang.
Kebebasan adalah keadan yang tidak disadari, bebas dari kesenangan dan rasa sakit. Menurut Mimamsa keadaan mental dan kesadaran tidak ada pada jiva, muncul kesadaran dan keadaan mental itu, bila jiva dikaitkan dengan objek melalui tubuh dan bagian-bagian tubuh yang lain. Kebebasan berarti lenyapnya hubungan jiva dengan tubuh dan kembali kepada keadaan yang semula, yang bersifat kekal, berada dimana-mana dan meliputi segala sesuatu.
0 Response to "Wirata Parwa"
Post a Comment