Mengenal Veda (Makalah)

BAB I
PENDAHULUAN

Om Swastyastu

1.1 Latar Belakang

Dalam berbagai kesempatan melalui ceramah agama Hindu, dharma vacana, dharma tula, diskusi atau seminar, sebagian dari umat Hindu yang terpelajar menanyakan tentang kitab suci Veda. Mereka meyakini kitab suci Veda sebagai sumber ajaran agama Hindu, tetapi mereka belum pernah melihat bagaimana kitab suci Veda itu.

Di kalangan kaum terpelajar atau intelektual umat Hindu, pemahaman mereka tentang kitab suci Veda kurang baik, demikian apalagi di lingkungan umat yang tradisional dan tidak pernah mengenyam pendidikan agama Hindu, tentu sangat kurang dan kita sayangkan. Penerjemahaan kitab suci Veda telah dirintis oleh Bapak G.Pudja,MA.SH (almarhum) sewaktu beliau menjabat Dirjen. 
Bimas Hindu dan Budha, Dep. Agama RI bersama I Made Sadia, I Made Sadia telah pula menerjemahkan The Call of the Vedas, karya kompilasi A.C. Bose dengan judul Panggilan Veda, telah pula menyusun buku kecil tentang doa sehari-hari pada akhir tahun 1993 dengan nama Dainika Upasana, Doa sehari-hari umat Hindu, dan pada awal 1994 terbit lagi sebuah buku Ketuhanan Dalam Veda.
  
Kini perkembangan dunia modern sangat pesat, media komunikasi seperti televisi sangat bermanfaat bagi pengembangan atau penyampaian ajaran agama. Umat Hindu merasakan keterlambatan, ketidaksiapan dan kekurangan dalam memanfaatkan teknologi modern ini. Perkembangan dunia modern dalam era globalisasi ini, umat Hindu khususnya dan masyarakat pada umumnya ingin mengenal ajaran agamanya dan ajaran agama lain yang tidak dipeluknya lebih mendalam lagi. Untuk mendalami ajaran agama Hindu, kita harus merujuk pada kitab suci Veda.

Menyadari kondisi yang demikian itu, pimpinan Parisada Hindu Dharma Indonesia melalui Mahasabha ke VI, 1991 di Jakarta telah memutuskan supaya lebih memasyarakatkan kitab suci Veda, dengan memperbanyak penerbitan kitab suci Veda untuk memenuhi kebutuhan masysrakat agar dapat dipahami oleh setiap umat manusia. Veda bagaikan mata air yang mengalir dari puncak gunung, dari padanyalah mengalir sungai-sungai susastra Veda seperti Itihasa (Ramayana dan Mahabharata), kitab-kitab Purana (18 Mahapurana dan 18 Upapurana), Dharmasastra (20 Dharmasastra), Kitab-kitab Agama, Tantra, Darsana dan lain-lain. Kitab suci veda jelas mengamanatkan hal itu.

Yajurveda XXVI.2
Yathemam vacam kalyanim avadani janebhyah,
Brahma rajanyabhyam sudraya caryaya
Ca svaya caranaya ca

Artinya
‘Hendaknya disampaikan sabda suci ini kepada seluruh umat manusia, cendekiawan-rohaniawan, raja/pemerintahan/masyarakat. Para pedagang , petani dan nelayan serta para buruh, kepada orang-orangku dan kepada orang asing sekalipun’.

Bertitik tolak dari mantra di atas, agama Hindu sesungguhnya adalah agama missi, yang harus disebar luaskan.Pengertian missi disini tentunya berbeda dengan missi dalam usaha untuk menyebarkan ajaran agama secara aktif, melainkan karena keluhuran ajaran agama Hindulah, orang-orang tertarik untuk mendalami dan mengikutinya. Di dalam Veda dapat dijumpai mantra-mantra yang bersifat Rahasyajnana atau Adhyatmika yang akan dapat dipahami bila mendapat bimbingan dari seorang Guru rohani yang ahli.

1.2 Veda Dipelajari secara Berjenjang

Untuk memahami mantra-mantra Veda, maharsi Valmiki dalam karya agungnya, Ramayana menyatakan bahwa karya sastra yang bersumber pada sejarah itu dimaksudkan untuk memudahkan seseorang memahami kitab suci Veda. Demikian pula maharsi Vyasa dalam Vayu Purana menyatakan.

Vayu Purana I.20
Itihasa Puranabhyam vedam samupabrmhayet,
Bibhetyalpasrutad vedo mamayam praharisyati.

Artinya:
‘Hendaknya Veda dijelaskan melalui sejarah (Itihasa) dan Purana (Sejarah dan mitologi kuno) Veda merasa takut kalau seseorang yang bodoh membacanya. Veda berpikir bahwa dia (orang yang) akan memukulku’.

Berdasarkan petikan di atas, untuk memahami Veda diperlukan pemahaman berjenjang dan komprehensif, maksudnya bahwa setiap orang yang ingin memahaminya harus memiliki pengetahuan yang luas. Untuk itu kita diharapkan memiliki pengetahuan agama terutama susastra Veda secara kronologis dari kitab-kitab Darsana atau Tattva-tattva di Indonesia, kitab-kitab agama dan tantra, dharmasastra, Itihasa dan purana serta kitab-kitab sruti (wahyu Tuhan).
   
Kembali kepada permasalahan Ramayana dan Mahabharata yang digolongkan ke dalam kitab-kitab Itihasa dan purana, kata Itihasa terdiri dari tiga bagian yaitu: iti + ha + asa. Iti dan ha adalah indeclinable dan asa adalah verb (kata kerja), jadi kata itihasa artinya demikian telah terjadi (it happened so). Pada mulanya ceritra atau peristiwa sejarah itu disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi muda berikutnya (turun-temurun) dan lama kemudian ketika tulisan (huruf) ditemukan, barulah dituliskan kembali. Kitab Amarakosa, sejenis glosari yang ditulis oleh pujangga besar bernama Amarasingha, menyatakan bahwa nama lain dari Itihasa adalah Akhyayika:

Amarakosa I.6.5
"Akhyayikopalabdhartha"
 
Artinya:
‘Ceritra yang sungguh-sungguh terjadi adalah akhyayika’

Ramayana dan Mahabharata meninggalkan data epigrafis, arkeologis, yang masih dapat dijumpai di India, misalnya peninggalan-peninggalan purbakala di Ayodhya, Citrakuta, Ramesvaram dan juga bekas kota Indraprasta, Kuruksetra, tempat-tempat suci yang berhubungan dengan sungai Gangga, Yamuna dan sungai-sungai suci lainnya, termasuk pula pertapaan-pertapaan seperti pertapaan maharsi Vyasa di Badrinatha (di lereng pegunungan Himalaya).

Perang besar keluarga Bharata (Mahabharatayuddha) berlangsung pada tahun 3.138 SM yang merupakan masa akhir dari jaman Dvapara Yuga, berdasarkan prasasti Aihole yang dikeluarkan oleh raja Puleskin II. Demikian pula penobatan raja Pariksit, cucu Arjuna berlangsung pada tanggal 18 Februari 3.102 SM. Pendapat ini dikemukakan oleh Aryabhatta, maharsi Garga, Varamihira, dan Kalhana. Kuruksetra yang luasnya sekitar 100 Km persegi kini menjadi sebuah kota suci. 

Di sekitar Kuruksetra ini, kita jumpai tempat diwedarkannya sabda suci Bhagavadgita oleh Sri Krsna yang diterima oleh Arjuna, tempat ini bernama Jyotisara. Juga tempat Rsi Agung Bhisma rebah di atas tempat tidur dari panah (saratalpa) yang kini bernama Banaganga Bhisma, tempat gugurnya Abhimanyu yang dikeroyok oleh Kaurava, tempat devi Draupadi memuja Devi Durga untuk keberhasilan Pandava dalam perang besar Bharatayuddha.

Di samping peninggalan berupa prasasti dan banguna purbakala, masih di jumpai bekas-bekas radioaktif yang menunjukkan betapa dahsyatnya perang besar saat itu. Data tradisi lainya adalah keturunan para Rsi Veda seperti Bharadvaja, Atri dan juga dinasti Yadhu yakni dinasti Sri Krsna, para Yadhava sampai kini masih jelas keturunannya. Bila Itihasa adalah sejarah kontemporer (contemporary history) karena penyusunnya maharsi Vyasa masih hidup ketika karya agung Mahabharata itu disusun, sedang Purana adalah

sejarah kuna (ancient history). Kitab Purana isinya penuh dengan ajaran moral, agama, pendidikan budi pekerti, ceritra para deva, para rsi, dan raja-raja yang memerintah dunia. Lebih jauh dalam bahasa Sanskerta kata Itihasa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris ‘history’ yang artinya sejarah. Jadi berdasarkan penjelasan di atas, Itihasa dalam hubungannya dengan susastra Hindu adalah kitab sejarah.

1.3 Veda, Wajib Dipelajari

Veda mutlak dipahami sebab Veda adalah Wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan sumber ajaran dan hukum Hindu. Dari Veda-lah semua ajaran Hindu mengalir dan memberikan vitalitas kepada umatnya. Ajaran Veda sesuai dengan sifatnya Anadi-Ananta dan Sanatana yakni tidak berawal, tidak berakhir dan bersifat abadi, maka ajaran Veda relevan sepanjang jaman. Umur manusia dapat menjadi tua, tetapi ajaran suci Veda senantiasa diikuti oleh generasi-generasi berikutnya membuktikan bahwa Veda tetap relevan sepanjang masa.  

Ramayana dan Mahabharata telah lama diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuna (Mangjawaken Valmiki mata dan Vyasa mata), demikian pula Purana (sayang hanya satu Purana) yakni Brahmanda Purana. Ramayana (kakawin berbahasa Jawa Kuno) telah disusun pada abad ke VIII-IX di Jawa Tengah, pada dynasty Samjaya, sedang Mahabharata pada jaman Dharmavamsa Teguh di Jawa Timur dan tradisi penyusunan karya sastra ini berlangsung hingga jaman Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu Nusantara terbesar di Indonesia.

BAB II
PENGERTIAN VEDA

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1849 seorang sarjana Belanda R. Freiderich menulis tentang keberadaan Veda di pulau Bali. Para Pandita  memiliki lontar (manuscript) berupa 4 buah Samhita yang ditulis oleh Bhagavan Byasa (Maharsi Vyasa). Mereka merahasiakan isinya dan hanya mengajarkan kepada pandita sisya (murid)nya. R. Freiderich hanya diijinkan melihat sebuah lontar yaitu Brahmana Purana berbahasa Jawa Kuna. Kemudian sarjana Brumund dan Kern menemukan bahwa mantram-mantram berbahasa Sanskerta yang bercampur dengan bahasa Jawa Kuna itu adalah mantram ritual dan penjelasannya yang bersifat mistik dengan latar belakang Saivisme dengan warna Tantric.

Terhadap mantram-mantram Sanskerta di Bali yang disebut Catur Veda tidak lain adalah Narayanatharvasiropanisad yang aslinya terdiri dari 5 bait mantram (syair) dan di Bali hanya dikenal 4 bait mantram yang masing-masing bait berakhir dengan :, etad Rgveda siro dhite etad Yajurveda siri dhite, etad Samaveda siro dhite, dan etad Atharvaveda siro dhite.

Tentang Narayana Upanisad yang disebut Catur Veda ini, Sylvain Levi menyatakan adalah 4 bait dari Narayana Upanisad yang pada tiap-tiap pada bagian akhir berisi kata sirah, sering disebut Catur Veda Sirah. Jadi pada masa silam di Bali (Indonesia) tidak terdapat kitab suci Veda. Tentang Gayatri Mantram para Padanda tidak pernah mendengar walaupun tiap hari mengucapkan mantram itu (dalam Suryasevana) sumber aslinya adalah Rgveda III.62.10, kita mengenal Brahma Gayatri, Rudra Gayatri, Gayatri Kavaca.

Para Pandita dan sastrawan Indonesia mengenal nama Catur Veda yang disebut Sang Hyang Sruti melalui naskah-naskah Ramayana dan Mahabharata berbahasa Jawa Kuna. Dari 18 parva Mahabharata, hanya 9 parwa yang diwaris berbahasa Jawa Kuna.

1.2 Arti Kata Veda

Kata Veda dapat dikaji dari 2 pendekatan yaitu etimologi dan semantik. Kata Veda berasal dari urat kata kerja Vid yang artinya mengetahui dan Veda berarti ‘pengetahuan’, dalam arti semantik berarti pengetahuan suci, kebenaran sejati, pengetahuan tentang ritual, kebijaksanaan yang tertinggi, pengetahuan spiritual sejati tentang kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci sumber ajaran agama Hindu.

Svami Dayananda Sarasvati dalam bukunya Rgvedadi Bhasya Bhumika menyatakan kata Veda berasal dari 4 urat kata kerja:
  1. Vid : mengetahui (Anadi, Set, Parasmaipada) – Vetti.
  2. Vid : menjadi ada (Divadi, Anit) – Vidyate.
  3. Vid : membedakan (Rudhadi, Anit) – Vinte.
  4. Vidl : mencapai (Tudadi, Set) – Vidanti atau Vindate.
Maurice Winternitz di dalam bukunya A History of Indian Literature, volume I menyatakan bahwa Veda (Rgveda) adalah pustaka monumental tertua Indo-Eropa (1927). Demikian pula Bloomfield dalam bukunya The Religion of Veda menyatakan bahwa Veda (Rgveda) bukan saja monument tertua umat manusia, tetapi juga dokumentasi di Timur yang paling tua, dan memperlihatkan peradaban yang tinggi di antara mereka yang dapat dijumpai dalam mantra-mantra Veda (1908). Sarvepali Radhakrishnan mengatakan bahwa Veda mengandung makna kebijaksanaan  menunjukkan spiritual yang sejati dari yang dituju umat manusia.

Veda dalam bentuk tunggal (bahasa Inggris) berarti pengetahuan suci dalam bentuk jamak Vedas berarti dalam pengertian yang luas yakni seluruh kitab Sruti yang terdiri dari 4 Veda (Mantra Samhita), kitab-kitab Brahmana, Aranyaka dan kitab-kitab Upanisad. S. Radhakrishnan lebih jauh menyatakan tentang arti Veda: Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan dalam tahap kedua disebabkan oleh pengkajian yang lebih mendetail, sedang

kebijaksanaan (Veda) adalah pengetahuan tahap awal yang diturunkan dari prinsip tak terciptakan. Veda bukan susastra tunggal, tetapi adalah keseluruhan susastra yang muncul berabad-abad yang silam dan diturunkan serta diteruskan dari generasi ke generasi melalui tradisi lisan. Veda sebagai dinyatakan adalah pengetahuan suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi Veda adalah pengetahuan dan kebijaksanaan suci document pertama dan tertua yang dimiliki oleh umat manusia.

1.3 Bahasa Veda

Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa diyakini kebenarannya oleh seluruh umat Hindu. Kebenaran Veda tidak diragukan lagi. Bahasa yang digunakan dalam Veda adalah bahasa masyarakat di tempat wahyu itu diturunkan yaitu bahasa Sanskerta dan bahasa ini tetap juga digunakan sampai berkembangnya susastra Veda pada jaman sesudah Veda itu dihimpun dalam 4 himpunan yang disebut Samhita dan dikenal dengan nama Catur Veda (Rgveda, Yajurveda, Samaveda, dan Atharvaveda).

Bahasa Sanskerta dipopulerkan oleh Maharsi Panini, pada waktu itu menulis sebuah kitab Vyakarana yaitu kitab tata bahasa Sanskerta yang terdiri dari 8 Adyaya atau bab yang terkenal dengan nama Astadhyayi yang mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam Veda adalah bahasa deva-deva yang dikenal dengan nama daivivak yang artinya bahasa atau sabda devata.

Maharsi Patanjali menulis kitab Bhasa dan merupakan buku kritik terhadap karya Panini yang ditulis pada abad ke II Sebelum Masehi yang mengungkap nama Daivivak untuk menamai bahasa yang digunakan dalam Veda termasuk kitab-kitab itihasa (sejarah), purana (sejarah kuna), smrti/dharmasastra (kitab-kitab hukum), kitab-kitab agama (pegangan bagi Sampradaya atau Paksa seperti Saivagama, Tantrayana, juga bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab darsana (filsafat Hindu).

Maharsi Katyayana dikenal pula dengan nama Vararuci yang hidup pada abad ke V Sebelum Masehi, di Indonesia salah satu karyanya diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno pada jaman Majapahit  yaitu kitab Sarasamuccaya sedang Maharsi Panini hidup pada abad ke VI Sebelum Masehi, pengaruh kitab Astadhyayi sangat besar dalam perkembangan bahasa Sanskerta. Para ahli membedakan bahasa Sanskerta ke dalam 3 kelompok:
  • Bahasa Sanskerta Veda (Vedic Sanskrit) bahasa Sanskerta yang digunakan jauh lebih tua.
  • Bahasa Sanskerta Klasik (Classical Sanskrit) bahasa Sanskerta yang digunakan dalam susastra Hindu seperti itihasa, puran, dharmasastra.
  • Bahasa Sanskerta Campuran (Hybrida Sanskrit) bahasa Sanskerta yang sudah mendapat pengaruh dari bahasa yang berkembang pada saat itu.
BAB III
KEDUDUKAN KITAB SUCI VEDA

1. Veda, Kitab Suci, Sumber Ajaran Hindu

Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah yang mengatakan bahwa Veda adalah Kitab suci agama Hindu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan (mewahyukan) adalah Tuhan Yang Maha Esa yang disebut apauruseya.

Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama Hindu sebab dari Vedalah mengalir ajaran yang merupakan kebenaran agama Hindu. Dari kitab Veda (Sruti) mengalirlah ajarannya dan dikembangkan dalam kitab-kitab Smrti, Itihasa, Purana, Tantra, Darsana, dan Tatwa-tatwa. Veda adalah sumber ajaran agama, sumber tertingi dari semua sastra agama, berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, Veda diwahyukan pada permulaan adanya pengertian waktu.

Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia ini dan akhirat nanti. Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir sampai pada nafasnya yang terakhir. Ajaran Veda tidak terbatas hanya sebagai tuntunan hidup individual, tetapi juga dalam hidupbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Segala tuntunan hidup ditunjukan kepada kita oleh ajaran Veda yang terhimpun dalam kitab-kitab Samhita, Brahmana, Aranyaka, Upanisad maupun yang dijelaskan kembali dalam kitab-kitab susastra Veda atau susastra Hindu lainnya.

2. Veda, Wahyu Tuhan Yang Maha Esa

Veda sebagai himpunan Sabda atau wahyu berasal dari Apauruseya (bukan dari purusa atau manusia) sebab para rsi penerima wahyu berfungsi hanya sebagai instrument (sarana) dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menyampaikan ajaran suci-Nya. Svami Dayananda Saraswvati menyakan Veda adalah Sabda-Nya dan segala kuasa-Nya bersifat abadi, Rgveda, Yajurveda, Samaveda, dan Atharvaveda berasal dan merupakan Sabda-Nya, Tuhan Yang Maha Agung dan Sempurna, Para Brahman yang memiliki kekuasaan yang menjadikan diri-Nya sendiri, penuh kesadaran, supra empiris, dan sumber kebahagiaan dan Veda merupakan sabda-Nya yang bersifat abadi.

Tentang para rsi yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa dan menyampaikan secara lisan melalui tradisi kuno yakni system perguruan yang disebut “parampara”, seorang filologis Veda dan penyusun kitab Nirukta bernama Yaskacarya menyatakan:

Nirukta  I. 19
Saksat krta dharman rsayo
Bubhuvuste’saksat krta dharmabhya
Upadesena mantram sampradu.

Artinya:
Para rsi adalah mereka yang memahami dan mampu merealisasikan dharma dengan sempurna. Beliau mengajarkan hal tersebut kepada mereka yang mencari kesempurnaan yang belum mereali-sasikan hal itu.

Jadi berdasarkan kutipan tersebut di atas, para rsi adalah mereka yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa karena kesucian pribadinya, mereka menerima sabda suci-Nya. Oleh karena itu seorang rsi disebut mantradrasta (mantradrastarah itirsih). Ada beberapa cara seorang rsi menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa:
  1. Svaranada yakni gema
  2. Upanisad, pikiran para rsi dimasuki oleh sabda Brahman
  3. Darsana atau Darsanam yakni rsi atau orang suci berhadapan dengan deva-deva
  4. Avatara yakni manusia berhadapan dengan Avatara-Nya
3. Veda, Sumber Hukum Hindu

Maharsi Manu, peletak dasar hukum Hindu menjelaskan Veda adalah sumber dari segala dharma atau hukum Hindu.

Manavadharmasastra II.6
Vedo’khilo dmharma mulam
Smrti sile ca tad vida,
Acarasca iva sadhunam
Atmanas tustir eva ca.

Artinya
Veda adalah sumber dari segala dharma, kemudian barulah smrti, di samping sila, acara dan atmanastuti’.

Kita mengenal sumber-sumber hukum Hindu menurut kronologisnya sebagai berikut:
  • Veda (Sruti)
  • Smrti (dharmasastra)
  • Sila (tingkah laku orang suci)
  • Acara (tradisi yang baik)
  • Atmanastuti (keheningan hati)
4. Nama-nama lain Kitab Suci Veda

Adapun nama-nama lain dari kitab suci Veda antara lain:
  • Kitab Sruti, kitab ini merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang diterima oleh para k
  • Atharvaveda
  • Kitab Rahasya, rahasya artinya bahwa Veda mengandung ajaran yang bersifat rahasia yakni moksa
  • Kitab Agama, menunjukkan bahwa kebenaran Veda adalah mutlak dan harus diyakini kebenarannya.
  • Kitab Mantra, Kitab Mantra adalah nama lain dari kitab Veda, karena Veda memang berbentuk mantra atau puisi (syair) yang dapat dilagukan.
Demikian beberapa nama yang diberikan kepada kitab suci Veda yang dalam khasanah susastra Jawa Kuno atau Kawi disebut Sang Hyang Veda menunjukkan bahwa kitab suci itu diyakini sebagai ajaran suci yang mendapatkan kedudukan yang sangat terhormat dan tentunya ditempatkan pada tempat yang dipandang layak untuk itu.

0 Response to "Mengenal Veda (Makalah)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel