Proposal Penelitian Lengkap
HINDUALUKTA-- Untuk memudahkan teman-teman membuat kata pengatar proposal, disini saya mencoba memberi satu contoh. Kata Pengatar Proposal ini saya ambil dari tugas akhir semester yakni skripsi tentang Esensi Tari Sanghyang Di Desa Pakraman Muncan Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem (Perspektif Teologi Hindu).
KATA PENGANTAR
Om Swastiyastu,
Atas asung kerta wara nugrahaidha sanghyang widhi wasa/Tuhan YangMaha Esa, maka penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “EsensiTari Sanghyang Di Desa Pakraman Muncan Kecamatan Selat KabupatenKarangasem (Perspektif Teologi Hindu)” ini dapat pada waktunya.
Dalam penysunan penelitian ini penulis dapat banyak mendapat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal itu, tak lupa penulis menyampaikan penghargaan serta ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki sehingga penulis dengan tangan terbuka menerima sumbangangan saran dan kritik dari semua pihak untuk memperbaiki tugas berikut di masa mendatang. Namun demikian, penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemekiran dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Om Santih,Santih,Santih,Om
Karangasem, ...Januari 2016
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Indonesia adalah
bangsa yang majemuk, baik dari sisi budaya, etnis, bahasa, dan agama. Dari segi
agama, di negara ini hidup berbagai agama besar di dunia yaitu Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Selain itu tumbuh dan berkembang pula
berbagai kepercayaan lokal yang jumlahnya begitu banyak. Kemajemukan agama
tersebut dapat dipandang sebagai aset yang merupakan kekayaan budaya bangsa
yang dapat memberikan keuntungan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), karena dapat di jadikan sebagai sumber Inspirasi yang sangat kaya bagi
proses konsolidasi demokrasi indonesia. Disisi lain kemajemukan dapat pula
berpotensi mencuatkan konflik sosial antara umat beragama yang bisa mengancam
keutuhan NKRI, terutama bila kemajemukan tersebut tidak disikapi, dipelajari,
dan dipahami secara baik.
Selain
dihadapkan dengan berbagai konflik, dalam konteks kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan, kemajemukan ini juga dapat menimbulkan kerisis, seperti krisis
kepercayaan, krisis kepemimpinanan, krisis kebudayaan, krisis keteladanan,
terutama krisis moral, dan bahkan kini kita
dihadapakan pada semakin lunturnya nasionaliosme bangsa, lemahnya penegakan
hukum, korupsi yang semakin merajelela di lembaga pemerintahan, kolusi dan
nepotisme dengan wajah demokrasi, primordialisme, etika politik kalangan elit
kita, terutama para peyelengara Negara dewasa ini sangat mengecewakan rakyat.
Selain konteks diatas, ada pula kemajemukan
agama di indonesiayang sangat rentan dengan konflik karena adanya prasangka
yang berbeda-beda. Hingga pluralisme
agama beragama ada dalam ancaman, oleh karena itu wacana pluralisme agama telah
menuai banyak tanggapan dari masyarakat, baik masyarakat kalangan intelektual
maupun non intelektual. Munculnya wacana karena berbagai masalah dan isu-isu
lokal maupun global seperti pelanggaran HAM, penomena
kekerasan, terusiknya perdamaian antar warga maupun etnik dengan latar belakang yang berbeda menyadarkan dan sekaligus mengharuskan menemukan sistem dan visi yang relevan.
Dengan berbagai
masalah yang muncul meskipun diketahui bahwa Indonesia sebagai suatu bangsa
yang mempunyai keragaman budaya yang diikat dalam semangat "Bhineka
Tunggal Ika", dituntut untuk mampu mengelola keragaman atau pluralisme itu
secara baik, dengan pengelolaan keragaman secara baik akan bisa memunculkan
kondisi yang dapat memberi konstribusi kondusip secara optimal dalam usaha
memperkokoh dan memperkuat semangat kebangsaan dalam bingkai "Bhineka
Tunggal Ika”.
“Sasanti Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda itu
satu/Sutasoma 139.5d) itu pun bukanlah merupakan renungan yang dangkal
melainkan kajian yang mendalam dari Empu Tantular, karena 20 tahun sebelumnya
ia telah mengungkapkan dalam kakawin Arjuna Wijaya (27.2c) yang berbunyi “Kali
Sama Ika” (yang dua itu satu) yang menunjukan kondisi pluralitas keragaman
masyarakat Nusantara pada waktu itu”, (Jurnal Multikultur dan Multireligius).
Hal tersebut
dimaksudkan sebagai pernyataan dan semangat bangsa Indonesia yang menjunjung
tinggi persatuan meskipun negara bangsa Indonesia terdiri dari keragaman yang
begitu kompleks.Dengan demikan meskipun disadari keragaman budaya yang
kompleks, dalam kenyataan kehidupan bangsa Indonesia, kesemua itu dapat
dirangkul dalam kesatuan yang kokoh dan teguh. Dalam membangun bangsa yang
kokoh dapat berlangsung secara berkesinambungan apabila bangsa tersebut
mempunyai semangat kebangsaan yang tinggi dengan mengedepankan perbedaan.
semangat kebangsaan itulah yang perlu diusung, bukan semangat yang cenderung
bercorak fanatisme sempit. Pilihan yang paling tepat untuk itu adalah
memperkuat kesadaran Multikulturalisme dengan mengasah kesadaran untuk saling
menghormati, mengakui, dan menghargai sebagai sesama warga bangsa.
Disinalah fungsi semua jenis lembaga pendidikan
(informal, nonformal, dan formal) dapat memberikan peran maksimal bagi satu
komunitasnya untuk tumbuhnya kesadaran multikulturalisme secara lebih luas.
mengajarkan tentang pentingnya menghargai dalam memahami kelompok-kelompok
etnik dan budaya lain serta keragaman kultural dalam masyarakat Indonesia yang melahirkan anak bangsa yang mampu mengimplementasikan ajaran multikulturalisme. Sekolah/kampus institusi sosial mempunyai tanggung jawab dalam membentuk anak-anak/mahasiswa melek multikultural dan mengkonsepsi secara sistematik terprogram dan kontinyu.
Multikulturalisme
dapat dijelaskan sebagai suatau pemahaman, penghargaan, dan penilain atas
budaya seseorang, sebuah penghormatan dan keinginantahuan tentang budaya etnik
lain, bukan dalam artian menyetujui seluruh aspek kebudayaan tersebut, melainkan mencoba
melihat bagaimana kebudayaan dapat mengekspresikan nilai bagi
anggota-anggotanya. Dimana kebudayaan menurut A.L Kroeber dan C. Kluckbhohn
dalam bukunya Cultur, a Critical Review
of Concepts and definitions (1952) mendifinikan kebudayaan sebagai
manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya,
(Widyosiswoyo, 1993:31).
Multikulturalisme
dapat pula di pahami sebagai kesadaran normatif dan penerimaan keragaman,
pandangan seperti ini merupakan titik tolak dan fondasi bagi kewarganegaraan
yang berkeadaan dan disinilah multikulturalisme dapat di pandang sebagai
landasan transformasi dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan
multikulturalisme merupakan pengajaran yang relevan secara kultural. Pendidikan
multikultural harus menjadi bagian dari setiap pelajar agar dapat mempelajari
perspektif kultur yang berbeda-beda. (Santrock,2008:185).
Dalam kaitan
paparan di atas fungsi guru/dosen memiliki andil besar untuk menanamkan
nilai-nilai yang terkait menjadi suatu kebutuhan, guna menghasilkan generasi
muda yang memiliki kesadaran multikultural secara utuh sehingga dapat menerima
realitas keragaman dalam hidupnya yang secara arif, baik dalam kehidupannya di
sekolah/kampus maupun di masyarakat dengan sikap yang demokratis. Dalam konteks
itulah dicoba menawarkan suatu pola kurikulum yang berwawasan multikultral
dengan berbasis kompotensi.
Kurikulum yang
berwawasan multikultral tersebut, menjadikan perguruan tinggi sebagai sasaran
utama dikarenakan civitas akademis menjadi sentral pengodokan pelbagai ilmu dan sains lewat banyak sudut pandang dan perspektif, aliran-aliran. Pengungkapan pelbagai ilmu pengetahuan dari banyak sudut pandang ini memerlukan satu pengertian yang sama, yakni untuk mencari kebenaran sebuah ilmu.
Berdasarkan
pemikiran diatas maka penulis menyadari keberadaan ajaran ilmu pengetahuan
Multikulturalisme sebagai salah satu mata kuliah pilihan di Sekolah Tinggi
Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta memiliki potensi untuk meningkatkan kesadaran
sikap toleransi dalam menerima perbedaan, baik di lingkungan kampus maupun di
masyarakat. Oleh karena itu penulis memiliki ketertarikan untuk meneliti sejauh
mana pemahaman dan penerapan mahasiswa yang aktif maupun yang sudah menjadi
alumni dalam mengahadapi pluralis dengan ajaran multikulturalisme.
Berdasarkan
permasalahan di atas dan kepustakaan yang ada maka penulis mengkerucutkan
permasalahan yang akan di bahas dalam penulisan tersebut, sehingga materi
penulisan tidak meluas maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti
yaitu, tentang bagaimana hubungan pendidikan multikulturalisme dengan kompetensi
pluralis mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta.
1.1 Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini dapat di
indentifikasi sebagai berikut:
1.1.1 Sejauh mana pengaruh mata kuliah
multikulturalisme dengan kompetensi pluralis terhadap mahasiswa Sekolah Tinggi
Agama Hindu Dharma Nusantara?
1.1.2 Apakah terdapat keseimbangan
nilai perolehan mahasiswa dengan penerapan di lingkungan masyarakat?
1.1.3 Apakah
ada hubungan mata kuliah multikulturalisme dengan kompetensi Pluarlis Mahasiswa
Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta?
1.1 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang dan pembatasan masalah diatas, maka penulis mmendapatkan
rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
Apakah ada hubungan
mata kuliah multikulturalisme dengan kompetensi Pluralis Mahasiswa Sekolah
Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta?
1.2 Kegunaan
atau Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka manfaat yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1
Bagi
Peneliti
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan pemahaman teoritis lebih mendalam mengenai
wacana pluralis yang ada di Indonesia yang dampaknya terhadap sikap keagamaan
masyarakat khususnya mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Nusantara Jakarta.
1.2.2 Bagi Akademis
a.
Hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk menambah kepustakaan Sekolah Tinggi Agama
Hindu Dharma Nusantara Jakarta sehingga dapat digunakan sebagai refrensi bagi
penelitian lain yang hendak meneliti terkait pendidikan Multikulturalisme.
b.
Sebagai
rujukan yang bermanfaat untuk memberikan pengenalan pengetahuan serta pemahaman
kepada mahasiswa terkait wacana kemajemukan sosial.
c.
Dapat
di gunakan sebagai informasi bahan evaluasi terkait dengan pendidikan
Multikulturalisme yang telah diajarkan kepada mahasiswa Sekolah Tinggi
Agama
Hindu Dharma Nusantara Jakarta.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Konsep dan Teori
2.1.1. Multikulturalise
Multilkuturalisme dapat dipahami dalam tatanan masyarakat
dengan mengunakan berbagai konsep. Berbagai konsep yang berkaitan dengan
multikulturalisme antara lain; demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai
budanya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa,
kebudayaan etnik, dan keyakinan keagamaan.
Untuk dapat lebih memahami multikulturalisme
para ilmuwan dunia memberikan definisi dengan menggunakan kata “kultur”.Begitu
banyak ilmuwan dunia yang memberikan definisi tentang kultur, mereka adalah:
Elizabeth B. Taylor (1832-1917) dan L.H. Morgan (1818-1881) yang mengartikan
kultur sebagai sebuah budaya yang universal bagi manusia dalam berbagai macam
tingkatan yang dianut oleh seluruh anggota masyarakat.Emile Durkheim
(1858-1917) dan Marcel Maus (1872-1950) menjelaskan bahwa kultur adalah
sekelompok masyarakat yang menganut sekumpulan simbol-simbol yang mengikat dia
dalam sebuah masyarakat untuk diterapkan. Franz Boas (1858-1942) dan A.L.
Kroeber (1876-1960) mendefinisikan bahwa kultur adalah hasil dari sebuah
sejarah-sejarah khusus umat manusia yang melewatinya secara bersama-sama di
dalam kelompoknya.A.R. Radcliffe Brown (1881-1955) dan Bronislaw Malinowski
(1884-1942) menggambarkan kultur sebagai sebuah praktik sosial yang memberikan
support terhadap struktur sosial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
individunya. Ruth Benedict (1887-1948) dan Margareth Mead (1901-1978)
menjelaskan bahwa kultur adalah keperibadian yang ditulis dengan luas;
bentuk-bentuk dan sekaligus terbentuknya kepribadian tesebut di tentukan oleh
kepribadian oleh anggotanya.Julian Steward (1902-1972) dan Leslie White
(1900-1975) menjelaskan bahwa kultur adalah sebuah cara untuk beradaptasi
dengan lingkungannya dan membuat hidupnya terjamin. Morton Fried (1923-1986) dan
Marwin Haris (1927) mendifinisikan kultur sebagai sebab-sebab fisik dan
ekonomis yang dapat menyebabkan munculnya kultur itu sendiri dan juga sekaligus
dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang ada di dalamnya. Claude-Straus
(1908-) berpendapat bahwa semua kultur adalah refleksi dari struktur biologis
yang universal dari pikiran manusia.
Harold Conklin (1926-) dan
Stephen Tayler (1932) mendifinisikan kultur sebagai sebuah alat yang mengatur
mental yang dapat menentukan bagaimana seorang anggota sebuah kelompok
masyarakat memahami dunianya. E.O.Wilson (1929) dan Jeromen Barko (1944)
berpendapat bahwa kultur adalah ekpresi yang tidak terlihat dari ciri-ciri
genetik khusus. Sherry Ortner (1941) dan Michelle Rosaldo (1944-1981)
berpendapat bahwa kultur adalah peran-peran bagi para wanita dan cara-cara yang
dipakai masyarakat untuk mengerti tentang jenis kelamin.Mary Douglas (1921) dan
Cliffort Gertz (1926-2006) berpendapat bahwa kultur adalah sebuah cara yang
dipakai oleh semua anggota dalam sebuah kelompok masyarakat untuk memahami
siapa diri mereka dan untuk memberi arti pada kehidupan mereka. Renato Rosaldo
(1941) dan Vincent Crapanzano (1939) berpendapat bahwa kultur tidak akan pernah
dapat digambarkan dengan komplet dan jelas karena pengertian-pengertian tentang
kultur pasti merefleksikan bias-bias dari para peneliti. (Naim dan Sauqi,
2008:121-122).
Berdasarkan penjelasan
pengertian kultur diatas, yang sangat beragam dari pemikiran para ilmuwan, maka
penulis memiliki kecenderungan dalam memberikan pengertian kultur
tersebut. Yakni kultur sebagai aneka
ragam sejarah khusus yang dapat berupa simbol-simbol, ekspresi yang tidak
terlihat, refleksi dari biologis serta sebab-sebab dari fisik dan ekonomis,
yang dapat digunakan mengatur mental dan memahami diri sendiri dalam hal
keperibadian agar dapat beradaptasi pada lingkungan sekitar untuk melakukan
praktek atau melangsungkan kegiatannya sesuai dengan kenyakinan masing-masing
baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan bermasyrakat.
Sehingga
multikulturalisme dapat diartikan sebagai kebudanyaan-kebudayaan yang merupakan
kearifan local yang ada pada setiap daerah yang bersumber dari pikiran manusia
dan lingkungan alam. Data kebudayaan yang berasal dari alam yakni, benda alam ,
pristiwa alam dan makhluk hidup yang dimaknai oleh manusia memiliki peran dalam
penyelenggaran hidup.
Meskipun begitu banyak ragam pengertian kultur yang didefinisakan oleh berbagai ilmuwan, tetapi ada juga beberapa titik kesamaan yang mempertemukan keragaman definisi yang ada. Salah satunya dapat dilakukan lewat pengedentifikasian karakterikstiknya. Conrad P. Kottak menjelaskan bahwa kultur memiliki beberapa krakter khusus.
Pertama, kultur adalah sesuatu hal yang general dan spesifik sekligus. General artinya setiap manusia di dunia ini mempunyai kultur, dan spesifik berarti setip kultur pada kelompok masyrakat yang berbeda-beda antar satu dengan yang lainnya. Seperti Jawa yang berbeda, budaya lokal yang berbeda, dan sebagainya.
Kedua, kultur adalah
sesuatu yang dipelajari manusia dalam belajar. Dalam hal ini, ada tiga macam
bentuk pembelajaran, yaitu: belajar individu secara situsional, pembelajaran
situasi secara situasi, dan pembelajaran kultur, yaitu suatu kemampuan unik
pada manusia dalam membangun kapasitasnya melalaui simbol-simbol atau
tanda-tanda yang tidak ada hubungannya dengan asal-usul di mana mereka berada.
Ketiga, kultur adalah sebuah simbol. Dalam hal ini, simbol dapat berbentuk sesuatu yang verbal dan non verbal, dapat juga berbentuk bahasa khusus yang hanya dapat diartikan secara khusus pula dan tidak dapat diartikan. Simbol ini kadang tidak ada hubungannya dengan apa yang disimbolisasikan. Seperti dengan kata “Harimau” merupakan sebutan untuk seekor hewan. Namun sampai saat ini pun menjadi tanda tanya, kata harimau adalah simbol bagi salah satu hewan buas menurut masyarakat kita, sedangkan bangsa lain ada yang menyebut denga “tiger” .di sisi lain, ada juga simbol no-verbal seperti sebuah bendera yang dapat mewakili sebuah Negara.
Keempatkultur dapat
membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami. Secara alamiah, manusia harus
makan dan mendapatkan energi, kemudian kultur mengajarkan pada manusia untuk
makan jenis apa, kapan waktu makan, dan bagaimana cara makan.
Kelima, kultur adalah
sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi individu
sebagai anggota dari kelompok masyarakat.
Keemam, kultur adalah
sebuah model. Artinya, kultur bukan
kumpulan adat istiadat dan kepercayaan yang tidak ada artinya sama sekali.
Kultur adalah sesuatu yang disatukan dan sitem-sistem yang tersusun dengan
jelas. Adat istiadat, institusi, kepercayaan dan nilai-nilai adalah sesuatu
yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Contoh pada masa 1970-an,
wanita Indonesia mayoritas memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Kemudian
setelah itu hingga awal tahun 1990-an, mayoritas mereka sudah memilih untuk melanjutkan
sekolah dan bekerja secara professional, di samping menjadi ibu rumah tangga.
Namun pada masa sesudah itu hingga sekarang, mayoritas wanita Indonesia
mempunyai kesadaran untuk meningkatkan karier mereka dan menjadi pekerja
professional. Pada zaman modern ini pandang mayoritas wanita tentang
perkawinan, rumah tangga, dan keluarga berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang
bersifat adaptif. Artinya, kultur adalah merupakan sebuah proses bagi sebuah
populasi untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya.
Sehingga semua anggotanya melakukan usaha maksimal untuk bertahan hidup dan
melanjutkan keturunan, dengan mengunakan karaktristik-karakteristis biologis
maupun kultural (adaptif).
Dari ketujuh karakter
khusus kultur yang telah dijelaskan, maka dapat di simpulkan bahwa
Multikukturalisme adalah sebuah paham tentang kultur yang beragam. Dalam
keragaman kultur ini meniscayakan adanya pemahaman, saling pengertian,
toleransi, dan sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang damai dan
sejahtera serta terhindar dari konflik yang berkepanjangan.
Sementara Abdullah
menyatakan bahwa multikulturalisme adalah sebuah paham yang menekankan pada
kesenjenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan
hak-hak dan ekstensi budaya yang ada. Dengan kata lain, penekanan utama
multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya. Multikulturalisme suatu paham
atau situasi-kondisi masyrakat yang terssusun dari banyak kebudayaan.
Multikulturalisme yang sering merupakan perasaan nyaman yang dibentuk oleh
pengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilan yang mendukung suatu proses
komunikasi yang efektif.
Multikulturalisme
sebenarnya merupakan konsep di mana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan
yang dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras,
suku, etnis, dan agama sebagai masyarakat multikultur. Masyarakat multikultur
adalah masyrakat yang senantiasa memiliki optimis untuk menyelesaikan persoalan
apa pun yang dihadapi. Dengan demikian, masyarakat multikultural adalah mereka
yang memiliki apresiasi serta simpati dan telah mempelajari juga
menggunakan kebudayaan secara efektif,
cepat, jelas, serta ideal dalam interaksi dan komunikasi dengan orang lain,
(Naim dan Sauqi, 2008:123-126).
Multikulturalisme
adalah hal yang merupakan penyebab munculnya masalah. Isu eksklusi dari
kelompok-kelompok minoritas dalam demokrasi akan membawa kita kepada beberapa
kontroversi. Sebab multikulturalisme sendiri dapat diperlakukan sebagai sebuah deskriminasi
tentang kenyataan. Jika diperlakukan sebagai sebuah diskriminasi.
2.1.2 Kompetensi
Kompentensi adalah
kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. Kemampuan dasar tesebut akan dijadikan landasan dalam melakukan proses pembelajaran dan penilaian
siswa. Dalam dunia pendidikan siswa harus memiliki kemampuan minimal yang disebut dengan kompotensi dasar dalam mengawali proses belajar. Belajar dengan kompotensi dasar yaitu belajar dengan proses yang berkelanjutan, pengujian yang berkelanjutan, dan guru selalu menganalisis hasil yang dicapai terhadap siswa, (Yamin,2003:127).
Kompetensi
dasar dalam bidang kemampuan intelek/pengetahuan misalnya, pada tingkat
pengetahuan kompotensi dasarnya adalah mengetahui istilah umum, mengetahui
hal-hal terperinci, mengetahui metode dan prosedur, mengetahui konsep dasar dan
mengetahui prinsip-prinsip. Kemudian pada tingkat pemahaman dapat memahami
fakta dan prinsip, memperkirakan akibat-akibat yang akan datang dan
menginterprestasi secara lisan.
Pada
tingkat penerapan kompetensi dasarnya menerapakan konsep dan prinsip terhadap
situasi baru, menerapkan hukum dan teori pada situasi praktis, dan
mendemonstrasikan penggunaan secara benar.
Sedangkan dalam tingkat analisis dapat mengenali anggapan yang tidak
dinyatakan, mengenali kesalahan logika dalam memberi alasan, membedakan antara
fakta dan kesimpulan, dan menganalisa struktur organisasi suatu karya.
2.1.3 Pluralis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pluralis adalah kategori jumlah yang menunjukan lebih dari satu atau lebih dari dua dalam bahan yang mempunyai analisis. Pluralis lebih mengarah pada perbedaan yang pola pikirnya berjalan pada masing-masing jalannya sendiri, atau tidak ingin tahu perbedaan yang ada disekitarnya. Sehingga dalam kehidupan masyrakat pluralis dapat terjadi diskriminasi antara komunitas yang satu dengan yang lainnya meskipun pluralis berwawasan multikultural. Adapun ciri-ciri orang yang pluralis adalah sebagai berikut:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pluralis adalah kategori jumlah yang menunjukan lebih dari satu atau lebih dari dua dalam bahan yang mempunyai analisis. Pluralis lebih mengarah pada perbedaan yang pola pikirnya berjalan pada masing-masing jalannya sendiri, atau tidak ingin tahu perbedaan yang ada disekitarnya. Sehingga dalam kehidupan masyrakat pluralis dapat terjadi diskriminasi antara komunitas yang satu dengan yang lainnya meskipun pluralis berwawasan multikultural. Adapun ciri-ciri orang yang pluralis adalah sebagai berikut:
2.1.4 Pendidikan Pluralis-Multikulturalisme
- Memiliki sikap saling menghormati terhadap keragaman yang ada di tengah-tengah masyarakat.
- Merasa bangga terhadap kulturnya maupun kultur orang lain
- Menjujung nilai-nilai kesetaraan
- Memiliki rasa keadilan
- Memiliki kesadaraan perbedaan budaya
- Menyadari factor sejarah, social, dan politik
- Meiliki rasa kerja sama atau gotong royong
- Tidak mudah berprasangka buruk
- Selalu berpikir positif dalam menghadapi masalah
- Memiliki rasa penghayatan terhadap kearifan local
- Memiliki rasa kebersamaan
- Mempunyai sikap toleransi yang tingggi dalam memandang semua perbedaan
- Selalu berfikir bahwa perbedaan adalah hal yang patut disyukuri karena rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
- Memandang perbedaan sebagai mitra yang harus di hormati dan dihargai
- Menjadikan keragaman sebagai bagian yang harus diapresiasi secara konstruktif.
- Memiliki pandangan yang universal
- Memiliki rasa tennggang rasa
- Selalu menerima perbedaan dalam hal apa pun
- Mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan di manapun ia berada
- Mau berintraksi dan berkomunikasi terhadap orang lain
- Mencintai kebenaran dan membenci ketidak benaran
Menurut Suparlan konsep
pliralisme merujuk pada kaeneragaman “secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa
yang menjadi ciri masyrakat majemuk” sedangkan multikulturalisme “menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan”. Sehingga kedua suku kata
tersebut tidak bisa dipisahkan dalam dunia pendidikan, (Budiman, 2009:248).
Pendidikan
pluralis-multikulturalisme adalah pendidikan yang memberikan penekanan terhadap
proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran
terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan
tingkat pluralitas yang tinggi. Dengan pendidikan pluralis-multikulturalisme,
diharapkan akan lahir kesadaran dan pemahaman secara luas yang diwujudkan dalam
sikapyang toleran, bukan sikap yang kaku, eksklusif dan menafikan eksistensi
kelompok lain maupun mereka yang berbeda apa pun bentuk perbedaannya.
Dalam
pendidikan multikultural selalu muncul dua kata kunci yakni pluralitas dan
kultur. Sebab pemahaman terhdap pluralitas mencakup segala perbedaan dan
keragaman, apapun bentuk perbedaan dan keragamannya. Sedangkan kultur itu
sendiri tidak bisa terlepas dari empat tema penting yaitu; aliran atau agama,
rasa atau etnis, suku dan budaya.
Sehingga hal mendasar yang seharusnya disadari bersama adalah bahwa pendidikan yang seragam dan tidak menghargai terhadap pluralitas justru banyak membawa implikasi negatif. Penyeragaman bukan saja mematikan kreativitas, tetapi tetapi lebih jauh juga dapat melahirkan sikap dan cara pandang yang tidak toleran. Sehingga dalam membanggun pendidikan yang berpradigma pluralis-multikulturalisme merupakan kebutuhan yang tidak ditunda lagi.
Kata pluralitas dan
multikulturalisme sedang menjadi perhatian dalam masyarakat, sebab kedua
istilah ini tidak bisa dipisahkan dari perkembangan zaman. Saat ini
perbincangan tentang pluralitas dan multikulturalisme lebih mengarah pada aspek
agama, sosial ataupun politik. Sementara yang membahasnya dari aspek pendidikan
relatif lebih sedikit. Oleh karena itu, pendidikan pluralis-multikultural
relatif belum banyak dikenal luas oleh masyarkat. Hal ini dapat di maklumi
mengingat baru bebarapa tahun belakangan ini sering muncul beberapa persoalan
yang berkaitan dengan identitas bangsa Indonesia yang pluralis-multikultural.
Apalagi peran pendidikan pluralitas-multikulturalisme kurang begitu meyakinkan
bagi masyarakat yang seharusnya memberikan apresiasi secara maksimal terhadap diskursus ini. Dan yang harus mengapresiasi pendidikan
mutikultral ini adalah masyrakat yang secara objektif memilki anggota yang
heterogen dan pluralis.
Pendidikan pluralisme
dan multikulturalisme sebenarnya sudah mulai bermunculan dalam beberapa waktu
terakhir. Frans Magnis suseno, misalnya, mendefinisikan pendidikan pluralisme
sebagai suatu pendidikan yang mengendalikan kita untuk membawa visi pada
cakrawala yang lebih luas serta mampu melintas batas kelompok etnis atau
tradisi budaya dan agama kita, sehingga kita mampu melihat “kemanusian” sebagai
sebuah keluarga yang memiliki perbedaan maupun kesamaan cita-cita. Sehingga
mampu memberikan nilai-nilai dasar kemanusian unutk perdamaian, kemerdekaan,
dan solidaritas.
Sementara Ainurrafiq
Dawam menjelasakan bahwa pendidikan multikultur adalah proses pengembangan
seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan hegeterogenitasnya
sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Dengan
demikian, pendidkan multikulturalisme mengkehendaki penghormatan dan penghargaan
setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia dari mana pun dia
datangnya dan berbudaya apa pun dia. Dengan tujuan yang penuh harapan dalam
terciptanya kedamaian sejati, keamanan yang tidak dihantui kecemasan, dan
kebahagian tanpa rekayasa.
Dalam konteks masyarakat, masyarkat plural
memang saling berbeda dengan masyarakat multikultur. Masyarakat plural adalah dasar berkembangannya tatanan masayarakat multicultural, dimana masyarakat dan budaya berinteraksi dan berkomunikasi secara intens. Menjadi realitas yang tidak bisa dihindari bahwa selain plural secara agama, masyarakat juga majemuk secara budaya. Dalam hal kemajemukan budaya, sikap pluralis berasanding dengan sikap multicultural. Pluralisme mengandung pengertian kemajemukan agama, sementara multikulturalisme lebih pada kemajemukan budaya, walaupun definisi agama dan budaya sangat beragam.
Sedangkan nilai dasar
dari konsep pendidikan ini adalah toleransi, yaitu menghargai segala perbedaan
sebagai realitas yang harus diposisikan sebagai mestinya bukan dipaksakan untuk
masuk kedalam satu konsepsi tertentu.Sehingga dalam konteks Indonesia yang penuh
dengan kemajemukan, pendidikan pluralis-multikultural memiliki peranan yang
sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara krearif. Sebab
masyarakat Indonesia sampai saat ini dihadapkan satu persoalan serius yaitu;
benturan dan konflik yang disebabkan oleh faktor pluralis-multikulturalisme.
Pola penyelesaian konflik secara parsial, seperti hanya lewat pendakatan
keamanan, tidak akan mampu menghentikan konflik secara tuntas. Penyelesaian
secara sistematis lewat jalur pendidikan merupakan salah satu alternatif
strategis yang penting untuk dipertimbangkan.
Dalam pendidikan
pluralis-multikultural tidak hanya dibutuhkan oleh seluruh anak atau peserta
didik, tidak hanya menjadi target prasangka social kultural, atau anak yang
hidup dalam lingkungan social yang heterogen, namun seluruh anak didik
sekaligus guru dan orangtua sangat dibutuhkan untuk terlibat dalam pendidikan
pluralis-multikultural dalam mewujudkan terjadinya manusia-manusia yang
menghargai perbedaan, lingkungan dan realitas yang majemuk.
2.1.5 Tujuan Pendidikan Pluralis-Multikulturalisme
Menurut Clive Back pendidikan
pluralis-multikulturalisme memiliki tujuan didalam kehidupan masyarakat yang
majemuk, yaitu:
- Teaching “etnic” students about their own ethnic culture, including perhaps some “heritage language” instruction;
- Teaching all students about various traditional cultures, at home and abroad. While such studies can be pursued in a variety of ways, what is usually missing is systematic treatment of fundamental issusues of culture and ethnicity;
- Promoting acceptance of etnic diversity in society;
Showing that people of diferents religions, races, national background and so on are equel worth;- Fostering full acceptance an aquitabel treatment of the etnic sub-cultures associated with differend religious, races, national background, etc. in one’s own country and in other parts of the word; and
- Helping student to work toward more adequate cultural forms, for themselvels and for society, (Naim dan Sauqi 2008; 52).
Berdasarkan
beberapa tujuan menurut Clive back diatas, maka kecenderungan penulis memaknai
bahwa tujuan pendidikan pluralis-multikulturalisme adalah membantu mahasiswa
dalam mempelajari ajaran kesukuan termasuk mengenai budaya bahasa, baik didalam
keluarga dan juga di masyarakat bahkan di luar negeri. Selain itu pendidikan pluralis-multikulturalisme
dapat memperkenalkan perbedaan yang ada dimasyakat dan menolong mahasiswa
bekerja dengan fokus dalam budaya bagi diri sendiri dan masyarakat.
Untuk
mewujudkan pendidikan yang berbasis pluralis-multikulrural seperti ini, pada
setiap kenyakinan, setiap kelompok atau komunitas pendidikan perlu menanamkan
kesadaran bahwa keragaman dalam hidup sebagai suatu kenyataan yang harus
dihadapi dan disikapi dengan penuh kearifan, dan juga perlu memerlukan
kesadaran moralitas dan kebijakan. Tentu saja, penanaman konsep seperti ini
dilakukan dengan tidak mempengaruhi kemurnian masing-masing agama yang
dinyakini kebenarannya oleh anak didik. Dalam hal ini dimaksudkan agar tidak
kesalahpahaman yang dapat membuat atau membentuk sikap apatis, yang menimbulkan
pandangan negatif terhadap perbedaan yang ada.
Upaya
untuk meningkatkan kerukunan umat masyarkat majemuk hendanknya terus di
upayakan dan di kembangkan. Pendidikan Pluralis-multikulturalisme yang
memberikan pandangan terhadap berbagai perbedaan dalam kehidupan yang mana
dalam perbedaan tersebut terdapat ajaran nilai-nilai kearifan lokal sangat
perlu di kembangkan. Menggali dan mengembangkan kearifan lokal seperti
menumbuhkan “rasa persaudaran” dan sikap prilaku ke”kita”an yang di Bali
disebut “manyamabraya” dan “tatwam asi” kiranya perlu di tumbuh kembangkan.
(Titib, 2003:39).
Pengembangan dan
penerapan kearifan lokal sangat penting dan strategis dalam rangka pencerdasan
bangsa yang mejemuk. Mengingat kerarifan local merupakan kecerdasan yang
dihasilkan berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri sehingga menjadi milik
bersama dalam masyarakat pemilik kebudayaan bersangkutan. Dan kearifan lokal sangat memiliki ketahanan, kekuatan serta kemampuan dalam mengahadapi kekuatan dari luar. Jika kearifan local hilang atau musnah, keperibadian bangsa pun memudar. (E.X. Rahyono 2009:8).
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Pada hakikatnya, penelitian bukanlah suatu penemuan yang baru yang berdiri sendiri melainkan sesuatu yang berkaitan dengan hasil penelitian sebelumnya. Hasil penelitian sebelumnya ini adalah untuk mengkaji kemiripan penelitian yang telah dilakukan dan untuk mengetahui posisi penelitian yang akan dilakukan. Adapun kajian yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan di lakukan oleh peneliti yaitu:
- Skripsi Anak Agung Gede Yudha Mahaputra, Nida: 2010.02.0247, dengan judul “Tri Hita Karana Sebagai Konsep Pluralisme Dalam Hindu” TP.2013/2014. Skripsi ini lebih menekankan bahwa konsep Tri Hita karana dalam Hindu dapat dipandang sebagai ajaran pluralisme.
- Ngainun Naim dan Ahmad Sauqi, Pendidikan Multikultural, buku ini menguraikan begitu banyak gambaran dan konsep tentang pendidikan multikulturalisme dan pluralis, dengan penuh harapan mampu menciptakan kedamaian yang sejati, keamanan yang tidak dihantui kecemasan dan kebahagian tanpa rekayasa. Hanya saja buku ini tidak menuliskan secara gamlang tentang ciri-ciri orang yang pluralis. Walaupun demikian pembaca dapat mengerti tentang sikap pluralis setelah membaca buku tersebut. Sehingga penulis merasa sangat berhutang budi karena sebagain besar dasar pemikiran buku ini digunakan.
- Jurnal harmoni, Pengembangan Wawasan Multikulturalisme. Jurnal ini menekankan bahwa pendidikan pluralis-multikultural perlu di hayati agar konflik yang dipicu oleh perbedaan tidak terulang lagi. Sehingga dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan daya pikir penulis untuk memahami dan mengenali sikap yang harus di miliki sorang yang pluralis.
2.3 Oprasional Konsep
Pluralis-Multikulturalisme adalah hal sangat berkaitan dan sulit dibedakan, sehingga kedua istilah ini tidak bisa dipisahkan dari perkembangan zaman sebab selalu menjadi perhatian dalam masyarakat. Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini.
Bagan
diatas menggambarkan pola pikiran peneliti dalam menentukan arah titik fokus
penelitian. Dimana multikulturalisme sebagai mata kuliah yang akan
ditransformasikan dalam proses belajar mengajar oleh dosen kepada masasiswa.
Sehingga mahasiswa mampu meningkatkan kompetensi pluraslis yang ada dalam diri mereka
masing-masing.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis
adalah jawaban sementara terhadap maslah penelitian yang kebenarannya masih
dianggap lemah. Karena kebenarannya akan baru teruji melalui data-data yang di
kumpulkan, (Purwanto,2001: 99)
Pemberian
mata kuliah multikulturalisme sebagai mata kuliah pilihan di Sekolah Tinggi Agama
Hindu Dharma Nusantara Jakarta memiliki hubungan dengan kompetensi pluralis
mahasiswa dalam meningkatkan rasa toleransi dalam masyarakat yang majemuk.
Melalui mata kuliah ini dosen memberikan daya kemampuan dalam memperaktekan
atau menerapkannya di masyarakat. Peran ilmu multikulturalisme sangat penting
dalam meningkatkan potensi sikap toleransi sebagai bukti sikap pluralis dalam
menjalin persatuan perbedaan di
lingkungan sekitar. Multikulturalisme juga dapat dimaknai sebagai pembawa
perdamaian yang mengacu pada konflik perbedaan pada bangsa yang majemuk,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan multikulturalisme dengan kompoten
pluralis mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tujuan penelitian
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tujuan penelitian
Tujuan dari
peneilitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang apakah terdapat
hubungan mata kuliah multikulturalisme dengan kompetensi pluralis Mahasiswa
Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta. Dan tujuan secara mendalam
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
- Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman mahasiwa atas pluralisme yang ada di Indonesia.
- Untuk mengetahui tingkat toleransi mahsiswa setelah memepelajari mata kuliah multikulturalisme dalam menyikapi perbedaan dalam kehidupan masyarakat.
3.2 Latar Penelitian
Latar pada
penelitian ini dilakukan dalam upaya mengetahui gambaran tentang hubungan
kompetensi pluralis mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara
Jakarta dengan mata kuliah
Multikulturalisme, yang diterapkan sebagai mata kuliah pilihan di sekolah
tinggi tersebut. Penulisi ingin mengetahui sejauh mana penerapan sikap yang
pluralis di lakukan mahasiswa dalam menghadapi perbedaan di masyarakat mau pun
di kampus sendiri.Keinginan tahuan
didasari dengan tinggi-rendahnya kompetensi yang dimiliki mahasiswa maupun
alamuni yang di ukur berdasarkan nilai mata kuliah multikultuiralisme yang
diperoleh.
Saat ini berteori
adalah hal yang sangat mudah namun, melakukan penerapan atau aksi nyata adalah
hal yang paling sulit di lakukan, sehingga jika hasil penelitian nantinya
terjadi ketidak seimbangan, maka perlu dilakukan pengkajian tentang bagaimana
cara-cara yang harus di lakukan agar kompetensi berdasarkan teori mampu di terapkan malalui aksi nyata dalam menghadapi perbedaan yang bergitu rawan konflik.
Secara geografis penelitian ini dilakukan di Sekolah Tinggi Agma Hindu Dharma Nusantara Jakarta, Jalan. Daksinapati Raya Nomor.10 Rawamangun, Jakarta Timur.
3.3 Metode Penelitian
Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan
sesuatu, sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,
merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporan penelitian. Jadi metode
penelitian merupakan suatu cara yang dilakaukan untuk memperoleh kembali
pemecahan terhadap segala permasalahan. (Rianse, 2009:1). Adapun istilah penelitian, yang dikemukan oleh
beberapa penulis, antara lain:
- David H. Penny menjelaskan penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai sebagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.
- J. Suprapto mengemukakan bahwa penelitian adalah penyelidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sitematis.
- Sutrisno Hadi menyatakan bahwa sesuai dengan tujuannya penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran atau suatu pengetahuan
Dari beberpa pengertian tentang penelitian yang
dikemukan oleh beberapa penulis maka dapat pahami bahwa metode penelitian jugamerupakan suatu cara dalam penelitian
ilmiah secara sistematis dan terarah sehingga dapat mencapai hasil yang
diinginkan.
Dalam penelitian ini
mengunakan penelitian ex post facto yang
sering juga disebut dengan after the fact. Artinya, penelitian yang dilakukan
setelah sesuatu kejadian itu terjadi. Ex post facto disebut juga restropective
study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran kembali terhadap suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian kemudian menuntut ke belakang untuk mengetahui factor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.
3.4 Populasi,Sampling Dan Teknik Sampling
3.4.1
Populasi
Populasi adalah
jumlah keseluruhan yang menjadi subjek penelitian. Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara
Jakarta.
3.4.2
Sampling
Sampel adalah
sebagaian anggota yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti,
xserta dianggap mewakili seluruh polpulasi. Sampel dalam penelitian ini adalah
mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta dalam hal ini
tentang makna dan manfaat multikulturalisme terhadap mahasiswa Sekolah Tinggi Agama
Hindu Dharma Nusantara Jakarta. sampling ini diambil dari mahasiswa yang telah
mempelajari mata kuliah multikulturalisme.
3.4.3
Teknik Sampling
Adapun teknik
sampling yang digunakan adalah teknik random sampling yaitu cari menarik,
contoh yaitu dengan carai acak-acakan untuk mengetahui populasi Penelitiannya.
Teknik sampling
random ini digunkan untuk menghemat waktu, dana, amdan tenaga maka dari itu
orang mengambil dengan jalan pintas yaitu dengan random sampling atau acak.
3.2 Teknik
Pengumpulan Data
Adapun
teknik yang dipergunakan dalam
pengumpulan data dari penelitian ini, yaitu:
3.5.1 Teknik
angket
Teknik ini digunakan
untuk mengumpulkan data dari responden dengan cara mengajukan pernyantaan
secara tertulis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang berkenan
dengan hubungan mata kuliah multikulturalisme terhadap kopetensi pluralis mahasiswa
Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta.
3.5.1 Teknik
kepustakaan
Digunkan untuk memperoleh data
tentang teori yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi dalam penelitian
yaitu dengan cara; membaca, mempelajari, mencatat dari berbagai macam buku dan
literature yang mendukung masalah yang diteliti
3.5.2 Dokumentasi
Digunakan untuk mengumpulkan data
responden mengenai hasil belajar mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma
Nusantara Jakarta dalam mempelajari mata kuliah multikulturalisme.
3.5.3 Instrumen
penelitaan
a. Variabel
Penelitian
Pada penelitian
ini terdapat dua instrument yang digunakan yaitu variabel bebas (X) dan
variable terikat (Y). dalam hal ini yang menjadi variable bebas adalah
Multikulturalisme, sedangkan variable terikatnya adalah kompetensi pluralis Mahasiswa
Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara.
1) Multikultulisme
Secara konseptual
multikulturalisme didefinisikan sebuah paham yang menekankan pada
kesenjenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan
hak-hak dan ekstensi budaya yang ada. Dengan kata lain, penekanan utama
multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya. Multikulturalisme suatu paham
atau situasi-kondisi masyarakat yang terssusun dari banyak kebudayaan.
Multikulturalisme yang sering merupakan perasaan nyaman yang dibentuk oleh
pengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilan yang mendukung suatu proses
komunikasi yang efektif, (Naim dan Sauqi,2008:123).
Secara operasional
multikulturalisme adalah ilmu pengetahuan yang diajarakan dalam dunia
pendidikan, demi manambah wawasan setiap insan manusia yang hidup dalam
berbagai perbedaan. Dalam hal ini adalah nilai perolehan mahasiswa setelah
mempelajari mata kuliah multikulturalisme.
2) Kompetensi
Pluralis
Secara
konseptual kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki sesorang dalam bentuk apa
pun yang dapat di kembangkan. Sedangkan Pluralis Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah kategori jumlah yang menunjukan lebih dari satu atau lebih
dari dua dalam bahan yang mempunyai analisis.
Secara
operasional kompetensi pluralis adalah skor yang diperoleh sebagai gambaran
responden yang diukur melalui angket (instrument penelitian) yang dijawab oleh
responden.
3) Kisi-kisi
Instrument
Pengukuran
variable dalam penelitian ini menggunakan angket untuk mengetahui hubungan multikulturalisme
dengan kopetensi pluralisme mahasiwa Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma
Nusantara dalam penerapannya
5) Pengujian
Alat Ukur
a) Validatas
Instrument
Uji validitas
instrument dilakukan dengan analisis terhadap skor kompetensi pluralis yang
diperoleh dari hasil angket. Rumus yang digunakan adalah product moment.
3.6 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini,
penulis akan meneliti hubungan
multikulturalismedengan pontensi pluralisme mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu
Dharma Nusantara Jakarta. Penelitian ini memiliki latar belakang untuk
mengetahui apakah mata kuliah multikulturalisme memiliki hubungan dengan
kompetensi yang pluralis mahasiswa. Adapun komponen yang akan diteliti adalah
mahasiswa yang telah mendapat mata kuliah multikultural. Berikut ini adalah
desain penelitian yang akan peneliti lakukan .
Penelitian ini mengunakan dua sumber data yaitu data primer dan data skunder.
a. Data
Primer
Dalam penelitian
ini data primer adalah data yang berhubungan dengan hasil jawaban dari angket
yang diajukan ke responden.
b. Data
Skunder
Data skunder
dikumpulkan lewat referensi yang tersedia baik di perpustakan, buku-buku,
artikel, jurnal, dokumentasi, dan surat kabar baik tercetak maupun online. Data skunder merupakan data yang diambil atau
didapat di luar data primer.
3.1 Teknik
Analisis Data
3.7.1
Uji analisis
Untuk menguji ada atau tidaknya adanya hubungan
antara variable X dengan variabel Y, adapun teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Uji
Korelasi
Uji korelasi digunakan untuk
mengetahui hubungan antara multikulturalisme dan kompetensi pluralis mahasiswa
Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta. Rumus yang digunakan dalam
uji kolerasi ini adalah;
Keterangan:
N adalah jumlah siswa
X adalah nilai multikulralisme
Y adalah kompetensi pluralis
b. Uji
determinasi
Uji determinasi digunakan untuk
menentukan berepa persen keterkaitan antara multikuluralisme dengan kompetensi
pluralis mahsiswa. Uji determinasi menggunakan rumus: R²=r x 100%.
a. Uji
Regresi
Uji regresi ini digunakan untuk
meramalkan kenaikan nilai mana kala, nilai x dinaikan maka akan kenaikan nilai
b dan akan mempengaruhi Ŷ.
Dalam uji Regresi menggunakan
rumus:
Ŷ
= a + bx, dimana a menyatakan nilai dari multikulturalisme, b meyatakan nilai
kompetensi pluralis mahasiswa, sedangkan x menyatakan nilai kenaikan, apabila x
dinaikan nilainya maka akan mempengaruhi nilai Ŷ.
b. Uji
t
Uji t digunakan untuk melihat serta
menguji keakuratan hubungan antara dua variable yaitu x adalah
multikulturalisme dan dan variable y kopetensi pluralis. Pada uji t menggunakan
rumus:
3.7.1
Uji persyaratan analisis
a.
Uji Normalitas Data
Dalam
uji persyaratan analasis, uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah
data yang diperoleh berdistribusi norma atau tidak. Uji normalitas yang
digunakan adalah uji lilifors, dimana data dianggap normal apa bila L hitung
L
table.
Rumus
yang digunakan
Lo
= F (Zi) – S (Zi)
Keterangan:
Lo : L Observasi (harga mutlak)
F
(Zi) : Peluang anka baku
S
(Zi) : Proporsi angka baku
Krateria
normalitas yaitu:
Lo
L
table : hipotesi nol (Ho) diterima, dengan kesimpulan
populasi berdistribusi
normal.
Lo
L
table : hipotesi nol (Ho) ditolak, dengan kesimpulan
populasi tidak
berdistribusi normal.
b.
Uji Homogenetis
Dalam
uji persyaratan analasis, digunakan uji homogenitas data yamg menggunakan uji
Bartlet, dengan rumus :
1)
Variansi dari semua sampel
ѕ²ᵢ=∑(n-1)
/ ѕ²ᵢ (nᵢ-1)
2)
Harga satuan B
B
= (log ѕ²)∑ (nᵢ-1)
3)
Rumus Chi kuadrat
X²
= (In10){B-∑ (ni-1)log ѕ²ᵢ}
Dengan
taraf nyata, a, kita tolak hipotesis Ho x²
x²
(1-a)
(k-1), dimana
x² ² (1-a)
(k-1), didapat
dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1-a) dan dk = (k-1)
3.8 Hipotesisstatistik
Secara statistik hipotesis
dinyatakan sebagai berikut:
0 Response to "Proposal Penelitian Lengkap"
Post a Comment