Kerajaan Hindu di Indonesia Sebelum Kemerdekaan
HINDUALUKTA-- Tonggak perkembangan agama Hindu di Indonesia dimulai sejak abad ke empat masehi. Mulai abad ini Indonesia mulai memasuki jaman sejarah dan mengenal sistem kerajaan yang beragama Hindu.
Informasi tentang kedatangan Agama Hindu ke Indonesia
ada beberapa pendapat yang mengatakan:
a.
Pendapat
pertama; masuknya agama Hindu berdasarkan nama-nama tempat yang disebut-sebut
dalam Kitab Ramayana, seperti; Jawa Dwipa (sebutan untuk Pulau Jawa), Swarna
Dwipa (sebutan untuk Pulau Sumatra) dan Sisira Parwata (gunung
bersalju yaitu gunung tertinggi di Irian Jaya yang sekarang bernama Jaya Wijaya
). Berdasarkan atas nama-nama di atas diperkirakan agama Hindu telah masuk ke
Indonesia pada jaman Itihasa Ramayana,
b.
Pendapat
kedua mengatakan; masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh petualang-petualang
India yang gagah berani,
c.
Pendapat
ketiga; berpendapat bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh para
pedagang yang mengadakan hubungan perdagangan dari India ke Indonesia,
d.
Pendapat
keempat mengatakan bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh para
Pendeta yang berasal dari India,
e.
Pendapat
kelima mengatakan bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dilakukan oleh
orang-orang Indonesia sendiri yang datang ke India untuk belajar agama
Hindu, sepulangnya dari India orang Indonesia mengajarkan agama Hindu di
Indonesia.
2.1.a
Kerajaan Hindu di Kutai
Sebelum menguraikan
perkembangan agama Hindu di Kutai ada baiknya kita tembangkan sebuah Pupuh
Maskumambang yang memuat intisari Sejarah Agama Hindu di Kutai sebagai berikut:
Pupuh Kumambang
Mulawarman Raja Hindune di Kutai
Muja Dewa Siwa,
Pitu Yupane kapanggih,
Liannya Waprakeswara.
Daerah Kutai memiliki sejarah
yang besar dimana pada jaman dahulu sekitar tahun 400 Masehi atau abad IV di
daerah Kutai di Tepi Sungai Mahakam Kalimantan Timur pernah berdiri Kerajaan
Hindu Pertama yaitu Kerajaan Kutai.
Tentang keberadaan Kerajaan Kutai dapat
dibuktikan dengan diketemukannya Yupa Yupa adalah batu berdiri berbentuk
tiang dan bertulis yang digunakan dalam Uapacara Agama. Yupa ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa
berbahasa Sanskerta. Jumlah Yupa yang ditemukan di Kutai sebanyak 7 buah
dan salah satunya menyebutkan bahwa nama Kudungga berputra Aswawarman. Dan
Aswawarman berputra tiga orang putra yang tertua bernama Mulawarman.
Disebutkan dalam Yupa bahwa
Mulawarman sebagai raja yang sangat bijaksana, kuat dan berkuasa. Pada jamannya
Mulawarman menjadi Raja di Kutai Beliau telah melaksanakan Yadnya. Para
Brahmana pada jaman itu mendirikan Yupa untuk peringatan Yadnya itu. Pada Yupa
yang lain juga disebutkan bahwa raja Mulawarman telah menghadiahkan 80.000 ekor
sapi kepada para Brahmana, bertempat di lapangan suci Waprakeswara yaitu
lapangan yang sangat luas sebagai tempat suci untuk memuja Dewa Siwa
2.1.b Kerajaan Hindu di Jawa Barat
Perkembangan agama Hindu di
Pulau Jawa diawali dari Jawa Barat. Keberadaan agama Hindu di Jawa Barat
diperkirakan telah dimulai pada pertengahan abad ke-5 ditandai dengan
munculnya/berdirinya Kerajaan Hindu yang bernama Kerajaan Tarumanegara
dengan rajanya bernama Purnawarman.
Bukti-bukti bahwa di Jawa
Barat pernah berdiri Kerajaan Taruma Negara adalah dengan diketemukannya Saila
Prasasti. Dan di daerah Cibuaya ditemukan Arca Wisnu yang memperkuat
pembuktian bahwa di Jawa Barat pernah berkembang agama Hindu secara pesat.
Saila Prasasti adalah prasasti yang terbuat atau ditulis di atas batu yang
jumlahnya sebanyak 7 buah.
Yang termasuk dalam Saila
Prasasti meliputi:
a.
Prasasti Ciaruteun,
b.
Prasasti Tugu,
c.
Prasasti Kebon Kopi,
d.
Prasasti Pasir Awi,
e.
Prasasti Muara Cianten,
f.
Prasasti Lebak, dan
g.
Prasasti Jambu.
Isi Prasasti:
a.
Prasati Ciaruteun menggunakan huruf Pallawa dan
berbahasa Sanskerta yang
berbentuk syair yang memberikan keterangan tentang kerajaan Tarumanegara.
Isinya; “Inilah bekas dua kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah kaki
Yang Mulia Mulawarman Raja yang gagah berani di dunia”.
b.
Prasasti Tugu menguraikan tentang Raja
Purnawarman dalam tahun pemerintahannya yang ke-22 menggali sungai Gomati
dalam waktu 21 hari dengan panjang 12 km, di samping sungai yang sudah ada
yaitu sungai Chandrabhaga ( Bekasi ). Pekerjaan menggali sungai diakhiri dengan
menghadiahkan 2000 (dua ribu) ekor lembu kepada Brahmana.
Selain Kerajaan Taruma Negara di wilayah Jawa Barat, juga pernah berdiri
kerajaan Hindu yang sangat terkenal sampai sekarang dan diabadikan menjadi nama
salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung yaitu Kerajaan Padjajaran.
Kerajaan Padjajaran mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Prabhu Siliwangi. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa Prabhu Siliwangi moksa di Gunung Salak, Desa Taman Sari Bogor
Jawa Barat. Di dalam Pura tersebut ada sebuah pelinggih (candi) yang merupakan
tempat khusus untuk memuja Prabhu Siliwangi.
2.1.c Kerajaan Hindu di Jawa
Tengah
Agama Hindu memahami dan mengadakan pemujaan terhadap Dewa
Tri Murti. Pemujaan terhadap Dewa Tri Murti sudah dimulai sejak perkembangan
Agama Hindu di Jawa Tengah. Di Jawa Tengah pernah berdiri sebuah kerajaan Hindu
yang bernama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang Kemulan.
Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa di Jawa Tengah pernah
berdiri sebuah kerajaan Hindu dibuktikan dengan:
1.
Diketemukannya
Prasasti Tuk Mas di Lereng Gunung Merbabu. Prasasti Tuk Mas menggunakan angka
tahun 650 Masehi.
Isi dari Prasasti Tuk Mas adalah:
-
berisi
pujian kepada Sungai Gangga,
-
berisi
atribut Dewa Tri Murti seperti: Tri Sula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga
Teratai.
2.
Diketemukannya
Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Raja Sanjaya. Prasasti
Canggal memakai huruf Pallawa berbahasa Sanskerta menggunakan angka tahun Candra
Sangkala yaitu angka tahun dengan menggunakan kata-kata yang berbunyi “ Sruti
Indria rasa” yang artinya:
-
Sruti
artinya 4 ( Catur Weda
Sruti),
-
Indria artinya 5 ( Panca Indria)
-
Rasa artinya 6 ( Sad Rasa)
Jadi sama artinya
dengan tahun 654 Saka atau 732 Masehi.
Isi Prasasti Canggal adalah:
- Terdiri dari 12 pada atau 12 bait syair yang
isinya memuat tentang pendirian lingga dan pemujaan kepada Dewa Tri Murti
3.
Terdapat
peninggalan Candi yang bernama Candi Prambanan yang merupakan Candi
Hindu terbesar di Jawa Tengah. Candi Prambanan disebut juga dengan nama Candi
Loro Jonggrang. Menurut Prasasti Siwagreha: Candi Prambanan didirikan
oleh salah satu dari Dinasti Sanjaya yakni Rakai Pikatan,
4.
Diketemukannya
Candi Arjuna, Candi Bima, Candi Sri Kandi, Candi Sinta dan Candi
Sambisari di pegunungan Dieng.
2.1.d Kerajaan Hindu di Jawa Timur
a
Kanjuruhan
Awal perkembangan Agama Hindu di Jawa
Timur dimulai dari Kota Malang Jawa Timur dengan diketemukannya sebuah Prasasti
yang bernama Prasasti Dinoyo. Prasasti Dinoyo bertuliskan angka tahun
760 Masehi. Isi Prasasti Dinoyo adalah:
1. Terdapat kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan
dengan rajanya bernama Dewa Simha, Dewa Simha adalah Raja yang menganut
agama Hindu dengan memusatkan pemujaan kepada Dewa Siwa.
2. Tentang pembuatan arca Maharsi Agastya
yaitu sebuah arca yang berwujud Resi Agastya sebagai penghormatan atas jasanya
menyebarkan dan mengajarkan Agama Hindu dari India ke Indonesia ( Nusantara ).
Dewa Simha berputra seorang yang bernama Liswa.
Setelah dilantik menjadi raja, Liswa bergelar Gajayana. Liswa mempunyai
seorang putri yang bernama Uttejana. Raja Gajayana mendirikan sebuah tempat
pemujaan untuk Rsi Agastya yang terbuat dari kayu cendana kemudian diganti
dengan arca dari Batu Hitam. Arca Agastya diresmikan tahun 760 Masehi.
b.
Isana Wamsa/Empu Sendok
Stelah
Raja Dewa Simha yang menganut agama Hindu, perkembangan Agama Hindu selanjutnya
di Jawa Timur disusul dengan munculnya Dinasti Isana Wamsa. Yang menjadi
pendiri adalah Empu Sendok. Empu Sendok sangat memuliakan Dewa Siwa. Mpu Sendok
memerintah pada tahun 929-974 Masehi dengan gelar “Sri Isana Tunggadewa
Wijaya”
c.
Dharmawangsa Teguh
Raja
Darmawangsa Teguh dalam masa pemerintahannya sangat memperhatikan perkembangan
karya-karya sastra. Pada masa pemerintahan Darmawangsa Teguh, karya sastra
besar dari India yaitu Ramayana dan Mahabharata dikaji oleh
ahli-ahli sastra (pengawi) di Indonesia selanjutnya digubah dari yang dahulunya
berbahasa Sanskerta digubah menggunakan Bahasa Jawa Kuno. Yang memprakarsai
kegiatan menggubah karya sastra hasil karya Bhagawan Byasa menjadi karya yang
berbahasa Jawa Kuno diistilahkan dengan “ Mangjawaken Byasa Katha”
yang artinya mermbahasa Jawakan karya-karya Bhagawan Byasa dan karya Bhagawan
Walmiki yang dulunya berbahasa Sanskerta.
d.
Prabhu Airlangga
Setelah
Raja Darmawangsa Teguh berkuasa dilanjutkan lagi perkembangan agama Hindu di
Jawa Timur dengan munculnya Prabhu Airlangga. Pada masa pemerintahan
Prabhu Airlangga di Jawa Timur selalu memberikan kemakmuran kepada dunia. Atas
jasa yang dilakukan oleh Prabhu Airlangga maka Prabhu Airlangga diarcakan
(dibuatkan arca yang menggambarkan Prabhu Airlangga) dalam wujud Garuda
Wisnu yaitu Wisnu mengendarai Garuda.
e.
Kerajaan Kediri
Pada
masa kerajaan Kediri yang juga menganut agama Hindu, banyak muncul karya
sastra pada masa itu. Pengawi/pengarang yang sangat terkenal pada masa
jayanya Kerajaan Kediri adalah Empu Sedah dan Empu Panuluh yang
mengarang karya besar yang berjudul Kakawin Bharatayudha.
f.
Kerajaan Singosari
Setelah
Kerajaan Kediri runtuh, muncul lagi Kerajaan yang bercorak Hindu adalah Kerajaan
Singosari pada tahun 1222 Masehi . Kerajaan Singosari didirikan oleh
Ken Arok. Ken Arok sebagai Raja
di Kerajaan Singosari pada masa pemerintahannya didampingi oleh para Purohita. Purohita
berarti pendeta penasehat Raja.
Pada
jaman Kerajaan Singosari banyak dibangun bangunan suci Hindu berupa candi
seperti:
a.
Candi Kidal,
b.
Candi Jago, dan
c.
Candi Singosari.
g.
Kerajaan Majapahit
Setelah
runtuhnya Kerajaan Singosari, pada tahun 1293 muncullah kerajaan Majapahit.
Pada jaman Kerajaan Majapahit, kehidupan beragama Hindu sangat mantap berkat
pembinaan dari pendeta yang mendampingi raja dalam menjalankan pemerintahan.
Masa kejayaan Kerajaan Majapahit yakni pada masa pemerintahan Raja Hayam
Wuruk. Pada masa itu wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit mencakup seluruh
Nusantara bahkan sampai ke Brunei Darussalam, Serawak, Kamboja dan
Malaysya. Raja Hayam Wuruk pada masa pemerintahannya didampingi oleh Maha
Patih Gajah Mada. Gajah Mada adalah Maha Patih yang gagah berani dan kuat
yang terkenal dengan Sumpah Palapa yang bertujuan untuk menaklukkan
kerajaan-kerajaan lain agar mau tunduk kepada kekuasan Raja Majapahit. Sumpah
Palapa dilaksanakan oleh Gajah Mada selama 21 tahun yakni antara tahun Saka
1258 sampai 1279 Saka.
Isi
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Maha Patih Gajah Mada, sebagai
berikut:
Lamun
huwus kalah Nusantara insun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran,
Tanjung Pura, Ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, samana ingsun amukti Palapa.
Artinya:
Kalau sudah
kalah Nusantara Hamba memakan Kelapa, kalau kalah di Gurun=Lombok, di
Seran=Seram, Tanjung Pura=Kalimantan, di Haru=Sumatra Utara, di Pahang=Malaya,
Dompo=Dompu/Sumbawa, di Bali, di Sunda, Palembang (Sriwijaya),
Tumasik=Singapura semuanya itu baru Hamba akan memakan Kelapa.
Hasil dari Sumpah
Palapa yang diucapkan oleh Maha Patih Gajah Mada terbukti yaitu Bali dapat
ditaklukkan pada tahun 1265, Dompu dan Pasunda dapat ditaklukkan pada tahun
1279 Saka atau 1375 Masehi.
Selain dapat menaklukkan kerajaan-kerajaan di Nusantara
bahkan sampai ke Malaysya, Singapura, pada masa kejayaan Raja Hayam Wuruk
banyak karya sastra Hindu yang fundamental digubah pada masa itu, misalnya:
a. Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular,
b. Kakawin Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa,
c. Kitab Nagara Kertagama karya Mpu Prapanca, dan
d. Didirikannya Candi Besar yaitu Candi
Penataran di Blitar.
2.1.e Kerajaan Hindu di Bali
a.
Sri Kesari Warmadewa
Di
Bali terdapat sebuah kerajaan yang menganut agama Hindu yang diperkiran sudah
muncul pada abad ke-8. . Hal ini dapat diketahui dengan diketemukannya sebuah Prasasti
Blanjong. Prasasti Blanjong tersimpan di sebuah Pura yang bernama Pura
Blanjong yang terletak di Blanjong daerah Sanur. Prasasti Blanjong berbentuk Silinder ( bulat
panjang ) yang berisi tulisan Bali Kuno dan berbahasa Sanskerta. Dalam
Prasasti Blanjong dijelaskan bahwa nama Raja Bali waktu itu bergelar Warmadewa.
Rajanya bernama Sri Kesari Warmadewa dengan pusat pemerintahannya berada
di Singhamandawa. Nama Warmadewa mulai muncul pada tahun 835 Saka.
Selain itu diketemukan juga cap-cap
kecil yang tersimpan di dalam stupa yang terbuat dari tanah liat
bertuliskan mantra Budha yang disebut Ye Te Mantra.
b. Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi
Setelah raja Sri
Kesari Warmadewa, di Bali pada tahun 905 Saka atau 983 Masehi muncul
seorang raja yang menganut agama Hindu. Raja tersebut adalah raja perempuan
(ratu) yang bernama Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi.
c. Udayana Mahadewa
Setelah pemerintahan Sriwijaya Mahadewi
muncul nama raja Udayana Warmadewa yang didampingi oleh permaisurinya
bernama Sri Gunapriya Dharmapatni.
Raja Udayana memiliki putra bernama Marakata
dan Anak Wungsu. Marakata menggantikan Udayana Warmadewa
sebagai raja di Bali.
d.
Anak Wungsu
Anak
Wungsu adalah anak dari raja Udayana Warmadewa. Anak Wungsu adalah raja
yang paling aktif mencatat peristiwa penting dalam pemerintahannya sehingga
Raja Anak Wungsulah yang paling banyak mengeluarkan prasasti.
Raja Anak Wungsu memerintah di Bali pada
tahun 971-999 Saka atau 1049 –1077 Masehi.
Salah satu prasasti yang dikeluarkan oleh
Raja Anak Wungsu berangka tahun 944 Saka atau 1022 Masehi, dalam
prasasti itu memuat Sapata atau kata-kata sumpah yang menyebut nama-nama
Dewa Hindu. Adapun isi Sapata itu, seperti: bahwa rakyat Bali percaya dengan
Dewa-dewa dan Maharsi seperti percaya dengan Maharsi Agastya.
Selanjutnya ada sebuah prasasti lagi yang
dikeluarkan oleh Raja Anak Wungsu yang berangka tahun 993 Saka atau 1070
Masehi memuat Sapata yang berbunyi “ untuk Hyang Angasti Maharsi dan
Para Dewa yang lainnya”. Yang dimaksud Angasti Maharsi dalam prasasti yang
dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu adalah Maharsi Agastya.
e.
Raja Bedahulu
Perkembangan
agama Hindu di Bali selanjutnya dipengaruhi dengan munculnya Raja Bedahulu.
Raja Bedahulu sangat melegenda di Bali sebagai raja yang ditakuti rakyatnya.
Pada masa pemerintahan Raja Bedahulu, rakyat tidak boleh memandang muka atau
kepala raja. Sehingga apabila menghadap harus menunduk.
Raja
Bedahulu adalah raja Bali yang terakhir memerintah Bali. Dan pada tahun 1259 Saka atau 1337 Masehi
raja Bedahulu bergelar Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten.
Setelah
enam tahun memerintah Bali, pada tahun 1265 Saka atau 1343 Masehi,
Raja Bedahulu dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada sebagai wujud Sumpah
Palapanya. Dan mulai saat itu Bali menjadi daerah kekuasaan kerajaan
Majapahit di Jawa Timur.
f.
Sri Kresna Kepakisan
Setelah
Raja Bedahulu dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada dan Bali menjadi daerah
kekuasaan Majapahit, pemerintahan di Bali dilanjutkan oleh Sri Kresna
Kepakisan. Oleh raja Sri Kresna Kepakisan pusat pemerintahan atau kerajaan
yang dulunya berada di Samprangan Gianyar dipindahkan ke Gelgel
dekat Pura Gelgel Kelungkung.
g.
Dalem Waturenggong
Setelah
pemerintahan Sri Kresna Kepakisan, dilanjutkan oleh Raja Dalem Waturenggong.
Pusat pemerintahan masih di Gelgel. Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong,
Bali mengalami masa keemasan. Agama Hindu berkembang dengan pesat karena aspek
keagamaan ditata kembali oleh Dang Hyang Nirartha sebagai Purohita.
Peninggalan
Hindu terbesar pada jaman Dalem Waturenggong adalah dengan ditatanya kembali Pura
Besakih yang merupakan tempat pemujaan umat Hindu di seluruh Dunia.
0 Response to "Kerajaan Hindu di Indonesia Sebelum Kemerdekaan"
Post a Comment