Love In Action, Sebagai Tolak Ukur Keberhasilan Dalam Beragama

HINDUALUKTA – Inti sari ajaran agama mengajarkan pemeluknya agar tekun dan disiplin dalam menjalankan ajaran agamanya sehingga pemeluknya menjadi orang baik dan mulia. Pada level ini saja sudah cukup baik. Namun apabila para pemeluk agama mau berjala lebih jauh lagi dan memasuki wilayah spiritual, maka ia akan belajar hakikat.

Toraja Foto
Pada level ini, Tuhan itu adalah perwujudan kasih sayang. Tuhan sendiri adalah kasih saying. Belakangan muncul istila “Only one religion, Religion of Love” (Hanya satu agama yakni agama kasih sayang). Maka dari itu, jika ada sekelompok orang yang mengaku beragama tertentu tetapi sikap, kata dan prilakunya selalu menebarkan kebencian bahkan anarkis, itu pasti sekelompok orang yang hanya kedoknya saja beragama. Mereka tak ubahnya preman-preman berjubah yang berwatak kasar yang selalu ingi menindas bahkan meniadakan orang lain.

Kendati kita tidak menyebut ajaran agamanya sesat, setidaknya orang-orang demikian itu adalah orang-orang yang sesat sangat jauh dari kasih sayang. Ini merupakan tantangan besar bagi para pemeluk agama yang menerapkan kasih sayang. Kita tentu masih ingat kisah saudari Gentha Apritaura, yang sebelumnya seorang muslimah, ketika ia harus memutuskan menjadi pemeluk Hindu. Di dalam bukunya “Kutemukan Tuhan Yang Mencintai Semua Orang” ia bercerita, setelah menjadi Hindu, ia menemukan kasih dan kedamaian di dalam hidupnya.

Artikel ini bukan bermaksud menyudutkan ajaran atau agama tertentu, namun betapa pentingnya ketika seorang telah mengaku memeluk agama tertentu, ia menjadi orang yang lebih baik karena ia menjalankan ajaran agamanya secara baik dan benar.

Perwujudan kasih dalam tindakan (Love In Action) yang nyata bisa kita lihat apakah seorang pemeluk agama berpandangan sempit yang hanya mementingkann diri sendiri atau sekelompoknya atau berpandangan luas bagi kemanusiaan. Contoh kasus: letika terjadi Tsunami di Aceh yang penduduknya mayoritas muslim. Bencana alam ini telah menarik simpati masyarakat Indonesia untuk memeberikan berbagai bentuk bantuan kemanusiaan. Umat dari berbagai agama (Hindu, Buddha, Kristen, Katholik, Konghucu) dari Aceh bahkan dari seluruh Indonesia bahu membahu memulihkan keadaan. Mereka tidak lagi terkotak-kota dalam agama-agama, namun bersatu padu memberika bantuan kemanusiaan. 

Yang terbaru, ketika warga Desa Songan Kecamatan Kintamani, Bali (penduduknya mayoritas Hindu) tertimpah musibah tanah longsor yang menelan korban jiwa dan harta benda, kita bisa melihat seberapa banyak warga non-Hindu datang memberikan bantuan kemanusiaan. Jadi, kemuliaan sebauah agama dan pemeluknya dapat dilihat dari sikap dan prilaku para pemeluknya, bukan atas dasar klaim “Aagamaku Paling Benar, Agamamu Tidak Benar”.

Kasih dalam tindakaan itu, artinya bahwa pelayanan itu memiliki nilai tertinggi ketimbang doa dan ritual. Ada ungkapan “ Tangan yang bekerja melakukan pelayanan lebih mulia daripada mulut yang berkomat-kamit berdoa”. Sadguru Bhagawa Sri Sathya mengajarkan betapa penting dan mulianya pelayanan yang didasari kasih sayang. Pelayanan yang dilandasi kasih adalah pelayanan yang tulus tampa pamrih apa pun.

Jadi Kwalitas Sraddha, karakter dan kemuliaan seorang yang mengaku beragama dapat dilihat dari seberapa mampu ia menebarkan kasih kepada orang lain dan seberapa ikhlas ia melakukan pelayanan kepada orang lain dan masyarakat umum.

Oleh: Nyoman Merta

0 Response to "Love In Action, Sebagai Tolak Ukur Keberhasilan Dalam Beragama"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel