Mengacu kepada Bab II shamkhya yoga maka terdapat sloka-sloka yang secara langsung memberikan gambaran bagaimana ajaran dharma yudha karma tersebut. Dari 73 sloka yang terdapatdalam Bab II tersebut, 22 sloka diantaranya secara langsung mengajarkan dan menyuruh seorang kesatria untuk menjalankan dharmanya dalam bentuk perang. Sloka-sloka tersebut antara lain :
sri bhagawan berkata : pada saat kesulitan seperti ini, dimana kedukaan dan lemah hati datang dan sesungguhnya bukan sifat seorang kesatria, tidak luhur dan memalukan serta menjauhkan diri dari orang
o arjuna, janganlah kau berikan kelemahan itu, sebab itu tidak sesuai bagimu, lenyapkan rasa kelemahan dan takut itu, bangunlah oh pahlawan yang menggetarkan musuh
o madhusudana, bagaimana mungkin saya bisa menyerang bhisma, drone dengan panah dalam pertempuran ini, mereka yang patut saya hormati, o kresna dengan panah dalam pertempuran ini, o kresna
daripada membunuh guru yang paling mulia di dunia ini akan lebih baik menjadi peminta-minta, walaupun mabuk duniawi, tetapi tetap menjadi guru saya, sedangkan membunuh mereka berarti hidup berlumuran darah
yang mana lebih menguntungkan kami,tidaklah jelas apakah kami akan menang, membunuh mereka yang tidak kita harapkan untuk hidup, orang-orang itu sekarang berdiri siap didepan kita, keturunan prabhu drestarasta
sesungguhnya raga jiwa ini, langgeng tiada terhancurkan, dan tiada berbatas akhir, karena itu bertempurlah hai arjuna
sesungguhnya ia yang memikirkan ini, sebagai pembunuh dan ia yang berpendapat bahwa, ia dapat dibunuh kedua-duanya adalah dungu, karena ini tidak pernah membunuh dan dibunuh
yang menghuni badan setiap makhluk, semua tidak akan dapat dibunuh, oh bharata karena itu jangan bersedih atas kematian makhluk apapun
lagipula bertempur menegakkan kebenaran dengan menyadari akan kewajiban masing-masing, engkau tidak boleh gentar, bagi kesatria tidak ada kebahagian lahir bathin lebih besar daripada berperang menegakkan kebenaran
Bg 2.33
atha cet tvam imam dharmyam
sangrāmam na karisyasi
tatah sva-dharmam kīrtim ca
hitvā pāpam avāpsyasi
Terjemahannya :
akhirnya bila engkau tidak berperang, sebagaimana kewajiban, dengan meninggalkan kewajiban dan kehormatanmu, maka penderitaanlah yang engaku peroleh
Bg 2.36
avācya-vādāmś ca bahūn
vadisyanti tavāhitāh
nindantas tava sāmarthyam
tato duhkha-taram nu kim
Terjemahannya :
mereka yang menentangmu akan melontarkan caci maki, merendahkan kemampuanmu dengan menjelekkan dan menghina kemampuanmu, apakah yang lebih sedih dari itu
Bg 2.37
hato vā prāpsyasi svargam
jitvā vā bhoksyase mahīm
tasmād uttistha kaunteya
yuddhāya krta-niścayah
Terjemahannya :
dengan kematian itu engkau memperoleh surge atau kalau menang, engkau akan menikmati kebahagiaan dunia, oleh karena itu bangkitlah o arjuna bulatkan teka untuk berperang
Bg 2.38
sukha-duhkhe same krtvā
lābhālābhau jayājayau
tato yuddhāya yujyasva
naivam pāpam avāpsyasi
Terjemahannya :
dengan menyamakan suka dan duka, untung dan rugi, menag dan kalah, siapkanlah dirimu untuk mengahadapi perang itu, engakau tehindar dari dosa (perasaan bersalah)
Bg 2.40
nehābhikrama-nāśo ’sti
pratyavāyo na vidyate
sv-alpam apy asya dharmasya
trāyate mahato bhayāt
Terjemahannya :
dalam hal ini tidak ada usaha sia-sia, dan juga tidak ada rintangan yang tak teratasi, walau sedikit dari dharma ini, akan membebaskan dari ketakutan yang besar
Bg 2.45
trai-gunya-visayā vedā
nistrai-gunyo bhavārjuna
nirdvandvo nitya-sattva-stho
niryoga-ksema ātmavān
Terjemahannya :
weda menguraikan tentang tri guna, arjuna, bebaskan dirimu dari padanya, bebaskan diri dari dualisme, pusatka pikranmu pada kebenaran, lepaskan dirimu dari duniawi, bersatu dengan atman
Bg 2.47
karmany evādhikāras te
mā phalesu kadācana
mā karma-phala-hetur bhūr
mā te sango ’stv akarmani
Terjemahannya :
hanya berbuat demi kewajibanmu, tidak hasil perbuatan itu, jangan sekali-kali pahala mejadi motifmu dalam bekerja, jangan pula hanya berdiam diri
Bg 2.56
duhkhesv anudvigna-manāh
sukhesu vigata-sprhah
vīta-rāga-bhaya-krodhah
sthita-dhīr munir ucyate
Terjemahannya :
orang yang tidak sedih dikala duka tidak kegirangan dikala bahagia bebas dari nafsu, takut, amarah ia disebut orang suci
Bg 2.63
krodhād bhavati sammohah
sammohāt smrti-vibhramah
smrti-bhramśād buddhi-nāśo
buddhi-nāśāt pranaśyati
Terjemahannya :
dari amarah timbul kebingungan, dari kebingungan hilang ingatan, dari hilang ingatan menghancurkan pikiran, dari kehancuran pikiran ia musnah
Bg 2.71
vihāya kāmān yah sarvān
pumāmś carati nihsprhah
nirmamo nirahankārah
sa śāntim adhigacchati
Terjemahannya :
orang yang membuang semua nafsunya dan melangkah bebas tanpa keinginan bebas dari perasaan “aku” dan “punyaku” ia mencapai kedamaian
Bg 2.72
esā brāhmī sthitih pārtha
nainām prāpya vimuhyati
sthitvāsyām anta-kāle ’pi
brahma-nirvānam rcchati
Terjemahannya :
Inilah tingkat kesucian oh parta dia yang telah samapi ditingkat ini, walau maut tiga, tiada bingung lagi dan mencapai nirwana bersatu dengan Brahman (pudja, 2003:29- 70)
Dari sloka-sloka diatas tercermin suatu pengetahuan tentang perang yang harus dilakukan oleh seorang kesatri karena itu merupakan kewajibannya. Perang bagi seorang kesatri adalah keharusan karena ketika dia lari dari tanggung jawabnya maka seorang kesatri akan mendapat cacian dan makian. Tubuh yang dibunuh tidak akan menghancurkan sang diri sejati, karena sang diri sejati merupakan atman yang kekal abadi. Sehingga untuk apa bersedih diri terhadap tubuh yang mati itu. Ketika seorang kesatria mengetahui pengetahuan atman ini maka dia akan dapat meneguhkan hatinya untuk menegakkan dharma itu. Jadi walaupun diajarkan tentang kewajiban untuk berperang, konsepsi ajaran dharma yudha karma ini tidak mengajarkan perang yang sembarangan namun perang untuk menegakkan dharma sebagaiaman para pandawa memperjuangkan dharma dan keadilan mereka yang ditindas oleh para korawa.
Dharma yudha karma pada uraian diatas dari beberapa sloka yang sudah dipaparkan terdapat beberapa hal penting terkait dengan ajaran dharma Yudha karma yaitu manusia hidup sebagai seorang individu sebenarnya atman yang merupakan bagian dari Brahman sehingga sifat-sifat dari Brahman terdapat pula dalam atman. Kebimbangan arjuna dalam perang karena ketidak tahuan arjuna tentang bagaimana manusia sebenarnya, dia hanya melihat manusia sebagaimana mata memandangnya namun tidak mengetahui bahwa realitasnya manusia adalah atman yang tak terhancurkan. Sebagai atman tak patut untuk disedihi karena atman itu abadi.
Di lain hal, sri kresna mengajarkan bahwa walaupun atman abadi namun selama dia terikat dengan karma maka atman akan mengalami suatu keadaan siklus lahir yang berulang-ulang sehingga tak patut untuk bersedih dalam sebuah perang karena yang hancur adalah tubuh bukan sang jati diri sejati. Lebih lanjut dalam sloka berikutnya sri krisna menuturkan bahwa dalam melawan musuh tidak perlu ada rasa keragu-raguan karena ketika adharma merajalela maka dharma harus ditegakkan walaupun musuh yang dilawan adalah sanak saudara sendiri. Terkait dengan ajaran dharma yudha karma dapat ditarik suatu analisa terhadap sloka dalam bab II Bhagawad Gita ini yaitu :
Pertama sebagai suatu ajaran dalam melakukan kewajiban dalam perang hendaknya seorang individu dapat menyadari bahwa individu yang dia lawan walaupun mati namun yang mati bukanlah dia yang sejati, namun hanya badan wadag atau badan kasar yang membukus sang diri sejati yaitu atman.
Kedua sebagai suatu ajaran perang diajarkan bahwa ketika adharma merajalela, ketika kejahatan menjadi suatu alasan untuk merebut hak orang lain, bhawa keadilan bukanlah suatu hal yang penting lagi maka dharma sabagi kebenaran harus ditegakkan kembali. Karena dharama merupakan pondasi utama dalam mencapai moksah. Bahkan ketika sanak saudara menjadi musuh untuk menegakkan dharma maka seorang harus siap menegakkan kepala dan melawan. Karena saudara yang dilawan tidak akan menghilang dan hancur, mereka hanya pergi mencari tubuh baru untuk dihidupi, karena sang diri sejati bukanlah tubuh ini melainkan atman dari paramatman. Bagaikan manusia yang meninggalkan baju lama yang sudah using untuk menggunakan baju baru begitu pula atma yang meninggalkan tubuh lama menuju tubuh baru sesuai putaran karmanya.
Ketiga bahwa ketika atma terbungkus tubuh jasmani maka sang atma akan mengalami yang namanya suka duka dan hal lain namun dia akan tetap tak terhancurkan. Jadi dalam suatu perang untuk apa menangisi tubuh ini, karena ketika dharma harus ditegakkan maka adharma harus dilawan.
2. Nilai Tattwa dalam Konsep Dharma Yudha Karma
Dalam konsep Dharma Yudha Karma, nilai-nilai tattwa yang terkandung di dalamya adalah suatu konsep ajaran Samkhya Yoga. “Ajaran Samkhya Yoga adalah ajaran yang monodualistis, yaitu ajaran tentang purusa dan prakerti yang berasal dari Tuhan (Iswara). Konsep ini sering disebut dengan konsep dua tambah satu, yaitu purusa dan praketti ang berasal dari Tuhan (iswara)” (Bemet Kempers, 1977 : 68). Kitab suci Bhagawad Gita memuat ketika Sang Arjuna, mengalami keragu-raguan di medan perang yaitu dijelaskan dalam bab II sloka 11-22 berikut ini.
Sri bhagawan nwaca
asocyan anwasocassiwan
pradnya wadamsca bhahase
na nusosanti pahditah
na twewa, ham jatuna snam
na twam me janadhipah
na caiwa na bhavihsyamah
sarwo wayam atah param
Terjemahannya:
Yang mulia Sri Krisna bersabda : Engkau Arjuna untuk sesuatu yang tak patut disusahkan, kamu berkata-kata dengan mengucapkan kata-kata yang bijaksana, tetapi orang bijaksana sebenarnya tak patut menyusahkan hal kematian ataupun kehidupan.
Hal kematian dan kehidupan itu sebenarnya tidak ada, bahwa akupun (Krisna) tidak akan selalu ada, maupun engkau (Arjuna) demikian pula Raja-Raja ini ataupun sekalian mahluk ini tidak akan ada untuk selamanya (Pendit, 1996 : 42-43).
Berdasarkan teks sloka diatas, bahwa dalam menunaikan tugas (karma) tidaklah patut menonjolkan perasaan kasih sayang dan sifat enggan apalagi ragu-ragu. Terhadap kepentingan suatu individu alau golongan yang jahat dan durhaka. sebagai ksatrya, pemimpin atau petugas hendaknya mampu mengambil tindakan dan sikap tegas, terhadap siapa saja yang berbuat jahat dan yang mengganggu keamanan orang banyak. Misalnya kalau ternyata telah ada sesuatu kejahatan yang telah terbukti dibuat orang, biar ia golongan apa saja ataupun biar ia majikan, pimpinan dan orang pernah berjasa sekalipun, haruslah ia mendapat hukuman, demi untuk menegakkan keadilan dan ketentraman dunia. Hal ini telah diperjelas pula dalam teks diatas tadi, namun penjelasannya itu adalah suatu filsafat yang harus direnungkan dalam-dalam untuk dapat memetik inti hakekat yang sedalam-dalamnya.
Untuk melenyapkan perasaan bimbang dan ragu serta perasaan susah yang disebabkan oleh sifat enggan, dalam menunaikan tugas kewajiban masing-masing. Sri Krisna telah menyampaikan kepada Sang Arjuna bahwa pertama-tama harus disadari tentang diri manusia itu sendiri. Manusia pada hakikatnya terdiri dari dua unsur pokok. yaitu jasmani dan rohani, atau sthula sarira dan atman. Atman itu selalu menghendaki kebaikan sedangkan jasmani selalu cenderung kepada perbuatan yang jahat itu, karena jasmani itu dikoordinir oleh hawa nafsu, yang selalu ingin mencari obyek-obyek pemuasnya Atman itu adalah kekal, sedangkan jasmani adalah maya, selalu mengalami lahir dan kematian. Jadi dalam diri manusia itu sebenarnya terdapat dua unsur yang senantiasa bertentangan yang satu dengan yang lainnya. Manusia harus menyadari bahwa hendaknya selalu berusaha agar atmanya lebih berkuasa dari jasmaninya dengan demikian berarti perbuatannya akan cenderung kepada sesuatu kebaikan. Sri Krisna menyadarkan Arjuna agar melaksanakan kewajiban dan tidak merasa raguragu lagi untuk melenyapkan sekalian musuhmusuhnya yang durhaka itu (Korawa), yang walaupun terdiri dari guru, sanak keluarga dan kaum kerabat, karena justru mereka itu berpihak kepada kejahatan yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini.
Dehino smin Yatha dehe
kaumaram yauwanam jara
tatha dehantapraptir
diras tatra na muhyati
Matas parsastu kauteya
sitosna sukha duhka dah
agamo payino nitiyas
tamas titiksa swa Bharata
Terjemahannya
Bahkan seperti penjelasan itu sendiri mengalami masa kanak-kanak, masa muda, masa tua, maka itu ia memerlukan badan dan orang yang bijaksana tak dapat dikelabui oleh hal itu
Wahai Arjuna (Putra Kunti) hubungan perasaan menimbulkan akibat panas dingin, senang dan susah, demunya ini datang datang silih berganti dan pergi tidak kekal adanya oleh karena itu ia Arjuna bangkitlah (Pendit, 1996:43-44)
Dalam petikan kedua sloka tersebut diatas, kita dapatkan sebagian dari nasehat Sri Krisna kepada Arjuna, bahwa pada hakekatnya, hidup sebagai manusia adalah tidak kekal, melalui masa kecil, masa muda, dan masa tua, serta melalui kelahiran dan kematian. Tetapi sang jiwa tidak mengalami perubahan (kekal), hanya jasad (jasmani) yang tidak kekal. Dalam ajaran itu terpendamlah ajaran filsafat kejiwaan yang dalam. Umat hindu percaya akan hukum karena phala dan punarbhawa (penjelmaan kembali). Karma phala adalah penentu dari pada penjelmaan atau tidaknya seseorang Bagi orang yang berbuat jahat (adharma) mereka selalu diliputi oleh kebodohan (awidya), dengan demikian mereka pasti akan mendapat penderitaan sebagai akibat dari karmanya yakni mereka akan mengalami penjelmaan berulangulang. Penjelmaan itu adalah penderitaan dan juga merupakan saat untuk menghilangkan penderitaan itu dengan jalan berbuat baik dan mengutamakan dharma.
Orang hidup ini selalu digoda oleh hawa nafsu dan untuk memenuhi nafsu itu orang berbuat sesuatu. Dalam berbuat itulah mereka akan mengalami perasaan suka dan duka. Namun bagi orang yang bijaksana, mereka itu tidak akan terpengaruh oleh perasaan suka duka itu karena mereka yakin bahwa perasaan suka duka itu adalah bersifat sementara dan maya Hal yang maya ini bagi orang yang bijaksana adalah tidak akan mengikat dirinya, dengan demikian mereka akan selalu tenang walaupun dalam keadaan sedih maupun gembira. Sebab dari ketenangan inilah mereka akan mendapatkan kesucian dan melalui kesucian akan melenyapkan penderitaan dan penjelmaan. Sebagai telah dimaklumi bersama bahwa segala pekerjaan yang dilakukan dengan tenang akan mencapai hasil yang memuaskan. Orang tenang tidak akan terikat oleh perasaan suka duka dan mereka dapat memusatkan perhatian dalam suatu pekerjaan yang sedang dilakukan. Mereka mempunyai keyakinan bahwa pekerjaan yang dihadapi adalah kewajibannya dan harus diselesaikan dikerjakan. Tentunya orang yang bijaksana akan mengerjakan kewajibannya dengan tulus iklas dengan penuh kesadaran dan pengorbanan.
Atas dasar kewajibannya Sri Krisna menyadarkan Arjuna dalam keragu-raguan supaya bangkit dan menunaikan tugas kewajibannya berperang sebagai seorang ksatrya, dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Lebih lanjut Krisna menjelaskan tentang kebenaran dan keadilan seperti tercermin pada kitab suci Bhagawad Gita bab II sloka 16, 17 dan 18 berikut ini.
Na sato widyate bhawo
na bhawo widyate saah
ubhayor pi dristo ntaswa
anayos tatwa darsibhih
awinasi tu tad widhi
yena sarwam idam tatam
winasam awyayasya sya
na kascit kartu arthati
antawata ime deha
nityasyo ktah saririnah
anasino prameyasya
tasmad ydhyasya bharata
Terjemahannya :
Apa yang tiada tidak pernah akan ada yang ada, takkan berhenti ada keduanya hanya dapat dimengerti oleh orang yang tahu kebenarannya.
Dengan mengerti hal ini semua, berarti tahu kepada yang kekal, serta tidak seorangpun yang mampu menghancurkan terhadap sesuatu yang kekal.
Adapun yang abadi itu (atman) adalah tidak dapat berubah, tak dapat diukur, sedangkan jasmani itu mempunyai saat berakhirnya maka itu wahai Bharata (Arjuna) bertempurlah (Pendit, 1996:45-47).
Dalam kutipan sloka di atas disebutkan oleh Sri Krisna bahwa sesuatu yang nyata adalah tidak ada dan sesuatu yang tidak nyata tidak ada juga, dengan demikian juga tersirat apa yang tiada takkan pernah akan ada, apa yang ada takkan berhenti ada Apakah yang sebenarnya tersimpul dalam ucapan itu ? Untuk mencari kesimpulan yang terpendam dalam filsafat itu memerlukan suatu perenungan yang lebih mendalam. Untuk itu akan diusahakan memberikan penjelasan sebatas kemampuan yang ada. Sesuatu yang nyata seperti meja, baju, air dan lain-lainnya benda-benda itu menurut filsafat Hindu adalah tidak ada atau maya,, karena benda-benda ini mengalami lahir, tumbuh dan mati, namun yang ada (kekal) dan ada secara mutlak yaitu Tuhan. Maka itulah tujuan hidup yang dalam filsafat Hindu adalah mencari kebenaran (Tuhan) yang bersifat kekal abadi. Dengan mendalami serta menghayati ajaran yang amat rahasia ini memberikan suatu tuntunan untuk berbuat yang benar, cinta kepada kebajikan dan kewajiban suci, tidak terikat oleh senang dan susahnya materi dunia ini. Maka dari itu kita harus berusaha untuk ingat dengan kewajiban masing-masing sesuai dengan dharma untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, sehingga tujuan hidup akan tercapai.
Untuk itu Sri Krisna lebih lanjut menjelaskan tentang kewajiban seorang ksatrya. Hal ini tercermin dalam kitab suci Bhagawad Gita bab II, sloka37 berikut ini.
Hato wa prapsyasi swargaam
jitwa wa bhoksyase mahim
tasmat utisttha kaunteya
yudhaya kritanischayah
Terjemahannya :
Andai .Andai kata Engkau tewas dalam pertempuran, Engkau akan mendapat sorga, ataupun jika engkau menang, engkau akan menikmati kebahagiaan dunia, maka itu bangkitlah Kunti Putra (Arjuna) sadarlah, majulah, dan bertempurlah (Pendit, 1996 :57).
Sebagai seorang ksatrya hendaknya benar-benar insyaf untuk berdarma bhakti dan menunaikan kewajiban serta pengabdian, melepaskan diri dari ikatan-ikatan senang susah yang pribadi. Dengan demikian tidak akan raguragu lagi menerjunkan diri dalam bhakti, dengan melepaskan ikatan dosa yakni sifal ragu-ragu dan enggan berkarma. Sebagai seorang ksatrya yang demikian ini, jika gugur dalam tugas di medan perang akan mendapatkan sorga dan jika menang masih hidup akan menikmati kebahagiaan dan menyandang tanda jasa. Tetapi apabila sebaliknya seorang ksatriya yang ingkar akan kewajibannya, maka ia akan dicela oleh musuhnya, dihina, dicaci maki dan dianggap. Jika demikian inilah kehidupan yang ternista disebabkan karena lalai akan tugas dan kewajibannya.
Demikianlah secara singkat ajaran Sri Krisna kepada Arjuna yang berupa ajaran filsafat Samkhya Yoga, merupakan pengetahuan tentang atma dan sthula sarira atau purusa dan prakerti yang merupakan dualisme dalam konsepsi samkhya. Oleh Sri Krisna dilanjutkan dengan konsep Karma Yoga, yang merupakan ajaran spiritual berdasarkan karma untuk mencapai kebenaran. Ajaran Samkhya dan Yoga amat besar pengaruhnya terhadap ajaran tattwa di Bali, hal ini dapat kita jumpai dalam Aji Samkhya, dengan konsepsi dualistisnya yaitu purusa dan prakerti yang dianggap sebagai awai dari segala-galanya. Sedangkan ajaran yoga menambahkan bahwa purusa dan prakerti adalah bersumber kepada Iswara, sehingga dengan demikian lebih dikenai dengan konsepsi Samkhya Yoga dengan sifat ajarannya monodualistis.
C. PENUTUP
Dharma Yudha Karma adalah suatu ajaran agama Hindu yang berarti suatu kerja atau perjuangan hidup yang disimbulkan dalam bentuk perang yang dijiwai atau berlandaskan atas ajaran Dharma (agama). Dharma Yudha Karma merupakan ajaran yang memberikan dorongan kepada umat manusia untuk berkerja, berjuang tanpa terikat akan hasil dari memandang kerja merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Dharma Yudha Karma mengandung suatu pendidikan pembinaan moral untuk cinta pada kebenaran, cinta pada keadilan, cinta pada kejujuran dan cinta pada keikhlasan. K o n s e p s i ajaran Dharma Yudha Karma, yang terkandung dalam kitab suci Bhagawad Gita memberikan suatu pendidikan disiplin diri menghilangkan sifat enggan dan ragu-ragu dalam menghadapi masalah agar menjadi manusia yang cekatan, tegas dan berani membela kebenaran. Dharma Yudha Karma adalah suatu konsepsi filosofis dari ajaran agama Hindu yang dituangkan dalam ajaran Karma Marga dan Bhakti Marga, yang prinsipnya selalu menekankan agar umat Hindu selalu yakin kebenaran mutlak hanyalah Tuhan itu sendiri. Sedangkan apa yang tampak (kita lihat) hanyalah sementara (maya) sifatnya yang tak dapat memberi kebahagiaan yang kekal sehingga umat Hindu lebih diarahkan untuk mencari yang tak tampak (Tuhan) dengan jalan karma dan selalu berbhakti tiada henti-hentinya kepadanya.
0 Response to "Dharma Yudha Karma Dalam Kitab Suci Bhagavadgita"
Post a Comment