Landasan Filosofi Pelaksanaan Panca Yadnya dan Bagian-Bagianya Serta Bentunya

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Yajna merupakan bentuk pelaksanaan ajaran Agama Hindu yang di dalamnya tercermin kegiatan praktis bagaimana, seharusnya manusia menunjukkan rasa kasih dan bhakti kepada Tuhan (Hyang Widhi Wasa), kepada alam semesta(Bhuta Kala),kepada sesama manusia, kepada leluhur/ roh nenek moyang; dan kepada orang-orang suci. Dalam masyarakat, manusia yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan, cara-cara yang ditempuh dalam menunjukkan rasa kasih dan bhakti tersebut dapat berbeda-beda menurut waktu, tempat dan keadaan. Jadi bentuk yajna dimungkinkan berbeda-beda sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan.


Namun demikian bagi komunitas umat Hindu di Indonesia, setidaknya untuk waktu-waktu sekarang sedang mencari format yang tepat mengenai bentuk yajna yang dapat dipedomani oleh umat Hindu di seluruh Indonesia. Kebudayaan fisik yang kita warisi sebagai umat Hindu dalam bentuk yajna, sungguh berbeda-beda antara tempat yang satu dengan tempat yang lain, sehingga kita masih mengalami kesulitan dalam mengadopsi bentuk yajna yang mana yang dapat kita gunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, untuk memberikan tuntunan praktis pelaksanaan Panca Yajna, sebagaimana yang selama ini telah dilaksnakan oleh umat Hindu pada umumnya, maka diadakan studi kepustakaan yang kemudian dicarikan hal-hal yang bersifat praktis untuk digunakan sebagai pedoman bertindak bagi umat Hindu dalam bentuk yang sederhana.

B. Landasan Filosofi pelaksanaan Yajna
Secara etimologi kata Yajna adalah kata yang berasal dari bahasa Sanskerta dari urat kata “Yaj” yang berarti memuja, mempersembahkan atau memberi pengorbanan. Dari urat kata”Yaj” itu timbul beberapa kata antara lain yaitu: yajna, yajur, yajamana. Kata yajna itu sendiri berarti pemujaan, persembahan atau korban suci. Kata yajur berarti aturan-aturan tentang yajna. Sedangkan kata yajamana berarti orang yang melaksanakan yajna. Selanjutnya yajna dapat dipahami sebagai korban suci yang tulus iklas tanpa pamrih. Sebagai pernyataan rasa bhakti terhadap obyek yang dituju yaitu Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa).

1. Dasar Pelaksaan Yajna
Adapun yang menjadi dasar pelaksanaan yajna adalah :
a. Alam semesta beserta segala isinya merupakan bentuk yajna dari Tuhan. Pernyataan ini secara tegas dapat dijumpai dalam kitab Bhagawadgita III.10-11 sebagai berikut:

Saha-yajnah prajah srstva
Purovaca prajapatih,
Anena prasavisyadhvam
Esa vo ’stv ista-kama-dhuk (III.10).

Artinya:
Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan Tuhan (prajapati) menciptakan manusia melalui yajna, dan berkata: dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagaimana sapi perah yang memenuhi keinginanmu (sendiri).

Devan bhavayatanena
Te deva bhavayantu vah,
Parasparam bhavayantah
Sreyah param avapsyatha (III.11).

Artinya:
Adanya para dewa adalah karena yajna, semoga mereka menjadikan engkau demikian, dengan saling memberi engkau akan memperoleh kebajikan paling utama.

Atas dasar pernyataan kitab Bhagawadgita di atas, maka sudah sewajarnyalah umat manusia yang diciptakan berdasarkan yajna tersebut, juga melaksanakan yajna untuk memelihara alam semesta dan dirinya sendiri.

b. Tri Rna
Menurut ajaran agama Hindu setiap manusia terlahir di dunia ini terikat oleh adanya karma wasana. Yang mana berkaitan dengan bekas-bekas karma terdahulu, sebelum ia dilahirkan. Keterkaitan dengan karma wasana tersebut dianalogikan sebagai sebagai hutang-hutang yang harus dibayar semasa hidup di dunia ini.

Ada tiga hutang yang mengikat dan harus dibayar sebagai kewajiban manusia hidup di dunia ini yaitu:
  1. Dewa Rna, yaitu hutang yang harus dibayar kepada Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) dan kepada para dewa, karena Sang Hyang Widhi Wasa memberi kita jiwa atau atman sehingga dapat hidup di dunia ini.
  2. Rsi Rna, yaitu hutang yang harus dibayar kepada para Rsi, para Pendeta, dan para Guru kerohanian yang memberikan pengetahuan rohani sehingga memungkinkan manusia mewujudkan tujuan hidup di dunia ini yaitu jagaddhita dan moksa.
  3. Pitra Rna, yaitu hutang kepada orang tua atau leluhur, karena beliau telah berjasa memelihara, memdidik, membesarkan dan menyantuni kita hingga dewasa. Tidak ada bahasa yang lebih baik untuk diucapkan dan tidak ada bahasa yang lebih mulia untuk dikerjakan, kecuali harus menghormati dan membalas jasa-jasanya dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran dharma. Oleh karena itu, yajna merupakan hal yang wajib untuk dilaksanakan sebagai cara untuk pembayaran terhadap ketiga jenis hutang tersebut.
2. Tujuan Pelaksanaan Yajna.
Pada dasarnya yajna itu bertujuan untuk membayar hutang (rna) yaitu hutang budi dan hutang hidup kepada Tuhan, Leluhur, dan para Rsi, serta kepada makluk lainnya. Terutama membalas hutang kepada Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa), karena berkat yajna Tuhan lah alam semesta beserta segala isinya ini diciptakan, dengan hukum suci-Nya (Rtam), Beliau mengatur alam ini agar bergerak secara teratur dan harmonis.   Tanpa yajna Sang Hyang Widhi Wasa, alam semesta beserta segala isinya ini tidak mungkin akan ada. Sang Hyang Widhi Wasa lah yang beryajnya pertama kali tanpa mengharapkan jasa atau sanjungan dari yang diciptakan-Nya. Oleh karena itu betapa sangat pentingnya yajna bagi umat manusia di dunia ini.
Di dalam kitab Bhagawadgita dinyatakan :

Istan bhogan hi vo deva
Dasyante yajna-bhavitah,
Tair dattan apradayaibhyo
yo bhunkte stena eva sah (III.12).

Artinya:
Sesungguhnya keinginan untuk mendapatkan kesenangan telah diberikan kepadamu oleh para dewa karena yajnamu, sedangkan ia yang telah memperoleh kesenangan tanpa memberi yajna sesungguhnya adalah pencuri.

Para dewa adalah cahaya/ sinar suci Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) yang dikuasakan untuk menjaga alam semesta beserta isinya. Karena itu para dewa harus dipuaskan dengan pelaksanaan yajna-yajna yang sudah ditentukan dalam Weda. Adapun yajnya yang dilakukan oleh manusia ada berbagai macam jenisnya, yajnya tersebut dilakukan untuk menyampaikan ungkapapan perasaan/ pengharapannya; misalnya untuk memohon penyucian, permohonan maaf, tentunya dengan berbagai macam jenis cara persembahannya, tetapi akhirnya semua dipersembahkan kepada Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa). Bagi umat Hindu persembahan suci kepada  Sang Hyang Widhi Wasa sangat dianjurkan, di samping persembahan suci kepada para dewa, kepada para leluhur, kepada orang-orang suci, kepada tamu (sesama manusia) dan kepada mahluk-mahluk hidup penghuni alam semesta lainnya juga dibenarkan.

3. Bentuk-bentuk yajna
Apabila ditinjau dari segi bentuk dan sistemnya, yajna dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Yajna yang riil (nyata) atau menggunakan Murti yang bersifat sekala, missalnya dengan membuat upakara (sesajen dan banten), pratima( patung, gambar, dan aksara).
b. Yajna yang abstrak (tidak nyata) atau tanpa menggunakan Murti yang bersifat niskala, misalnya tapa brata, yoga, semadi, japa, upawasa, membantu orang miskin, memberikan pertolongan kepada orang papa.

4. Maksud dan Tujuan Penulisan.
Makalah ini ditulis dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Bhagawadgita II, semester VII, Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Nusantara Jakarta dan dengan tujuan:
a. Untuk memberikan pengertian dan pemahaman serta  pengamalan mengenai ajaran  Panca Yajna dalam kehidupan sehari-hari kepada umat Hindu.
b. Untuk mewujudkan rasa aman dan damai di kalangan umat Hindu, setelah dilakukannya hubungan yang harmonis antara umat manusia dengan Sang Hyang Widhi Wasa, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya melalui pelaksanaan yajna.


BAB II
PANCA YAJNA

A. Dewa Yajna
Dewa yajna adalah pemujaan serta persembahan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa dan sinar-sinar suci-Nya yang disebut dengan sebutan dewa-dewi. Adanya pemujaan, persembahan kehadapan dewa-dewi atau para dewa karena beliau yang dianggap mempengaruhi dan mengatur gerak kehidupan di dunia ini. Sebagaimana halnya matahari menerangi serta mempengaruhi kehidupan di dunia dengan sinar-sinarnya, demikian pula Sang Hyang Widhi Wasa mencipta, menerangi serta mengatur gerak kehidupan di alam semesta ini dengan sinar-sinar suci-Nya yang kita sebut dengan nama dewa-dewi atau bethara-bethari.

Bagi umat manusia yang masih terikat dengan menginginkan hasil dari hidup di dunia ini akan selalu mengadakan pemujaan serta persembahan kehadapan para dewa-dewi dan bethara-bethari, sedangkan umat manusia yang sudah melepaskan diri dari keterikatan menginginkan hasil hidup di duniawi ini akan selalu memusatkan pikirannya untuk melakukan pemujaan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa.
Di dalam kitab Bhagawadgita disebutkan :

Kanksantah karmanam siddhim
Yajanta iha devatah
 Ksipram hi manuse loke
Siddhir bhavati karmaja (IV.12).

Artinya:
Mereka yang mengiginkan hasil dari pekerjaannya di atas dunia ini menyembah para dewa, karena hasil dari sesuatu pekerjaan adalah mudah sekali didapat di atas dunia ini.


Daivam eva pare yajnam
Yoginah paryupasate
Brahmagnav apare yajnam
Yajnenai ‘vo’ pa juvati (IV.25).

Artinya:
Beberapa orang yogin beryajna hanya kepada para dewa, yang lainnya beryajna dengan yajna itu sendiri ke dalam api suci Brahman (Sang Hyang Widhi Wasa).

B. Bhuta Yajna
Bhuta artinya unsur yang diadakan, yang membentuk alam yang terdiri dari lima unsur dan disebut Panca Maha Bhuta (apah, teja, bayu, pertiwi, dan akasa) , diciptakan oleh Hyang Maha Ada, Sang Hyang Widhi Wasa. Di dalam kitab Weda Smrti disebutkan :

Tatah swayambhurbhagawan
Awyaktowyanjayannidam
Maha bhutadi wrttaujah
Predurasitta manudah (Weda Smrti I.6)

Artinya:
Kemudian dengan kekuatan tapa-Nya, Ia Yang Maha Ada, menciptakan ini, Maha Bhuta (unsur alam semesta) dan lainnya nyata terlihat melenyapkan kegelapan.
Kata Bhuta sering dirangkaikan dengan kata kala artinya waktu. Sehingga bhuta kala artinya ruang dan waktu atau unsur alam semesta dan kekuatannya. Jadinya bumi atau alam inilah sebenarnya butha kala itu. Alam bumi kita ini memang memiliki dua aspek. Ada aspek negative dan aspek positif.

Alam adalah sebagai sumber hidup manusia, tanpa alam manusia tidak dapat hidup. Unsur-unsur alam ini  sebagai dasar bagi umat manusia untuk mendapatkan kemakmuran. Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan hidup berpijak pada alam dan hidup dari tumbuh-tumbuhan itu. Itulah aspek positif dari alam, tetapi alam pun dapat menjadi sumber kesengsaraan hidup manusia, seperti menimbulkan banjir, gempa, tanah longsor, musim kemarau yang panjang juga dapat menyengsarakan hidup manusia. Itulah aspek negatif dari pada  alam.
Untuk itulah upacara bhuta yajna ini bertujuan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan bhuta kala (energy alam) dan memanfaatkan daya gunanya. Walaupun secara kenyataan (sekala) upacara dan upakara ditujukan kepada Bhuta Kala, tetapi yang akan memberikan  anugrah pahala adalah Sang Hyang Widhi Wasa.

C. Manusia Yajna
Upacara Manusia Yajna adalah pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual terhadap seseorang sejak terbentuknya jasmani di dalam kandungan ibu sampai dewasa.  
Pemeliharaan dalam upacara ini hanya bersifat simbolis yaitu dengan sesajen, unsur pendidikan diwujudkan dengan memperdengarkan doa-doa, cerita kepahlawanan selama berada di dalam kandungan ibu, setelah lahir ditingkatkan dengan memperkenalkan dan memupuk kecintaan terhadap makluk lain serta unsur kekuatan alam.

Selanjutnya penyucian merupakan factor yang utama dalam upacara ini. Pada saat upacara penyucian terhadap jasmani dilakukan secara simbolis dengan mencipratkan air suci/ Tirtha pada ubun-ubun/kepala dan tubuh lainnya, diminum serta diraupkan ke muka. Tetapi hendaknya perlu diingat bahwa sebelum diupacarai, orang yang bersangkutan wajib membersihkan diri secara sempurna yaitu dengan mandi, berkumur, dan berkeramas. Penyucian secara lahiriah ditingkatkan lagi dengan penyucian secara spiritual terhadap jasmani dan rohani dengan doa dan mantrDoa dan mantra ini diucapkan oleh rohaniawan Hindu, misalnya oleh Pandita, Pinandita/Pemangku atau yang dianggap mampu dan berwenang untuk maksud tersebut. Untuk menerima kekuatan suci dari doa dan mantra-mantra itu diselenggarakan upacara Manusia Yajna.
Penyucian diri dapat pula dilakukan dengan tanpa bantuan rohaniawan ataupun sesajen, yaitu dengan melakukan tapa brata, yoga, semadi, dan pengendalian diri dengan tekun dan disiplin. Ketentuan ini disebutkan didalam Silakrama sebagai berikut:
Adbhir gatrani sudhyanti
Manah satyena sudhyanti
Widyatapobhyam bhrtatma
Budhir jnanena sudhyanti

Artinya:
Tubuh dibersihkan dengan air,
Pikiran dibersihkan dengan kejujuran,
Roh dibersihkan dengan ilmu dan tapa,
Akal dibersihkan dengan kebijaksanaan.
Cara tersebut tentunya sangat sulit untuk dapat dilaksanakan oleh masyarakat luas/awam, terutama dikalangan anak-anak, tetapi hal tersebut harus dicoba dan dapat dilaksanakan.

D. Pitra Yajna
Lahir, hidup dan mati (utpati, stthiti, dan  praline) merupakan hukum alam (Rta) yaitu suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan dipungkiri oleh semua makluk hidup di dunia ini termasuk manusia. Lahir diibaratkan sebagai kedatangan ,hidup sebagai pertumbuhan dan perkembangan, dan mati diibaratkan sebagai kepergian, yaitu kepergian Atma meningalkan jasadnya. Atman ditopang oleh karmanya selama hidup mengikuti proses perjalan menuju sumbernya (Brahman), sedangkan jasadnya berupa jenasah harus pula dikembalikan kepada sumber pembentuknya yaitu Panca Maha Butha(pertiwi, apah, teja, bayu,dan akasa). Veda mengajarkan bahwa proses tercepat untuk itu adalah dengan perabuan yang disebut dengan Ngaben dalam upacara Pitra Yajna.

Pitra Yajna adalah suatu upacara untuk menghormati dan berbhakti kepada orang tua/leluhur kita yang telah meninggal dunia dan telah berjasa kepada kita semasa hidupnya. Pelaksanaan upacara yajna ini selalu fleksibel artinya dapat dikembangkan mengikuti perkembangan jaman, lingkungan, situasi dan kondisi daerah tersebut dalam koridor tuntunan dharma yang hasil akhirnya sama yakni mengantar umat untuk mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan rohani. Dan juga yang masih dijadikan dasar dalam pelaksanaan yajna tersebut adalah Catur Dresta, dimana dalam melaksanakan yajna tidak dapat kita tinggalkan Sastra Dresta(kebenaran berdasarkan sastra agama), Purwa Dresta (kebenaran berdasarkan masa lalu), Loka Dresta(kebenaran berdasarkan kesepakatan yang diawali dengan musyawarah) dan Desa Dresta(kebenaran berdasarkan tempat pelaksanaan dimana yajna tersebut dilangsungkan).

Pada zaman kerajaan, raja dianggap wakil Tuhan di dunia untuk melindungi umat manusia/rakyatnya. Karena itu raja sering juga disebut Bhatara dan disembah oleh rakyat sebagai pelindungnya, setelah beliau meninggal rohnya disucikan melalui suatu upacara penyucian yang disebut juga dengan Pitra yajna dan setelah dianggap suci distanakan ditempat pemujaan tertentu. Disinipun umat dapat menyembah/ berbhakti karena beliau telah berjasa dan telah suci, inipun disebut dengan pitra yajna yaitu menghormati dan berbhakti kepada leluhur/orang yang telah berjasa kepada kita dimasa hidupnya.
Demikian pula leluhur/ orang tua yang secara nyata melahirkan kita dan mendidik serta memelihara kita dari kecil hingga dewasa. Karena jasa-jasanya, keturunannya wajib menyembah, menghormati dan berbhakti kepadanya. Dan setelah meninggal melaluai proses upacara penyucian (Pitra Yajna) roh leluhur akhirnya distanakan di tempat pemujaan leluhur seperti: Kemulan, Dadia, Panti, dan yang tertinggi adalah Pedarman. Di tempat-tempat pemujaan ini dapat dilakukan persembahyangan(Pitra Yajna) oleh keturunannya untuk menyembah dan berbhakti kepada beliau yang telah suci.

E. Rsi Yajna
Rsi Yajna adalah penghormatan serta pemujaan/ bhakti kepada para Rsi, Sulinggih, Pemangku atau Guru yang telah memberikan  tuntunan hidup kepada kita untuk menuju kebahagiaan lahir dan bathin, di dunia dan akhirat (Moksartham Jagadita Ya Ca Iti Dharma). Pemujaan atau penghormatan tidak hanya terbatas kepada para Rsi yang telah lampau, tetapi dilakukan pula kepada yang meneruskan tugas dan ajaran beliau.
Dalam melaksanakan Yajna mengandung dua aspek yaitu aspek ritual dan aspek Karma Marga yang diwujudkan dalam perbuatan mulia dalam kehidupan, sebagai sarana untuk menghubungkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa. Khususnya dalam Rsi Yajna kedua aspek tersebut terwujud dalam kehidupan umat Hindu. Dalam aspek ritual Rsi Yajna berarti suatu upacara untuk meningkatkan kesucian diri seperti: mawinten, dan atau mediksa. Dalam aspek Karma Marga, Rsi Yajna berarti beryajna kepada para Rsi, Sulinggih/ Pandita, Pemangku/ Pinandita, Guru kerohanian, baik dalam bentuk materi maupun tenaga atau non materi seperti: memberikan sesuatu dengan rasa bhakti dalam bentuk punia, sesantun, Rsi bhojana dan lain-lain. Rsi Yajna dalam aspek Karma Marga merupakan suatu perwujudan dari pada Rsi Rnam dalam konsep Tri Rnam. Rsi Rnam adalah suatu hutang pengetahuan suci kepada Rsi, Sulinggih/ Pandita, Pemangku/ Pinandita, dan Guru kerohanian atas peranannya membimbing umat Hindu dalam membina dan meningkatkan penghayatan terhadap agama Hindu dan juga atas jasanya di dalam melakukan lokapalasraya di masyarakat.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Yajna/ Panca Yajna adalah suatu bentuk pelaksanaan ajaran agama Hindu yang didalamnya tercermin kegiatan praktis bagaimana seharusnya manusia menunjukkan rasa kasih dan bhakti kepada Tuhan (Hyang Widhi Wasa), kepada alam semesta(Bhuta Kala), kepada sesama manusia, kepada para leluhur/ roh nenek moyang, dan kepada orang-orang suci (Rsi, Sulinggih/Pandita, Pemangku/ Pinandita, dan Guru kerohanian).Demikian makalah mengenai Yajna ini yang dapat penulis sampaikan, yang sebenarnya kami ambil dari beberapa buku yang sudah ada, namun bahasa, dan kalimatnya disederhanakan agar dapat dipahami oleh segenap lapisan masyarakat Hindu.
Penulis menyadari betul bahwa apa yang telah disusun ini jauh dari harapan umat Hindu, karena keterbatasan penulis mendapatkan sumber atau pustaka yang dapat dipergunakan. Penulis menyadari makalah ini masih perlu disempurnakan, untuk itu saran dan bimbingan dari dosen pembimbing, teman-teman mahasiswa, kalangan intelektual Hindu sangat penulis harapkan.
Akhirnya dengan menghaturkan puji dan syukur kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa atas asung kerta waranugranyalah makalah ini dapat diselesaikan, Om Ano badrah kratawo yantu visvatah, Semoga segala pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
Om santih Santih Santih Om

DAFTA PUSTAKA

1. Suarjaya dkk. I Wayan. Th. 2008, Panca Yajna, Penerbit Widya Dharma
2. Wiana. I Ketut. Th. 2007, Sembahyang Menurut Hindu, Penerbit Paramita
3. Puja. MA. I Gde, Th 2010, Bhagawadgita(Pacama Veda), Penerbit Paramita

0 Response to "Landasan Filosofi Pelaksanaan Panca Yadnya dan Bagian-Bagianya Serta Bentunya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel