Tradisi Yang Bersumber Dari Ajaran Hindu Masih Dipraktekkan Masyarakat Islam

Kenduri atau Kenduren
HINDUALUKTA-- Banyak umat Hindu yang tidak mengetahui ajaranya. Sehingga, beberapa ajaran Hindu ditinggalkan. Sehingga tak sedikit ajaran Hindu di gunakan oleh umat lain. Seperti halnya upacara adat yang menjadi tradisi di beberapa lingkungan masyarakat Islam yang sebenarnya tidak diajarkan dalam Islam.

Tradisi tersebut, merupakan asli bersumber dari agama Hindu. Hal ini memang terpandang kontroversi. Nah, untuk membuktikan hal tersebut bisa dilihat dari penjelasan dibawah ini agar umat Islam tidak tersesat.

1. Tentang Selamatan yang Biasa Disebut Genduri (Kenduri atau Kenduren)

Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. Masalah ini terdapat pada kitab sama weda hal. 373 (no.10) yang berbunyi:

Sloka prastias mai pipisatewikwani widuse bahra aranggaymaya jekmayipatsiyada duweni narah

Artinya:
"Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui". Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan.

Juga terdapat pada kitab Siwa Sasana hal. 46 bab Panca Maha Yatnya dan pada Upadesa hal. 34, yang isiya:
  1. Dewa Yatnya (selamatan) Yaitu korban suci yang secara tulus ikhlas ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dengan jalan bakti sujud memuji, serta menurut apa yang diperintahkan-Nya (tirta yatra) metri bopo pertiwi.
  2. Pitra Yatnya Yaitu korban suci kepada leluhur (pengeling-eling) dengan memuji yang ada di akhirat supaya memberi pertolongan kepada yang masih hidup.
  3. Manusia Yatnya Yaitu korban yang diperuntukan kepada keturunan atau sesama supaya hidup damai dan tentram.
  4. Resi Yatnya Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada guru atas jasa ilmu yang diberikan (danyangan).
  5. Buta Yatnya Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada semua makhluk yang kelihatan maupun tidak, untuk kemulyaan dunia ini (unggahan).
2. Tentang Doa Selamatan Kematian 7, 40, 100 dan 1000 Hari 


Kita mengenal sebuah ritual keagamaan di dalam masyarakat muslim ketika terjadi kematian adalah menyelenggarakan selamatan/kenduri kematian berupa doa-doa, tahlilan, yasinan (karena yang biasa dibaca adalah surat Yasin) di hari ke 7, 40, 100, dan 1000 harinya.

Disini kami mengajak anda untuk mengkaji permasalahan ini secara praktis dan ilmiah. Setelah diteliti ternyata amalan selamatan kematian pada hari yang ditentukan diatas tersebut bukan berasal dari Al Quran, Hadits (sunah rasul) maupun Ijma Sahabat, malah kita bisa melacaknya dikitab-kitab Agama Hindu.

Dalam keyakinan Hindu roh leluhur (orang mati) harus dihormati karena bisa menjadi dewa terdekat dari manusia (Kitab Weda Smerti Hal. 99 No. 192). Selain itu dikenal juga dalam Hindu adanya Samsara (menitis/reinkarnasi).

Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193 yang berbunyi :

"Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu. Dalam buku media Hindu yang berjudul : “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa, serpihan yang tertinggal” karya : Ida Bedande Adi Suripto, ia mengatakan : “Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa hari ke 1, 7, 40, 100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran Hindu”.

Sedangkan penyembelihan kurban untuk orang mati pada hari (hari 1,7,4,….1000) terdapat pada kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39 yang berbunyi:

 "Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia".

3. Tentang Upacara untuk Wanita Hamil ( Telonan, Mitoni dan Tingkepan)

Telonan, Mitoni dan Tingkepan yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarkat adalah tradisi masyarakat Hindu. Upacara ini dilakukan dalam rangka memohon keselamatan anak yang ada di dalam rahim (kandungan).

Upacara ini biasa disebut Garba Wedana (garba : perut, Wedana : sedang mengandung). Selama bayi dalam kandungan dibuatkan tumpeng selamatan/sesaji  Telonan, Mitoni, Tingkepan.

Intisari dari sesajinya adalah (terdapat dalam Kitab Upadesa hal. 46) :
  1. Pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip).
  2. Sambutan, yaitu upacara penyambutan atau peneguhan letak atman (urip) pada si jabang bayi
  3. Janganan, yaitu upacara suguhan terhadap “Empat Saudara” (sedulur papat) yang menyertai kelahiran sang bayi, yaitu : darah, air, barah, dan ari-ari (orang Jawa menyebut  kakang kawah adi ari-ari)
Hal ini dilakukan untuk panggilan kepada semua kekuatan-kekuatan alam yang tidak kelihatan tapi mempunyai hubungan langsung pada kehidupan sang bayi dan juga pada panggilan kepada ‘Saudara Empat” yang bersama-sama ketika sang bayi dilahirkan, untuk bersama-sama diupacarai, diberi pensucian dan suguhan agar sang bayi mendapat keselamatan dan selalu dijaga oleh unsur kekuatan alam.

Sedangkan upacara terhadap ari-ari, ialah setelah ari-ari terlepas dari si bayi lalu dibersihkan dengan air yang kemudian dimasukkan ke dalam tempurung kelapa selanjutnya dimasukkan ke dalam kendil atau guci. Ke dalamnya dimasukkah tulisan “Aum” agar sang Hyang Widhi melindungi.

Selain itu dimasukkan juga berbagai benda lain sebagai persembahan kepada Hyang Widhi. Kendil kemudian ditanam di pekarangan, dikanan pintu apabila bayinya laki-laki, dikiri pintu apabila bayinya perempuan.

Kendil yang berisi ari-ari ditimbun dengan baik, dan pada malam harinya diberi lampu, selama tiga bulan. Apa yang diperbuat kepada si bayi maka diberlakukan juga kepada Saudara Empat tersebut. Kalau si bayi setelah dimandikan, maka airnya juga disiramkan kepada kendil tersebut. (Kitab Upadesa, tentang ajaran-ajaran Agama Hindu, oleh : Tjok Rai Sudharta, MA. dan Drs. Ida Bagus Oka Punia Atmaja, cetakan kedua 2007).

0 Response to "Tradisi Yang Bersumber Dari Ajaran Hindu Masih Dipraktekkan Masyarakat Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel