Struktur Pura yang Benar

HINDUALUKTA-- Berbeda dengan tempat suci agama lain, bangunan Pura dibuat pada udara terbuka yang terdiri dari beberapa bagian atau lingkungan dan dikelilingi oleh pagar tembok. Masing-masing lingkungan dihubungkan dengan gapura atau gerbang dengan ukiran indah. Lingkungan yang dikelilingi tembok tersebut memuat beberapa bangunan seperti pelinggih, tempat bersemayam Hyang Widhi, meru yaitu menara dengan atap bersusun, serta bale (pavilion atau pendopo).

Pura bukan hanya tempat untuk pemujaan atau sembahyang, melainkan tempat suci. Pendirian Pura harus mengikuti beberapa persyaratan sehingga menjadi tempat suci. Struktur bangunan Pura mengikuti konsep Tri Mandala (tri = tiga, mandala = wilayah/daerah). Tri Mandala ini merupakan perlambangan dari Tri Bhuwana, yaitu:

1. Nista Mandala (Jaba Pisan) – lambang bhur loka
2. Madya Mandala (Jaba Tengah) – lambang bhuwah loka
3. Utama Mandala (Jero) – lambang swah loka

Nista Mandala merupakan zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari luar lingkungan. Zona ini biasanya berupa taman atau lapangan, bisa digunakan untuk pementasan tari atau persiapan upacara keagamaan. Sebelum masuk Nista Mandala, terdapat Candi Bentar, yang berfungsi sebagai penyeleksi umum.

Madya Mandala adalah zona tengah dimana umat beraktivitas dan fasilitas pendukung. Pada zona ini terdapat Bale Kul-kul, Bale Gong, wantilan, Bale Pesandekan, dan Perantenan. Di beberapa Pura, Bale Kul-kul dan Perantenan ada di Nista Mandala.

Utama Mandala merupakan zona yang paling dalam, dan merupakan tempat paling suci dari Pura. Untuk masuk tempat ini umat harus melalui Kori Agung atau Candi Kurung dengan 3 pintu. Pintu utama terletak di tengah, sedangkan dua pintu lainnya mengapit pintu utama. Di zona ini terdapat Padmasana, Pelinggih, Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.

Selain sebagai lambang Tri Bhuwana, konsep Tri Mandala ini juga mempunyai tuntutan tata susila bagi Umat Hindu. Tuntutan tat susila itu adalah Tri Kaya Parisudha, yaitu kayika, wacika dan manacika. Dari masuk jaba pisan umat sudah harus mengendalikan kegiatannya agar baik dan suci.

Struktur Pura yang Benar


Area Nista Mandala Madya Mandala Utama Mandala
Bangunan Candi Bentar / Apit Surang,
Pawaregan+ kamar mandi,
perpustakaan
Bale Kulkul, Bale Gong,
Wantilan,
Suci (dapur khusus),
Bale Petandingan
Gelungkuri (Candi kurung),
Padmasana, Meru, Bale Pawedan,
Bale Gajah, Penglurah,
Bale Pengaruman,
Bale Piyasan, Taman Sari,
Gedong Simpen
Adalah bangunan untuk menyimpan alat perlengkapan upacara, seperti kober, tedung pagut, masmasang, panawa sanga dan sopacara. Bangunan yang diperlukan hanya kecil, namun pada kenyataan dibuat cukup besar dimana bagian depan gedong simpen ini digunakan untuk menerima tamu terhormat seperti sulinggih, para rohaniawan dan guru wisesa.
Di Pura Penataran Agung Kertabhumi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mempunyai 2 gedong simpan. Salah satu gedong simpan dibuat lebih kecil dan digunakan untuk menyimpan Kitab Suci Weda.
Bangunan ini terletak di Utama Mandala, tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil, disesuaikan dengan areal yang tersedia. Pawedan artinya pemujaan. Bale ini merupakan bangunan dimana Ida Pedanda menghaturkan upacara dan memimpin persembahyangan. Secara filosofis, yang berstana di Bale Pawedan adalah Dewa Siwa. Pada saat Ida Pedanda, Pandita, Sulinggih memuja beliau menstanakan Dewa Siwa dalam dirinya. Jika kita perhatikan peralatan yang digunakan adalah siwa upa karana.

Merupakan bangunan pelinggih yang keseluruhannya terbuat dari batu bata, menyerupai tugu. Secara immanent, pelinggih ini merupakan stana para Lurah, iringan pengawal para Dewa.
Pelinggih ini selalu ada di setiap pura. Di Pura Penataran Agung Kertabhumi TMII ada 2 penglurah yang berdampingan di antara 2 gedong simpen, satu di antaranya dibuat lebih kecil dan disebut Penglurah alit.


Wantilan adalah bangunan besar dimana umat mempersiapkan persembahyangan terutama untuk umat yang berasal dari jauh dimana mereka akan mengecek peralatan sembahyang yang dibawa. Selain itu wantilan juga berfungsi sebagai tempat pertunjukan kesenian, tempat bermalam, tempat persiapan piodalan, latihan menabuh, menari dan lainnya. Wantilan tidak selalu ada di Pura. Fungsi ini digantikan dengan bangunan yang lebih kecil yang disebut Bale Pererenan.


Merupakan bangunan tempat gong. Pada saat ada upacara, para sekeha gong akan membunyikan gamelan di bale ini. Sementara pada hari biasa akan dijadikan tempat latihan menabuh maupun menari. Tidak semua Pura mempunyai gong dan Bale Gong.

Bale kulkul adalah bale atau bangunan yang tinggi dan berisi kulkul atau kentongan. Bangunan ini pada umumnya ditempatkan pada arah hum (barat daya) dari areal Madya Mandala. Jumlah kentongan yang ada bisa 1 atau 2.
Kentongan terbuat dari kayu pilihan, biasanya kayu Dan (dracontomelum mangiferum). Pembuatannya berdasarkan pada sastra dan agama, dan dilakukan oleh Undagi (tukang pembuat kulkul).
Kulkul berdarkan fungsinya dibedakan menjadi Kulkul Dewa, Kulkul Manusa dan Kulkul Butha. Sedangkan berdasarkan personifikasinya dibedakan menjadi Kulkul Lanang (Lelaki) dan Kulkul Wadon (Wanita).
Bunyi kentongan merupakan isyarat atas kejadian tertentu. Bunyi kentongan / kul-kul bisa berbeda antar daerah, dan merupakan ciri khsuus. Isyarat tersebut bisa berarti tanda untuk kerjabakti, adanya kebakaran, ada musuh dan bencana lain, dll. Tidak semua orang boleh membunyikan kulkul.
Sedangkan bunyi kul-kul di Pura mempunyai fungsi:
1. Umat atau warga pengempon siap untuk kerja bakti.
2. Pada hari pujawali, upacara melis/mesucian akan dilakukan sehingga umat bisa segera bergabung.
3. Ada pratima/pralingga yang datang agar petugas banten dan pemangku yang memendak segera melaksanakan tugas.
4. Pratima/pralingga dari suatu Pura meninggalkan pura dan pengiring yang masih ada di sekitar Pura agar segera bersiap mepamit pulang.
5. Upacara piodalan sudah berakhir / nyineb.

Istilah lain dari pewaregan adalah dapur umum, merupakan tempat dimana umat memasak untuk kepentingan pemedek (umat yang datang dari jauh), juga termasuk pengayah.

Candi bentar (apit surang) merupakan gapura serupa dan sebangun yang merupakan gerbang masuk dari Nista Mandala ke Madya Mandala. Gapura ini tidak ada atap di antara keduanya. Ada anak tangga di bagian bawah. Pada bangunan Pura merupakan gerbang dari arah luar lingkungan pura yang membatasi Nista Mandala dan Madya Mandala. Karena bentuknya sering disebut juga gerbang terbelah.
Pada saat umat melewati gerbang ini maka pikiran dan tingkah laku sudah harus dengan kebaikan dan kesucian (sat cit ananda). Konsep Tri Kaya Parisudha sudah harus dilakukan pada saat kaki sudah melangkah melewati candi bentar.








0 Response to "Struktur Pura yang Benar"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel