Tata Cara Pelaksanaan Upacara Pitra Yajna (Makalah)
Makna, Tata cara, Hakikat, Landasan Pelaksanaan Pitra Yajna |
HINDUALUKTA-- "JATASYA HI DHRUWO MRITYUR, DHRUWAM JANMAMRITASYA CA, TASMAD APARIHARYE
RTHE NA TWAM SOCITUM ARHASI" ( Bhg. Pudja 1985:44 )
Artinya: "Sesungguhnya setiap yang lahir, kematian
adalah pasti, dan demikian pula setiap yang mati kelahiran adalah pasti, dan
ini tak terelakkan, karena itu tidak ada alas an engkau merasa menyesal .
Karena itu tak ada alasan engkau merasa menyesal".
Kematian adalah pasti bagi yang hidup. Untuk
menyongsong kedatangan kematian itu perlu dipersiapkan . Persiapan bagi diri
sendiri tiada lain dengan selalu berlaksana Tri Kaya Pari Sudha( Berpikir yang
baik, Berbicara yang baik, dan berbuat yang baik). Persiapan bagi orang tua
kerabat terdekat yang paling penting adalah melakukan selaian Tri Kaya pari
Sudha tadi adalah sima Krama, hubungan kekerabatan , Sosial kemasyarakatan,
Sebab bila terjadi atman itu meninggalkan badan maka badan itu tidak mungkin
berangkat sendiri kekuburan/ Kremasi. Indikator orang itu baik adalah ketika ia
meninggal banyak orang mengantarkan ke kuburan/ Kremasi.
Pelaksananan Pita Yadnya dalam Agama
Hindu sangat beragam. Hal ini sangat dimungkinkan sebab Acara atau bagian ke
tiga dari tri Kerangka Dasar Agama Hindu memberikan peluang untuk itu .Hal ini
disebabkan agama Hindu mengenal Nisata Madya dan Utama . Hal inilah yang
memberikan petunjuk agar semua lapisan masyarakat dapat melakukan Yadnya dengan
baik. Adanya desa Kala dan Patra: Yaitu
Daerah, Waktu dan dalam keadaan teertentu upacara ibni dapat disesuaikan.
Adanya Drsata atau pandangan Masyarakat
tertentu / Lokal genius masyarakat dalam menterjemahkan atau memahami Weda.
B.
Dasar Pelaksanaan
Pitra Yadnya:
1.
Piagam
Campuan Ubud: Keputusan dari Dharma asrama para Sulinggih dan Para Walaka Hindu
Bali yang dilaksanakan di Campuhan Ubud
dari tanggal 17 sampai dengan 23 Nopember 1961. Dalam piagam ini terdapat
beberapa keputusan diantaranya tentang Dharma Agama pada angka VI yang
rumusannya sebagai berikut: “ Pelaksanaan Atiwa-tiwa/ Pembakaran Jnasah
ditetapkan menurut ketentuan dalam Yama Tattwa, terutama menganai
bebantenannya, dan diklaksanakan dalam 7( tujuh ) hari dengan tidak memilih dewasa. Upacara
Salah pati, Ngulah pati, Kepengawan, Sakit ila/ Lepradan sebagainya, Upacaranya
disesuaikan dengan orang mati biasa, dengan menggunakan upacara penebusa,
setiap pelaksanaan pembakaran mayat dan semua upacaranya. Penyelesainnya
hendaknya dilakukan di kuburan.
2.
Kektentuan dalam
Lontar Yama Purana Tattwa adalah sebagai berikut :
“ Nihan kecaping
daging Yama Purana Tattwa, Prasidha tingkah angupakara sawa san mati, agung,
ali, nista, madya utama, maka patuting ulah sang magama tirtha rin Bali Rajia,
tan wenag mapendem mangda mageseng huga, Sahika subha caranya, prasida sang
atma moih ring Bhatara brahma, apitwi tan pabya, swasta ring sang hyang Agni, sida amanggih rahayu
sang hyang Atma.
Artinya:
Inilah
ucap Yama Purana Tattwa : tatacara menyelesaikan jenasah oaring meninggal,
besar, kecil, Nista, Madya, Utama, sebagai kewajiban orang beragama tirtha (
Hindu ) yang ada di Bali Rajia ( daerah Bali ) tidak boleh dikubur supaya
dibakar juga sah itu tata caranya sampai sang Atma bertemu dengan Bhatara
Brahma , walaupun tanpa biaya, Swasta di sang Hyang Agni, sakan mencapai
selamat Sang Hyang Atma.
Kuneng Upacaranya mageseng, rawuhing ring setra sigra
tibanin tirtha pengentas, duking mageseng duluranya: Daksina asiki, Canag Sari
pitung tanding, jinah bolong 225,Beras catur warna mawadah tamukur, ngangge
krebsari sahasta, kasa masurat ONGKARA ring ikang sawa, arenge sapit
kadicara penipis ring watu yadyapin sesenden pada wenang, raju wadahin nyuh
gading adegkna puspa lingga , tamuli ayabin bubur pirata ketupat pesor , saji
punjungan putih kuning, dius kumaligi ,. Wusan hanyut hanyut ikang puspa lingga
tekeng kampuhnya, prsidha sihika kramanya”.
Artinya:
Demikianlah
upacara kremasi setibanya di kuburan ketisin tirtha Pangentas, pada waktu
kremasi sertakan : Daksina satu, canag sari tujuh tanding, uang kepeng 225
keping, Beras empat warna ditempatkan pada tamas, memakai tutp kain putih lebih
kurang 35 Cm. Kain putih bertuliskan OMKARA ditaruh di atas dada jenasah kemudian
dibakar. Setelah menjadi abu jenasah
itu, abunya di jepit ditaruh diatas batu ( Pne atau cobek) lalu dimasukkan
kedalam kelapa gading ( yang sudah dikasturi airnya dibuang dibentuk menjadi
puspa sarira, Puspa lingga/ sekah , dipersembahkan bubur pirata, ketipa peseor,
banten ajuman putih kuning, dyus kamaligi . Setelah selesai hanyut / dibuang ke
laut atau ke sungai yang bermuara di lauytPuspa lingga itu beserta kainnya de
ngan demikian selesai dan sah itu pelaksanannya.
Walaupun
dalam ketentuan ini disebutkan tidak memilih hari dalam tujuh hari namun
tradisi / acara suatu tempat harus dilaksankan seperti: Purna, Upacara Puja
Wali di salah satu Pura, Tilem, Perwani, Kala Gotongan urip sapta wara dan
Panca wara berjumlah 14 , semut Sedulur : urip Sapta wara dan Panca wara
berjumlah 13. Pada hari-hari ini sebaiknya jangan dilaksanakan atiwa-tiwa.
C.
Pelaksanaan Pitra
Rna
Dalam kehidupan hubungann antara anak dan orang tua tidak
akan bisa dipisahkan untuk selamanya . Sebab dalam perjalan hidup ini apaun
yang terjadi tidak ada istilah bekas anak atau bekas bapak atau ibu. Jadi sejelek
apapun orang tua atau anak tetap dia adalah anak atau bapak dan ibu. Dalam hal
hubungan antara anak dengan orang tua / leluhur inilah yang disebut dengan
Pitra Yadnya. Usaha untuk mengabdi, melayani, menghormati, memberikan dana
punya atau sesuatu pada orang tua/ leluhur inilah disebut Pitra Yajna. Kata
Pitra Yadnya berasal dari kata Pitra
atau Pitara atau pitr yang mengadakan . Yadnya adalah sebuah pengabdian
, persembahan , dan bhakti. Jadi Pitra yadnya adalah segala bentuk pengabdian,
persembahan, pemeliharaan dan bhakti mengikuti segala bimbingan, arahan,
petunjuknya itulah Pitra Yadnya. Dalam pengertian yang agak sempit Titra yadnya
adalah upacara perawatan jenasah sampai diaben atau nyekah. Sedangkan secara
umum Pitra yadnya dimaksudkan adalah merawat mengabdi, persembahan, dan bhakti
pada orang tua.
D.
Saat menjelang
kematian.
Kematian
adalah pasti bagi yang hidup. Bagai mana menghadapi kematian usahakan untuk
senantiasa berkarma baik dan melakukan Smaranam selalu menybut dan mengagungkan
nama Tuhan dengan mengucapkan OM. Bila hal ini terjadi pada orang lain baik itu
orang tua saudara atau sispa saja saat menjelang meninggalnya damping dan
bisikan OM pada telinganya sehingga akan mampu menuntun pada penyatuan Rohnya
dengan Sang Hyang Widhi.
Om ity Ekaksarambrahma, wyaharam mam anusamara,
Yah prayati tyajan deham, sa yati paramam gatim.
Ia yang
mengucapkan OM aksara tunggal yaitu Brahman, dan mengingat Aku sewaktu ajal
akan meninggalkan badan jasmani, ia akan pergi menuju tempat yang tertinggi (
Moksa ).
E.
Setelah Meninggal
Panggil kekuarga terdekat atau mereka yang ada
disekitar kita ajak berdoa:
OM A TA SA BA I, OM WA SI MA NA YA, MANG ANG UNG.
OM MURCANTU, SWARGANTU,
MOKSANTU, SUNYANTU, ONG KSAMA SAMPURNA YANAMAH SWADAH.
Doa
ini dapat dilakukan oleh siapa saja, sendiri atau bersama pada saat ngelayat
atau pada saat mendengar ada orang meninggal.
Selanjutnya
yang perlu dilakukan adalah :
1.
Bila meninggalnya
di rumah sakit segera urus administrasinya sehingga bisa dibawa pulang. Bila
tidak mungkin dibawa pulang karena rumah ngontrak dan sebaginya /
berbagai pertimbangan maka dimandikan di rumah sakit saja tentu dengan
alat-alat permandian biasa serta pakaian dan pengulungan / kavan.
2.
Bila dalam
keadaan normal jenasah dibawa pulang. Sampai dirumah panggil keluarga terdekat,
sampaikan pada lingkungan Ketua tempek / banjar juga ketua lingkungan RT/RW.PERDA
DKI NO7 TENTANG PEMAKAMAN
3.
Keluarga berembug
dengan pengurus Tempak selanjutnya mau di Kubur, Mekingsan di Geni atau di
Aben.
4.
Pengurusan surat/
Administrasi kematian : RT,RW, Kelurahan, Dinas Pemakaman setempat.
5.
Mengurus
menghubungi pihak Kuburan pembuatan bangbang, atau Kremasi.
6.
Mengubungi/
matur ke Pedanda atau Pinandita yang
akan muput/ nganteb.
7.
Perlengkapan
untuk memandikan jenasah.
a.
Tempat memandikan
jenasah berupa Pepaga, dipan, atau meja
b.
Tikar alas
memandikan.
c.
Cabang dapdap
untuk tiang leluhur 4 batang
d.
Ember, gayung.
e.
Pisau /silet buat
ngerik kuku
f.
Sabun , sampau,
handuk
g.
Kapas dan perban
bila jenasah ada luka
h.
Peti dengan bantalnya.
8.
Sarana upakara /
eteh-eteh memandikan jenasah
a.
Ambuh /alat
keramas dari daun kembang sepatu dan santan kelapa.
b.
Sisig /alat
membersihkan gigi dari kue renginang yang dibakar sehingga gosong.
c.
Minyak rambut dan
sisir.
d.
Kekosok kuning
dari tepung beras dan kunyit.( untuk muka )
e.
Kekosok putih
dari tepung beras.( untuk badan )
f.
Telor ayam mentah
satu butir / Isuh-isuh
g.
Lis
h.
Air biasa dan air
kumkuman / aiar kembang dan wangi.
i.
Benang itik-itik
untuk tangan dan kaki.
j.
Momon cincin
permata yang bagus
k.
Pecahan cermin
daun intaran/mindi. Bunga menuh/ melati. Baja, daun teratai/ daun terong, bunga
celeng biru, sikapa/gadung.
l.
Kain putih
kira-kira 15 meter untuk :
·
Leluhur /
ulap-ulap 1 m2
·
Udeng/ destar
bagi laki-laki, 1
m2
·
Angkeb rai/ tutup
muka 30
cm
·
Tutup kemaluan
kain hitam 30
cm
·
Kain untuk wanita/ laki-laki 1,50 m
·
Kain dalem /
tapih bagi wanita 1.20
m
·
Kampuh bagi
laki-laki 1,20
m
·
Anteng bagi
wanita 5cm
x 1,5 m
·
Sabuk
laki/perempuan 5cm
x 1,5 m
·
Pengulungan ( disesuikan dengan postur tubuh 2 m2
·
Rantassn putih
kuning @ 1,5
m
·
Kain peti 5
m
·
Rurub / tutup
jenasah 2
m
·
Kain tutup peti 3m.
·
Tali secukupnya.
Persiapan Banten / Sajen : Bila di Kubur.
a.
Pejati sesuai
dengan kebutuhan : 9 set. Tambah canang dan segehan.
·
1 set untuk di
merajan / Kawitan.
·
1 set untuk peti
jenasah dan prayascita.
·
1 set untuk Pura
Prajapati.
·
1 set untuk di
ulun setra/ Kremasi.
·
1 set untuk ibu
pertiwi.
·
1 set untuk di
Surya /Pesaksi.
·
1 set untuk di
lubang kuburan bila dipendem.
·
1 set untuk di
sawa
·
1 set untuk
pinandita bila dipendem.
Titip di Geni.
1.
Eteh eteh
permandian sama dengan di Pendem
2.
Tarpana :
a.
Praja Pati : Pejati , Suci bila dipuja oleh Pedanda, Segehan,
rantasan asep, tetabuh yeh anyar.
b.
Banten teben ;
Nasi Angkeb, peras, daksina, uang 225, Penyeneng, Ketipat kelanan , segehan.
c.
Ayaban disamping
sawa: Sodaan, Prangkatan, Peras , daksina, penyeneng, Ketipat pesor, jajan
pasar ( yang lembek –lembek ).
d.
Pawedaan : Suci,
Pejati, prayascita, pesucian eteh-eteh penglukatan : Payuk, kukusan, sibuh
pepek, segau, ( dipuput Pedanda ).
e.
Pura dalem Pejati
Nunas tirta.
Banten Ngaben :
1.
Eteh-eteh
pemandian sama dengan di Titip di Geni.
2.
Pura Dalem :
Suci, peras, Daksina, Ajuman,Tipat Kelanan Canang segehan ( Pejati).
3.
Tarpana:
a.
Prajapati : Suci,
Pejati, Rantasan, Segehan, tetabuh( arak berem).
b.
Di Peti jenasah
:
*. Daksina,
* . Uang 225 kepeng
*. Canang sari 7 tanding.
*. Beras Catur warna
masing-masing satu tamas ( ceper).
*. Kekerb sari
*. Kain Putih bertuliskan OM
Kara.
4. Samping Sawa:
*. Nasi Angkeb
*. Bubur Pirata.
* Dyus Kamaligi.
* Beras Catur Warna.
5. Teben Sawa:
*. Panjang ilang
*. Segehan Manca warna.
*. Caru ayam Brumbun ( Pengadang-adang)
tanpa sanggah cucuk.
6.
Sedahan/ Pengulun Setra:
*. Suci, Peras, Daksina
Pengulapan, Canang Sari Segehan.
7.
Ajeng Ida Pedanda:
*. Suci,Pejati, canag, segehan.
*. Pedudusan : Parayascita,
Pesucian, Rantasan, Durmangala.
*. Nunas Tirta Pengentas :
Pejati satu set, suci, sesari segehan.
UPACARA
NGIRIM / NGANYUT.
1.
Untuk Pitara:
Bubur Pirata, Ketipat Pesor,
Punjung Putih Kuning.
Dyus
Kamaligi, Segehan di teben.
2.
Praja Pati : suci, Pejati,
Tetabuhan, Rantasan, Segehan.
3.
Sanggar Surya:
: suci, Pejati, Tetabuhan, Rantasan, Segehan
4.
Pawedaan: Suci,
Pejati, Canang sari, Segehan, Eteh-eteh Penglukatan : Payuk berisi yeh anyar,
Kukusan, Sibuh pepek, Dyus Kamaligi,Bpebuu, Segau, Prayascita/ pesucian .
5.
Ke Segara / Laut
/ Kali yang bermuara ke laut. : pejati Segehan, Dupa Tirta.
6.
Payascita untuk
umat setelah selesai nganyut/ mendem.
Catatana beberapa mantra:
1.
Nyiramang Layon/
Memandikan Jenasah:
Om Toyantu Pitara Dewa
Toyantu Pitara Ganam
Toyantu Pitara Warbawe
Toyantu Pitara Ya Namah
Swadah.
2.
Merirtha:
Om Tirttantu Pitara Dewa
Tirtantu Pitara Ganam
Tirtantu Pitara Sarbawe
Tirtantu Pitara Ya Namah
Swadah.
3.
Memakai
Kembang/Bunga
Om Puspantu Pitara Dewam
Puspantu Pitra Ganam
Puspantu Pitara Sarbwe
Puspatu Pitara Ya Namah
Swadah.
4.
Memakai Bija.
Om Tistantu Pitara Dewa
Tistantu Pitara Ganam
Tistantu Pitra Sarbowe
Tistantu Pitara Ya Nbamah
Swadah.
5.
Mejaya-Jaya.
Om Namo Pitara Watsalaye
Sarwa Wira Kara Sata Welaye
Sarwa Wira Palaka Ya
Sidhi Pradhana Nama Swaha
6.
Ketisin : Om
Pitara Sudha Ya Nama Swadah.
7.
Ngastawa Prajapati:
Om Ang Brahma Prajapati
Sertah
Swayambhu Waradam Guru
Brahma Yoni Catur Waktra
Brahma Sakhayan Udyate
Om Ang Brahma Parajapti Yan
Nma Swaha.
8.
Muktyang Dewa.
Om Dewa Muktyam Maha Suktam
Bojanam Parama Mrtham
Dewa Bhaksa Maha Tustam
Bhoktra Raksanam Karanam.
Om Bhuktyantu Sarwa Dewata
Bhuktyantu Triloka Natah
Saganah Sapari Warah
Swargah Sadasi Dasah.
Om Bhukti Sukarti Maha
Trityam
Matarase Bhatarakah
Etasem Sarwa Dewanam
Trepti Yuyem Bhawantuto
Om Ang Namah.
Gancawyam Ya Namah
Ksamawyam Bhawantu
Yanamah Swadah.
9.
Mesegeh:
Om Bhuta Pratista Ya Namah
Om Sang, Bang, Tang, Ang,
Ing, Nang, Mang, Sing, Wang Yang.
Om Durgha Bhucari, Kala
Bhucari, Bhuta Bhucari
Om Bhuktyantu Durga Katara
Bhuktyantu Bhuta Bhutanggah
Bhuktyantu Bhuta Bhutanam
Om Swasti Swasti Sarwa Bhuta
Ya Namah Swadah.
10. Muktyang Pitara.
Om Bhuktyantu Pita Dewa
Bhuktyantu Pitara Ganam
Bhuktyantu Pitara Sarbowe
Bhuktyantu Pitara Ya Namah
Swadah.
Om Bhuktiwyam Ya Namah
Terptiwyam Ya Namah
Sukhawyam Ya Nama
Toyawyam Ya Namah.
11. Murcyantu/ Doa Bersama.
Om Swargantu Pitara Dewam
Swargantu Pitar Ganam
Swargantu Pitra Sarwaya
Swargantu Pitara Yan Amah
Swadah.
Om Moksantu Pitara Dewam
Mosantu Pitara Ganam
Moksantu Pitra Sarbowe
Mosantu Pitra Ya Nama
Swadah.
Om Sunyantu Pitra Dewam
Sunyantu Pitara Ganam
Sunyantu Pitara Sabowe
Sunyantu Pitara Ya Nama
Swadah.
Om Muryantu Pitara Dewa
Murcyantu Pitara Ganam
Murcyantu Pitara Sarbwe
Murcyantu Pitara Ya Namah
Swadah.
12. Sembahyang:
a.
Sembah Puyung /
Tanpa Sarana Penyiapan Diri Lahir Batin Untuk Berbakti
Om Atma Tatwatma
Sudhamam Swaha.
b.
Sembaha Kehadapan
Siwa Raditya Mohon Persaksian
Om Aditya Sya Paramjyoti
Rakta Teja Namo Stute
Sweta Pangkaja Madyaste
Bhaskaraya Nama Stute.
Om Rang Ring Sah Parama Siwa
Raditya Ya Nama Swaha.
c.
Sembah Ke Prajapati.
Om Ang Brahma Prajapati
Srtah
Swayambhu Waradam Guru
Brahma Yoni Catur Waktra
Brahma Sakayam Udyate
Om Ang Brahma Praja Pati Ya
Nama Swaha.
d.
Sembah Ke Sawa
Tangan Di Dada/ Pada Ujung Hidung.
Om Nama Pitar Satwalaya
Sarwa Wira Kara Sata Walaya
Sarwa Wira Pala Kaya
Om Pitra Sudha Ya Namah
Swadah.
Pralina Sang Pejah:
Om Idhep Kipitara ,
Nipitara Umanjing Maring Sangkaning Mwah
Om Ah
Ung.
e.
Kembali Sikap
Tangan Kosong.
Om Dewa Suksma Parama
Acintya Ya Nama Swaha.
PROSES PELAKSANAAN
PITRA YADNYA.
Setelah
semua persiapan selelsai maka muai dengan proses :
1.
Pertama Peti
diulapin/ disucikan oleh pinandita.
2.
Memandikan
jenasah: Siapkan papaga , air, dan alat-alat permandian.
3.
Jenasah
diletakkan diatas Pepaga,/ meja
4.
Dimandikan oleh
keluarga/ manggala acara.
5.
Ambil kain hitam
untuk menutup kemaluan sebelum pakaiannya dibuka.
6.
Jenasah di buka
pakainnya dan mulai dengan keramas ( memakai sampo)
7.
Seluruh badan
dibersihkan dengan aiar sabun .
8.
Dibilas.
9.
Keramas dengan
alat keramas upakara ( daun kembang sepatu dan santan)
10. Muka dibedaki dengan blonyoh kuning supaya segar.
11. Badan dibaluri dengan blonyoh putih.
12. Bilas dengan aiar wangi ( Kumkuman).
13. Dikeringkan dengan handuk .
14. Usapkan telor pada sekujur tubuh; dan atau Lis kalau
ada.
15. Pasangkan kaian pengulungan yang sudah diset lengkap
dengan kampuh/anteng, Kain panjang, kain tapih bagi yang wanita.
16. Ganti penutup kemaluan dengan : daun teratai bagi
wanita , daun terong bagi laki-laki.
17. Sisiri rambut dihias/ pakai bedak/ minyak wangi dll.
18. Pasangkan Kwangen pengreka: pada Kepala 1. Sesari
225,pada bahu 1. Pada lengan/ tangan kanan kiri pada ulu hati, pada bokong,
pada kaki kanan dan kiri .
19. Pasang eteh-theh :
a.
Daun intaran/
mindi pada alis
b.
Kaca pada mata
dan bunga celeng biru pada mata.
c.
Bunga melati pada
Lubang hidung .
d.
Baja pada
mulut/gigi.
e.
Malem / rumah
tawon/ tempat madu pada pipi.
f.
Rempah-rempah
pada perut
g.
Sikapa pada
kulit.
h.
Pasang tali
itik-itik membentuk angka 8 ibujari tangan / kaki dimasukan pada lubang angka 8
/ saet mingmang.
i.
Cincin momon pada
mulut setelah dikubiran momon ini boleh diambil.
NGERINGKES SAWA.
a.
Pasangkan kain
dalam/ tapih/ sinjang pada wanita ,
Tutup dada. Jangan salah kain dipasang dari kanan lebih dulu dan dari kiri
menutup.
b.
Pasang kain
panjang: pada wanita dari sebelah kanan lebih dulu dari kiri menutup. Pada
laki-laki dari kiri terlebih dahulu dari kanan yang nutup dengan lancingan.
c.
Pasang Kampuh /
anteng prosudur sama seperti nomor h.
d.
Pasang Ngkeb rai/
tutup muka
e.
Pasang kan
Destar/ udeng bagi laki-laki .Bagi perempuan rambut dirapikan .
f.
Pasang
Pengulungan atau kavan dengan ketentuan bagi Perempuan kanan lebih dahulu kiri
nutup. Bagi laki-laki kdari kiri terlebih dahulu kanan nutup.
g.
Ikat dengaan tali
kain atau benang / pocong.
h.
Ambil ulap-ulap/
kain diatas tenpat memandiakn jenasah buat nutup jenasah.
i.
Mepamit /
sembah bagi Keluarga / saudara yang
umurnya lebih kecil dari yang meninggal.
j.
Jenasah diangkat.
k.
Pepaga disingirkan/ buang keluarga yang lebih
kecil mesulub/ masuk dibawah jenasah sebagai bentuk penghormatan terakhir.
l.
Jenasah
dimasukkan dalam Peti. Dengan bantal kecil di kepala.
m.
Pada bagian
kepala/ hulu ditaruh: Dakina, canang, beras 4
warna , Segehan diluar peti tempat upacara .
NARPANA:
Kegiatan
:
Setelah
jenasah diletakkan dalam Peti , peti ditempatkan pada tempat Upacara maka petugas Rohaniwan, Pinandita melaksanakan
upacara Narpana. Bhuktyan Ayaban yang disediakan oleh kelauarga, Memervcikan
tirta: Penglukatan, Pebersihan, Tirta Khayangan . Kemudian dilanjutkan dengan
acara persembahyangan dan sembah . Setelah selesai dilanjutkan dengan
memasukkan barang-barang/ pakaian yang akan dibakar/ dipendem barulah peti
ditutup.
PEMBRANGKATAN KE KUBURAN/ KREMASI.
BILA
DIKUBUR.
Jenasah
diberangkatkan dari rumah duka menuju kuburan/ Kermasi. Peti diusung dengan
bagian kaki didepan dan bagian kepala dibelakang. Bagi yang militer tentu ada upacara militer. Bila memakai mobil maka bagian kepala ditaruh
didepan bagian kaki dibelakang.
Urutan
Perjalanan :
*.
Paling depan Pengawal / voreder
*.
Kerta Jenasah dan pembawa Sekar Ura ,
Keluarga.
*.
Rombongan Pengantar.
*.
Dalam perjalanan terutama pada perapatan sekar ura ditabur sebgai lambing
permohonan ijin dalam perjalanan. Sampai dikuburan jenasah diturunkan dari
mobil kemudian Purwa daksina di sekitar liang/ lubang kuburan . Lubang/
bangbang disucikan dengan Prayascita / rambut salah satu putrinya /
keluarganya. Jenasah ditaruh dilubang /
babng-bang dengan kepala mengahdap ke timur atau kearah gunung. Peti di buka Ikatan kepala/ pocong dibuka, disiratkan
diberi tirta Kayangan berturut-turut Tirta Merajan, Pura/ Kayangan Tiga Bale
agung , Puseh, Dalem, Prajapati, Tirta
Pengentas momon/ cincin di ambil . Peti di tutup lalu dikubur oleh keluarga
pelayat dan tukang kuburan. Dilanjutkan dengan upacara militer bila dari
anggota ABRI. Bila tidak dilanjurtkan dengan upacara keagamaan/ tarpana.
BILA
TITIP DI GENI.
Pelaksanaan
Upacara mekingsan / Titip di Geni sama dengan mengubur hayanya bedanya dibakar .Setelah selesai pembakaran/ perabuan abu
disiram dengan aiar kelungah kelapa gading, air bersih dan aiar kembang/
kumkuman ( Penyeeb ). Kemuidan dibentuk atau di reka ulang . Tulang kepala
dikumpulkan , tulang lengan, tangan kakai dll dikumpulkan dibentuk seperti
manuisa. Kemudian direka dengan Kwangen : sebagai berikut :
*.
1 buah dibagian kepala dengan uang kepeng sebanyak 11 keping.
*.
1 buah di dada mengadap keatas dengan
uang 7 keping.
*.
1 buah di badan dengan uang kepeng 9 keping.
*.
2 buah ditangan uang kepeng 5 keping
*
. 2 Buah pada kaki. Uang kepeng 5
keping.
Pedanda Memuja atau Pinandita Nganteb.
Banten
yang dipersiapkan
a. Untuk
Pitara: Bubur Pirata, Ketipat
Pesor, Punjung Putih Kuning.
Dyus
Kamaligi, Segehan di teben.
b. Praja Pati :
suci, Pejati, Tetabuhan,
Rantasan, Segehan.
c. Sanggar Surya: :
suci, Pejati, Tetabuhan,
Rantasan, Segehan
d. Pawedaan: Suci, Pejati, Canang sari, Segehan,
Eteh-eteh Penglukatan : Payuk berisi yeh anyar, Kukusan, Sibuh pepek, Dyus
Kamaligi,Bpebuu, Segau, Prayascita/ pesucian .
e. Ke Segara / Laut / Kali yang bermuara ke laut. :
pejati Segehan, Dupa Tirta.
f.
Setelah Pandita /
pinandita memuja maka abu diperciki tirta kemudian dibungkus dengan kain putih
dialasi bokor diusung berputar / purwa daksina tiga kali mengelilingi tempat
upacara dilanjutkan dengan upacara mapegat/ memutuskan hubungan dengan keluarga
, memutuskan dengan kenikmatan duniawi. Selanjutnya dirarung ke laut .
g. Sebelum dibuang ke laut Pemangku memuja menghaturkan
pesaksi ke hadapan Sang Hyang Baruna , barulah dihanyut.
h. Payascita untuk
umat setelah selesai nganyut/ mendem.
Setelah selesai nganyut atau
mendem pinandita memuja Prayascita umat melakukan Paryascita dengan memercikkan
tirta Prayascita.
UPACARA NGABEN
Pelaksanaan
upacara ngaben prosesinya sama dengan Mekingsan di Geni hanya saja Pelaksanaan
dan Bantennya yang bertambah.
1.
Eteh-eteh
pemandian sama dengan di Titip di Geni.
2.
Pura Dalem :
Suci, peras, Daksina, Ajuman,Tipat Kelanan Canang segehan ( Pejati).
3.
Tarpana:
c.
Prajapati : Suci,
Pejati, Rantasan, Segehan, tetabuh( arak berem).
d.
Di Peti jenasah
:
*. Daksina,
* . Uang 225 kepeng
*. Canang sari 7 tanding.
*. Beras Catur warna
masing-masing satu tamas ( ceper).
*. Kekerb sari
*. Kain Putih bertuliskan OM
Kara.
4. Samping Sawa:
*. Nasi Angkeb
*. Bubur Pirata.
* Dyus Kamaligi.
* Beras Catur Warna.
5. Teben Sawa:
*. Panjang ilang
*. Segehan Manca warna.
*. Caru ayam Brumbun (
Penadang-adang) tanpa sanggah cucuk.
6.
Sedahan/ Pengulun Setra:
*. Suci, Peras, Daksina
Pengulapan, Canang Sari Segehan.
7.
Ajeng Ida Pedanda:
*. Suci,Pejati, canag, segehan.
*. Pedudusan : Parayascita,
Pesucian, Rantasan, Durmangala.
*. Nunas Tirta Pengentas :
Pejati satu set, suci, sesari segehan.
8.
Ida Pedanda Memuja / Muput.
9.
selesai ida Pedanda Muput keluarga sembahyang.
10. Pinandita /. Rohaniwan
melaksanaan petirtan : nibakan tirta : Penembak, Tirta Merajan/ Kawitan, Tirta
Kayangan Tiga / Pura-pura, Tirta Prajapati dan terakhir tirta Pengentas.
11. Doa bersama dipimpin oleh
salah seorang pinandita/ yang berwenang. Peti ditutup , kemudian diangkat murwa
daksina tiga kalai lalu masuk pada Kremasi.
12 Geni Pralinan : salah satu
dari Tri Agni yaitu ; api untuk membakar jenasah yang diperoleh dari puja Ida
Pedanda atau dengan membuat apa melalui surya kanta dan matahari.
UPACARA NGANYUT
1.
setelah selesai
pembakaran Tulang disiram dengan air kelapa gading, air bersih dan aiar
kembang.
2.
Tulang di
kumpulkan dan pada tempat pembakaran dihaturkan satu tanding peras sebagai
pengganti tulang.
3.
Tulang
dikumpulkan dan atur bagian kepala tangan, badan, kaki. Ditaruh diatas kain
putih.
4.
Abu Tulang di reka seperti :
*. 1 buah
dibagian kepala dengan uang kepeng sebanyak 11 keping.
*. 1 buah di dada mengadap keatas dengan uang 7 keping.
*. 1 buah di badan dengan uang kepeng 9 keping.
*. 2 buah ditangan uang kepeng 5 keping
* . 2 Buah pada kaki.
Uang kepeng 5 keping.
5.
Membuat Sekah.
Sebagai alas dipergunakan
kelungan kelapa gading. Dikasturi/ dilubangi dengan memotong bagian atasnya
bentuk segi tiga / bulat. Airnya dibuang. Bambu diraut sepanjang satu asta (
dari siku sampai jari tengah) buat kertas/karton seperti penumpengan sebesar
kelapa gading tadi. Tusukan bambu tadi
kepotongan kelapa bagian atas sampai menusuk kelapa bagian bawah , bungkus
dengan kain putih sehingga menyerupai manusia sedang duduk.Hias dengan rapi.
6.
Ambil tulang yang
sudah direka tadi dengan sepit dari bambu gading, tarus di sesnden ( Cuwe) lalu
campurkan aiar kembang ulek dengan tebu rame-rame keluarganya masukkan
dalam kelapa gading puspa sarira /
sekah.
7.
Sekah dialasi
bokor ditempatkan di hulu dari abu tulang..
8.
Pedanda memuja.
Banten yang dipersiapkan
1. Untuk
Pitara: Bubur Pirata, Ketipat
Pesor, Punjung Putih Kuning.
Dyus
Kamaligi, Segehan di teben.
2. Praja Pati :
suci, Pejati, Tetabuhan,
Rantasan, Segehan.
3. Sanggar Surya: :
suci, Pejati, Tetabuhan,
Rantasan, Segehan
4. Pawedaan: Suci, Pejati, Canang sari, Segehan,
Eteh-eteh Penglukatan : Payuk berisi yeh anyar, Kukusan, Sibuh pepek, Dyus
Kamaligi,Bpebuu, Segau, Prayascita/ pesucian .
5. Ke Segara / Laut / Kali yang bermuara ke laut. :
pejati Segehan, Dupa Tirta.
6. Payascita untuk umat setelah selesai nganyut/ mendem.
7. Payascita untuk umat setelah selesai nganyut.
Setelah selesai nganyut atau
mendem pinandita memuja Prayascita umat melakukan Paryascita dengan memercikkan
tirta Prayascita. Yang bertujuan untuk penyucian diri kembbali dan mengahiri
cuntaka umat.
UPACARA NGELUNGAH.
1.
Upacara Ngelungah adalah upacara
pengebenan bagi bayi /anak-anak yang belum tanggal gigi susunya.
2.
Tatat cara
Pelaksanaannya:
a.
Matur Piuning ke
Pura Dalem : Banten Canag meraka, Daksina , ketipat kelanan,
Peras ( Pejati ). Segeahan putih kuning.
b.
Ke Praja Pati :
Satu set Pejati )
c.
Kesedahan
Pengulun Setra: Canang meraka dan Ketipat kelanan.
d.
Ngulapin lubang
kuburan : Banten : Sorohan penganbean,
pengulapan, peras, daksina, kelapa gading dirajah OMKARA.
e.
Setelah upacara
piuning selesai jenasah bayi dikubur seperti biasa sebagaimana layaknya orang
dewasa lengkap dengan gegumuk.
f.
Pinandita nganteb
banten pada rohnya sibayi :
*. Bunga pudak.
*. Bunga pinag/ bangsah.
*. Kereb sari
*. Punjung dan banten bajang
pergunakan tirta pengapuh dari Pura dalemdan Prajapati yang telah dimohon
sebelumnya.
g.
Gegumuk kuburan dirapuh hingga rata
h.
Semua banten dikubur sehingga bersih.
i.
Dilanjutkan dengan upacara Prayascita.
UPACARA DAN
UPAKARA.
Upacara: Upa = dekat , sekitar.
Acara = Tradisi yang tumbuh dan
berkembangserta dipelihara dilaksanakan dengan ajeg karena diyakini berdasar
dari ajaran yang benar ( Weda ).
Upa Kara ; Upa = dekat
disekitar kara= tangan . Upakara segala sesuatu yang berhubungan dengan kgiatan
tangan atau kerajinan tngan.
Lontar
Yajnya prakerti menyatan “Sahananing bantaen raganta tuwi, Pinaka rupa warning
Ida Bhatara, Pinaka Anda Bhuana.
Semua jenis banten /
Upakara dalah merupakan simbul dari diri kita , Lambang kemaha kuasaan Sang
Hyang widhi dan sebagai lambanag Bhuana agung .
Dalam
Lontar Tegesing sarwa Bnaten dinyatakan : Banten mapiteges pekayunan ngaran
pekayunane sane jangkep galang.
Banten
adalah bentuk dari pikiran yang
dihasilkan dari pikiran yang suci.
Banten adalah betuk
dari pikiran seseorang yang diwujudkan dengan berbagi bentuk tertentu dan
mengandung makna tertentu dibuat dari isi alam atau Bhuana Agung, serta
dilakukan dengan tulus suci lascarya dilandasi oleh rasa bhakti dan cinta
kasih.
FUNGSI UPAKARA :
a. Sebagai Alat konsentrasi dalam memuja
SWW.
b. Sebagai Sarana cetusan angayu bagia.
c. Sebagai sarana Permohonan
d. Sebagai saran Penyucian lahir batin
e. Mewakili setiap permohonan manusia.
f. Linggih / Stana SWW.
artikel sangat bermanfaat tetapi masih banyak salah atau kurang dalam pengetikan huruf nya sehingga agak membingungkan.suksme
ReplyDelete