Balas Rasa Malu, Wedakarna Buat Tradisi Baru

Wedakarna MWS Saat Menyampaikan “Piagam Tantular” Dihadapan Ratusan Krama Desa Adat Dalung, Tuka dan Padangluwih.
HINDUALUKTA-- Dalam Sosialisasi Tolak Desa Syariah di Desa Dalung,  tokoh Hindu Indonesia yang juga anggota DPD RI, Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna M Wedasteraputra Suyasa III membuat tradisi baru.

Hal ini dilakukan guna membalas rasa jengah karena selama ini banyak pejabat di Bali yang menyumbangkan hewan kurban kepada umat lain saat hari raya non-Hindu namun justru tidak melakukan hal yang sama kepada umat Hindu. Tradisi baru ini akan dilakukan dengan cara menyumbangkan babi guling ke sejumlah komunitas Hindu di Bali yang membutuhkan setiap hari raya Galungan. Tradisi tersebut akan dimulai tahun 2016.

"Banyak aspirasi yang masuk ke DPD RI, kenapa banyak pejabat Bali sangat ringan tangan membantu kaum pendatang (tamiu) dan rela menyumbang hewan kurban, tapi justru tidak pernah memikirkan hal yang sama kepada umat Hindu. Ya daripada tidak dimulai-mulai, ya saya mulai saja lebih awal. Saya himbau juga bukan hanya pejabat, tapi juga perusahaan di Bali untuk menyumbangkan CSR. Bantu masyarakat Hindu yang masih belum mampu. Apakah dengan ngejot, megibung atau punia ajengan. Yang penting ikhlas dan sukla (suci)," kata dia disela-sela acara di Badung Utara.

Terkait dengan sosialisasi penolakan Desa Syariah di Bali, pihaknya telah memenuhi janji untuk mengadakan sosialisasi ditiap kecamatan Se-Bali, dan itu telah ia mulai dari Kuta Utara.

"Hari ini saya hadir di Desa Dalung karena undangan dari tokoh desa adat, dan juga peran dari keluarga besar Puri Jero Gede Dalung yang dipimpin kanda I Gusti Agung Rai Surya Wijaya (Ketua PHRI Badung). Tiang bahagia karena Desa Dalung yang dikiranya banyak orang sudah terdesak karena gerakan misionaris, tapi bisa mempertahankan budaya Hindu, dan justru semakin berkembang." Ujar Wedakarna.

"Kita sepakat, di Bali ini hanya ada Desa Adat Hindu, bukan desa adat syariah atau desa adat Kristen. Dan Desa Adat di Bali itu jelas bahwa parahyangan dijaga oleh umat Hindu. Tapi jangan sesekali merubahan tatanan dresta adat Hindu di Bali. Seperti di Dalung ini, bagi umat Non-Hindu silahkan saja pakai tradisi Bali, tapi tetap tegas filosophinya berbeda. Misalnya disini jelas beda apa itu penjor dengan pepenjoran di Gereja, juga beda canang di Pura tentu beda dengan Cecanangan di Gereja. Ini yang harus diluruskan. Agar tidak menimbulkan masalah simbol kedepan," Sambung Gusti Wedakarna.

Sejumlah saran ia sampaikan ke Desa Dalung yang terdiri dari tiga Desa Adat yakni Desa Adat Dalung, Desa Adat Tuka dan Desa Adat Padang Luwih yakni pertama Tolak Ormas dan berdayakan Pecalang. Kedua Minta STT Se-Dalung adakan festival bernuansa Hiindu. Ketiga Segera bentuk Yayasan Pembangunan Desa Dalung yang menjadi payung dari semua kegiatan adat (blue print adat ) termasuk pendirian sekolah Hindu. Keempat, Dukung rencana Perarem Adat untuk penjualan tanah atau perumahan yang sesuai dengan pakem Hindu. Dan yang terakhir, Sosialisasi One Family One Bhagawad Gita.

1 Response to "Balas Rasa Malu, Wedakarna Buat Tradisi Baru"

  1. Desa Dalung perlu perhatian ekstra dari Umat Hindu. Di Desa Dalung perlu PAUD, TK,SD dan SMP HINDU.

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel