Alasan Dewa Brahma Jarang di Puja Menurut Purana
Dewa Brahma |
HINDUALUKTA-- Mungkin ada yang bertanya kenapa sih dewa Brahma tidak pernah di puja. Padahal Dewa Brahma merupakan sumber dari segala ciptaan menurut kepercayaan Hindu?
Jika ada yang pernah membaca Purana mungkin sudah tau dengan alasan yang saya uraikan dibawah ini. Namun untuk teman-teman yang belum tau, maka silakan simak cerita dibawah.
Dikisahkan pencarian oleh Dewa Brahma dan Dewa Wisnu untuk menemukan Anadi (awal) dan Ananta (akhir) dari Dewa Siwa (Legenda Siwa Lingga atau Lingodbhavamurthy). Legenda ini membuktikan kemahakuasaan Dewa Mahadewa lebih dari Dewa Hindu lainnya dan menjelaskan mengapa lingam diyakini menjadi salah satu lambang yang paling ampuh untuk mencapai tujuan dalam Hindu. Kisah ini tercantum dalam tiga purana-Kurma Purana, Vayu Purana dan Siwa purana, (Penelusuran, Hindualukta, 2016:9 Mei).
Menurut Purana, setelah dua dari Dewa Tri Murti, Brahma dan Wisnu yang sedang menunjukkan kemampuan masing-masing . Takut akan terjadi pertempuran, para dewa lainnya meminta Shiva untuk menjadi penengah. Dewa Siwa muncul dengan bentuk Lingga yang menyala di antara Brahma dan Wisnu dan lalu kemudian menantang keduanya dengan meminta mereka untuk mengukur panjang dari Lingga.
Terpesona oleh besarnya, Brahma dan Wisnu memutuskan untuk mencari ujung Lingga itu. Dewa Brahma berubah bentuk menjadi angsa dan pergi ke atas, sementara Dewa Wisnu mengambil bentuk Varaha - babi hutan dan masuk ke tanah menuju ujung bumi. Keduanya mencari ribuan mil tetapi tidak bisa menemukan ujung akhirnya. Pada perjalanannya ke atas, Brahma menemukan bunga Ketaki. Lelah dan bingung dengan pencariannya untuk menemukan ujung teratas dari lingga yang berapi-api, Brahma lalu sepakat dengan bunga Ketaki untuk berbohong bahwa ia telah menemukan ujung teratas dan bunga itu berada. Dewa Brahma lalu turun dan bertemu dengan Dewa Wisnu dan menegaskan bahwa ia telah menemukan ujung Lingga itu.
Namun tiba-tiba, bagian tengah Lingga terbelah dan Siwa muncul dengan penuh keagungan. Kagum, baik Dewa Brahma dan Wisnu membungkuk di hadapannya dan mengagungi kemahakuasaan Dewa Siwa. Dewa Siwa juga menjelaskan kepada Brahma dan Wisnu bahwa keduanya lahir dari dia dan kemudian dipisahkan menjadi tiga aspek kemahakuasaan Tuhan.
Terpesona oleh besarnya, Brahma dan Wisnu memutuskan untuk mencari ujung Lingga itu. Dewa Brahma berubah bentuk menjadi angsa dan pergi ke atas, sementara Dewa Wisnu mengambil bentuk Varaha - babi hutan dan masuk ke tanah menuju ujung bumi. Keduanya mencari ribuan mil tetapi tidak bisa menemukan ujung akhirnya. Pada perjalanannya ke atas, Brahma menemukan bunga Ketaki. Lelah dan bingung dengan pencariannya untuk menemukan ujung teratas dari lingga yang berapi-api, Brahma lalu sepakat dengan bunga Ketaki untuk berbohong bahwa ia telah menemukan ujung teratas dan bunga itu berada. Dewa Brahma lalu turun dan bertemu dengan Dewa Wisnu dan menegaskan bahwa ia telah menemukan ujung Lingga itu.
Namun tiba-tiba, bagian tengah Lingga terbelah dan Siwa muncul dengan penuh keagungan. Kagum, baik Dewa Brahma dan Wisnu membungkuk di hadapannya dan mengagungi kemahakuasaan Dewa Siwa. Dewa Siwa juga menjelaskan kepada Brahma dan Wisnu bahwa keduanya lahir dari dia dan kemudian dipisahkan menjadi tiga aspek kemahakuasaan Tuhan.
Dewa Brahma sebagai Pencipta, Dewa Wisnu Pemelihara dan Dewa Shiva sebagai Pelebur (Pemralina). Namun, Dewa Siwa marah dengan Brahma untuk karena telah berbohong. Kemudian Dewa Brahma dikutuk tidak seorang pun yang akan berdoa kepada-Nya. (Legenda ini menjelaskan mengapa hampir sedikit Pemuja Brahma dan sekali Candi Brahma ditemui di India dan Negara lain.)
Dewa Siwa juga menghukum bunga Ketaki karena ikut berbohong dan melarang dia digunakan sebagai persembahan ibadah apapun. Karena itu pada hari ke-14 (Bulan Gelap) bulan Phalguna, Dewa Shiva mengubah bentuk menjadi Lingga, hari ini sangat baik dan diperingati sebagai Mahashivaratri - malam Siwa.
Untuk merayakan hari suci itu, umat Hindu berpuasa sepanjang hari dan berdoa kepada Tuhan sepanjang malam. Dikatakan bahwa menyembah Dewa Siwa di Shivaratri akan mendapatkan anugerah kebahagiaan dan kesejahteraan.
Dewa Siwa juga menghukum bunga Ketaki karena ikut berbohong dan melarang dia digunakan sebagai persembahan ibadah apapun. Karena itu pada hari ke-14 (Bulan Gelap) bulan Phalguna, Dewa Shiva mengubah bentuk menjadi Lingga, hari ini sangat baik dan diperingati sebagai Mahashivaratri - malam Siwa.
Untuk merayakan hari suci itu, umat Hindu berpuasa sepanjang hari dan berdoa kepada Tuhan sepanjang malam. Dikatakan bahwa menyembah Dewa Siwa di Shivaratri akan mendapatkan anugerah kebahagiaan dan kesejahteraan.
Brahma di Nusantara
Dibandingkan di India, para penganut Hindu di sini masih memperlakukan Brahma secara ‘lebih lumayan’. Setidaknya di Prambanan kita bisa melihat Brahma dibuatkan candi khusus, berdampingan dengan Wisnu, dan di Bali ada Pura Andakasa yang dikhususkan bagi Brahma.
Di India sendiri, Brahma jarang mendapatkan tempat khusus meski 80% masyarakat India menganut agama Hindu. Masyarakat Hindu India lebih banyak memuja para Shakti /Devi (Shaktiisme), Wisnu (Waisnawa), atau Siwa (Shaivanism).
Di masa lalu, meski tidak sepopuler Wisnu dan Siwa, nama Brahma muncul dalam beberapa kesempatan. Dalam legenda yang berkembang di Jawa Timur tentang Ken Arok misalnya, Brahma dipercaya sebagai ayah biologis dari Ken Arok. Konon Brahma terpukau akan kecantikan ibu Ken Arok, Ken Endok dan menjadikannya kekasih, (Facebook, Hindualukta, 2016;27).
Dari hubungan ini lahirlah Ken Arok. Nama Brahma juga dijadikan nama sebuah gunung di jajaran Pegunungan Tengger, yakni Gunung Bromo. Gunung Bromo dipercaya berasal dari kata Brahma dan sempat ada sekte yang mempercayai bahwa Brahmaloka-semesta tempat kediaman Brahma-terhubung dengan gunung Bromo.
Dalam pewayangan versi Jawa, Brahma punya peran yang sangat berbeda dari peran awalnya. Ketika masyarakat Hindu mulai menghilang dari Tanah Jawa dan era wayang kulit ala Walisongo mulai muncul, peran Brahma sebagai pencipta dalam pakem wayang kulit diberikan pada sosok bernama Sang Hyang Wenang, sementara Brahma sendiri diubah namanya menjadi Brama (api) di mana dirinya adalah seorang dewa penguasa api, putra dari sosok Bathara Guru (Siwa). Sosok Brahma dalam pewayangan Jawa dilebur dan dicampuraduk dengan sosok Agni.
Demikaian Artikel ini semoga bermanfaat (Hindualukta)
0 Response to "Alasan Dewa Brahma Jarang di Puja Menurut Purana"
Post a Comment