Candi Itu Tempat Suci, Bukan Kuburan
HINDUALUKTA – Suatu hari, saat mengantar tamu berkunjung
kesebuah Candi, saya mendengar percakapan sekelompok pemuda-pemudi mengomentari
seputar Candi yang kami kunjungi, Salah seorang diantaranya mengatakan bahwa menurutnya,
dahulu Candi itu adalah kuburan.
Tentu telinga saya tidak salah menangkap dan mendengar
percakapan mereka, karena saya berjarak cukup dekat dari mereka. Respon pertama
saya, hanya tersenyum sambal berlalu mengikuti tamu yang saya temani melihat
sisi lain dari Candi. Menurut saya saya, pendapat pemudah tersebut tidak
sepenuhnya salah. Mungkin saja karena keterbatasan pengetahuan dan informasi
yang mereka miliki tentang Candi, juga mungkin saja karena sumber informasi
yang mereka baca atau terima bisa saja salah.
Itulah yang membuat begitu mudah mereka mengatakan Candi itu
kuburan masa lalu. Pendapat seperti pemuda tadi
bisa saja kita percaya, kalau kita belum memahami sepenuhnya, apa
sesungguhnya Candi itu. Untuk itu, dalam artikel ini akan saya bahas apa
sebenarnya Candi itu.
Foto Hindu Alukta |
Kedatangan Agama Hindu di Bumi Nusantara ternyata memberi
warna yang indah, melengkapi kebudayaan asli yang sudah ada sebelumnya, tampa
harus menycabutnya. Peradaban yang agung karena diterimahnya Hindu di kalangan
pemerintah (kerajaan) dan masyarakat ketika itu. Itu dibuktikan dengan
dibanngunnya mahakarya tempat-tempat pemujaan yang sarat nilai spiritual dan
seni tinggi oleh para leluhur yang bisa kita saksikan dan nikmati sampai saat
ini berupa Candi.
Kata Candi berasal dari Bahasa Sansekerta Candika yang
merupakan nama lain dari Dewi Parwati atau Durga. Candi juga merupakan sebutan
untuk Siwa. Candi pada umumnya mengambil bentuk segi tiga yang merupakan symbol
gunung. Gunung merupakan symbol alam semesta yang memeberikan symbol kehidupan
(Amerta) semua makhluk, tempat tinggi yang penuh kesucian, tempat bersemayam
para Dewa dan Roh suci. Segitiga juga merupakan lambing Siwa (Tuhan) itu
sendiri yang tiada lain Sang Pencipta dan cerminan alam semesta raya ini
(Makrokosmos).
Candi sebagai mahakarya fenomenal peninggalan leluhur di
Nusantara bisa kita temukan paling banyak tersebar di Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Hal ini dimungkinkan karena keriga daerah
tersebut dari abad ke 6-14 menjadi pusat pemerintahan kerajaan yang sangat
besar dan berpengaruh ke seluruh Nusantara.
Seiring dengan tumbuh berkembangnya kerajaan pada masa itu,
turut serta diikuti oleh tumbuh dan berkembanya kebudayaan dan kehidupan
keagamaan di lingkungan kerjaan dan masyarakat. Kehidupan keagamaan menjadi
satu kesatuan dengan kehidupan kerajaan. Terbukti di abad- 7 di Jawa Tengah
muncul kerajaan besar bernama Mataram, ada yang menyebut Medang, dimana Sri
Sanjaya bertahta sebagai rajanya, yang berhasil mengalahkan kerajaan kerajaan
di sekiatarnya, Raja Sanjaya kemudian membangun membangun tempat suci berbentuk
Lingga Yoni yang berlokasi di atas bukit yang lebih dikenal dengan Gunung Wukir
sebagai bentuk bakti beliau sebagai bhakti Siwa yang taat dan syukur kepada
Hyang Siwa (Tuhan) atas anugrah ketenteraman dan kemakmuran rakyat dibawah
kepemimpinannya. Gambaran tersebut diketahui dari prasasti Canggal berangkat
tahun 732 masehi yang ditemukan di sekitar Candi Gunung Wukir.
Candi yang kita kenal di Jawa sejatihnya adalah “Rumah
Tuhan”, tempat suci, tempat memuja Tuhan. Sesuai dengan keyakinan atau
kepercayaan yang tumbuh berkembang saat itu. Penyebutan tempat suci untuk
pemujaan Hyang Siwa dikenal dengan Siwagraha atau Siwasthana. Sehingga kata
Candi sangat tepat disebut dengan Siwagraha atau Siwasthana yang artinya tempat
pemujaan Siwa atau istana Hyang Siwa. Penyebutan Candi sebagai Siwagraha untuk
penganut Siwa membedakan dengan penyebutan Candi sebagai Budhagraha bagi
pemujaan kepada Sang Budha, diman kedua agam besar tersebut tumbuh dan
berkembang saat itu.
Candi Siwa selalu
dilengkapi dengan bentuk pemujaan Lingga Yoni (Siwa Lingga) di ruang utamanya.
Lingga adalah Simbol Siwa (Tuhan/Purusa) dan Yoni adalah symbol Durga atau
Parwati (Prakirti/ Pradana). Lingga juga symbol Akasa dan Yoni silbol Pertiwi.
Lingga Yoni adalah symbol Tuhan /kesatuan alam semesta itu sendiri.
Dalam Siwa Graha atau Candi Siwa, pemujaan utamanya memang
ke Hyang Siwa. Namun demikian pemujaan kepada Mahaguru Agastya, Dewa Ganesha
dan Dewi Durga, juga dilakukan menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
seperti yang kita bisa temukan di kompleks Candi Siwa di Prambanan. Atas dasar
itulah Candi Prambanan juga disebut Candi Siwa walaupun dikompleks Candi
Prambanan juga terdapat Candi Brahman dan Candi Wisnu sehingga ada juga yang
kemudian menyebutnya dengan Candi Tri Murti untuk memuja perwijudan Hyang Siwa
(Tuhan) sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta beserta segala
isinya.
Candi yang bangunan utamanya Candi Siwa, diarcakan Siwa
sebagai Mahadewa, sehingga sesuai dengan pengetahuan tentang Dewata Nawasanga,
pemujaan terhadap Hyang Siwa mengahadap Barat/ Matahari terbenam. Siwa
Mahadewa, penguasa arah Barat (Pacisma) dengan warna Kunung, Sejata Nagapasa,
Aksara Suci Ta, di buana alit letaknya di ungsilan. Itulah sebabnya kenapa
Candi Siwa/ Prambanan menghadap ke Timur (arah Matahari Terbit). Umat Hindu
wajib sesuai etika bersembahyang memuja Siwa Mahadewa kea rah Barat menghadap
Candi atau Siwagraha.
Dari pembahasan diatas sudah sangat jelas bahwa Candi adalah
tempat Suci untuk memuja Tuhan beserta manifestasi Beliau. Sepatutnya juga tidak lagi ada anggapan
saudara kita yang lain, yang menyebut Candi adalah kuburan karena pendapat
tersebut sangat tidak berdasar.
Penulis: Putu Sari
Yogyakarta, Craddha, 75,XVII, Maret-April 2017
0 Response to "Candi Itu Tempat Suci, Bukan Kuburan"
Post a Comment