Tingkatan Bhakti Dalam Agama Hindu
HINDUALUKTA -- Tingkatan Bhakti Dalam Agama Hindu. Merujuk Wiana (1998: 47) secara garis besar, ditilik dari posisi dan motifnya, bhakti umat Hindu dapat dikelompokkan menjadi dua (2) yaitu: Aparabhakti dan Parabhakti. Apara bhakti artinya tidak utama. Maksudnya cara berbhakti kepada Ida Sanghyang Widhi/Tuhan Yang Mahaesa yang tidak utama. Apara bhakti pada umumnya dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi (pengetahuan) dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang saja. Lantaran masih terbelenggu oleh gugon tuwon anak mulo keto dan mitos aja wera. Jadi umat belum atau bahkan sama sekali tidak berusaha untuk mengisi intelegensinya dengan pengetahuan, pengertian dan penghayatan ajaran Hindu secara memadai. Sehingga praktik keagamaan umat Hindu yang tergolong apara bhakti lebih banyak menggunakan simbol-simbol (nyasa) sebagai media komunikasi ngaturang bhakti melalui ritual persembahan yang masih sarat dengan motif permohonan atau pamrih. Hanya saja aktivitas ritual yadnya yang masih melekat pamrih ini dinyatakan termasuk bersifak rajasik, sebagaimana disuratkan di dalam kitab Bhagawadgita, XVII. 12, sebagai berikut:
“Abhisandhāya tu phalaṁ
dambhārtham api cai vayat
ijyate bharaśrestha taṁ
yajñyan viddhi rājasam”
Maknanya :
‘Tetapi yang dipersembahkan dengan harapan pahala, dan semata mata untuk keperluan kemegahan semata, ketahuilah, wahai putra terbaik dari keturunan Bharata, itu adalah merupakan yadnya yang bersifat rajas’ (Pendit, 2002: 410).-
Selanjutnya Parabhakti, artinya cara berbhakti kehadapan Ida Sanghyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa yang utama. Parabhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi (kecerdasan pengetahuan) dan kesadaran rohaninya tergolong tinggi. Parabhakti adalah bentuk bhakti yang dilakukan dengan motif penyerahan diri sepenuhnya yang dilandasi ketulusan hati dan keikhlasan berkurban, serta tanpa pamrih. Penyerahan diri sepenuhnya kepada Nya bukanlah dalam pengertian pasif, hanya menggantungkan diri atas kuasa-Nya, melainkan sebagai landasan untuk memotivasi diri agar secara aktif, kreatif dan produktif melakukan berbagai aktivitas kehidupan sesuai swadharma (tugas dan fungsi). Dasar keyakinannya adalah bahwa apapun yang dilakukan sudah tentu akan berbuah setimpal sebagaimana hukum karmaphala menggariskan; ayu kinardi ayu kapanggih, ala ginawe ala katemu (baik diperbuat baik di dapat, buruk dilakukan buruk juga ditemukan).
Lebih lanjut Wiana (1998: 48) menyatakan, bahwa umat Hindu yang tergolong parabhakti dalam mengimplementasikan ajaran agamanya cenderung bersifat individual guna meningkatan kesadaran spiritual dibandingkan dengan membangkitkan kegairahan ritual. Caranya dengan melakukan pendalaman Tattwa jnana, disertai penguatan disiplin diri dalam melaksanakan ajaran ajaran Agama sehingga dapat mensinergikan Trikaya Parisudha, di mana Manacika (pikiran), Wacika (ucapan) dan Kayika (perbuatan), selalu terkendali pada jalur dharma. Umat yang berada pada posisi parabhakti jika melaksanakan kewajiban yadnya, lebih banyak melakukan Drwya Yadnya (dana punia), Jnana Yadnya (belajar-mengajar), dan Tapa Yadnya (pengendalian diri), dari pada ritual yadnya dengan berbagai upacara dan upakara bebantennya.
Aktivitas ritual yang tergolong parabhakti inilah yang disebut sebagai yadnya satwika seperti dinyatakan di dalam kitab Bhagawadgita, XVII. 11 :
0 Response to "Tingkatan Bhakti Dalam Agama Hindu"
Post a Comment