Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu

HINDUALUKTA -- Belakangan ini sedang ramai perdebatan dan diskusi terbuka di media sosial terkait dengan permasalahan pembenturan keyakinan antara Hindu Bali dan Hare Khrisna (HK). Awal mulanya perdebatan ini terjadi atas tersebarnya video pernyataan seorang tokoh politik yang mengundang reaksi dari berbagai pihak, tentu ini menjadikan perdebatan yang cukup panjang hingga menyeret nama baik PHDI berserta jajaran. Pro dan Kontra terhadap permasalahan ini semakin bermunculan, tidak tanggung-tanggung perdebatan ini banyak menggunakan bahasa-bahasa profane “umpatan” yang dilakukan oleh para pihak baik yang pro ataupun kontra. Sudah tentu permasalahan ini bisa dapat segera diselesaikan jika umat ataupun pemangku kebijakan tersebut membaca dan meningkatkan daya literasi.


Salah satu literasi yang patut dijadikan rujukan penting adalah karya ilmiah yang dilakukan oleh Prof. Dr. Litt. Dr. I Gusti Putu Phalgunadi, M.A., dengan mendedikasikan dirinya sebagai tenaga pengajar di India dan melakukan penelitian yang berjudul Evolution Of Hindu Culture In Bali (1991) dan telah disarikan ke dalam buku Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu. Penelitian yang telah lama dilakukan itu akan memberikan pemahaman terkait permasalahan yang tengah dihadapi sekarang antara Hindu Bali dan Hare Khrisna (HK). Untuk itu tulisan ini mengulas siapa sesungguhnya Prof. Dr. Litt. Dr. I Gusti Putu Phalgunadi, M.A?, dan bagaimana isi karyanya dalam memahami permasalahan yang terjadi saat ini?. Tentunya hal tersebut menarik untuk dibahas demi menghindari istilah saru-saru gremeng dan menjadikan terang benderang permasalahan yang terjadi dimasyarakat, serta agar dapat memberikan sumbangan pengetahuan kepada pemangku kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan itu dengan arif dan bijaksana.

METODE 

Memahami dan menelisik karya Prof Phalgunadi “Sekilas Sejarah Evolusi Hindu” memerlukan pemahaman akan sebuah teori. Teori yang digunakan adalah teori filsafat sejarah. Filsafat sejarah merupakan perkawinan keilmuan antara filsafat dan sejarah (Bawa, 2018:35). Penggunaan teori filsafat sejarah mengkaji sejarah dengan menggunakan pendekatan filsafat, khususnya sejarah evolusi Hindu. Ankersmit dalam Bawa (2018:37) menjelaskan aspek yang dikaji dalam sejarah yang pertama permasalahan historiografi, dan yang kedua sejarah mencakup dua aspek yaitu suatu kejadian yang berproses dan penulisan sejarah atas sejarah yang telah berproses dengan mengikuti asas-asas ilmu sejarah. Dalam konteks tulisan ini teori ini digunakan utk membantu dalam memahami karya Prof Phalgunadi “Sekilas Sejarah Evolusi Hindu”.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dengan menggunakan metode simak yang dikombinasikan dengan teknik dasar catat. Metode simak ini dipilih karena objek yang diteliti berupa bahasa yang bersifat teks (Sudaryanto, 2015:205-206) yang terdapat pada karya Prof Phalgunadi “Sekilas Sejarah Evolusi Hindu”, dilanjutkan dengan menggunakan metode dan teknik analisis data yang meliputi (1) Reduksi Data, (2) Penyajian data, dan (3) Verifikasi. Diakhiri dengan metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal.

PEMBAHASAN

3.1 Intelektual Hindu dalam Bidang Sejarah Evolusi Hindu

Intelektual Hindu yang sangat berjasa dalam bidang literasi Hindu terutamanya sejarah evolusi Hindu, beliau bernama Prof. Dr. Litt. Dr. I Gusti Putu Phalgunadi., M.A, beliau lahir di Puri Grenceng, Denpasar Bali pada tahun 1948. Dari kecil hingga dewasa beliau dikenal dengan kepribadian yang cerdas dan terbukti menyelesaikan sarjana muda tahun 1975, dan melajutkan studinya ke India melalui beasiswa untuk mengikuti penelitian internasional Academy of Indian Culture Delhi, beasiswa dari General Culture Scholarship Scheme pemerintah India dan beasiswa dari Indian Council of Historical Research, beasiswa-beasiswa tersebut sebagai bukti bahwa beliau telah menyelesaikan studi progam S2 di Delhi University, S3 dan S4-nya dari Lucknow University (Uttar Pradesh). Beliau telah melakukan perjalanan secara meluas terkait dengan bidangnya di penjuru India, bertahun-tahun (30 Tahun) sebagai pengajar pada universitas-universitas di India salah satunya adalah matakuliah Hindu Bali.

Hal itu juga menunjukkan hasil dari disertasinya yang berjudul Evolution of Hindu Culture in Bali dan The Harivamsa Parva in Indonesia yang telah terbit di Lucknow University (Uttar Pradesh) menjadi sumber acuan dan buku refrensi bagi mahasiswa-mahasiswa di universitas tersebut. Beliau adalah satusatunya putra Bali dan Indonesia umumnya yang mendapatkan bintang emas “Gopaldas Memoral Gold Medal” tahun 2001 dalam bidang penelitian penelitian dari pemeritah India. Serta beliau telah mendapatkan sertifikat dalam bahasa Hindi dari Delhi University (1985) yaitu Reciting of Vedas and Performing Yajna (Karmakandha). Banyak pemikiran telah beliau sumbangkan dalam proses pengajaran pada universitas-universitas di India, dan banyak telah melahirkan artikel-artikel ilmiah internasional. Beliau adalah pakar sejarah evolusi Hindu sehingga mengenal biografi beliau merupakan hal yang sangat menarik seperti halnya dengan karya beliau “sekilas sejarah evolusi Hindu”.

3.2 Sekilas Sejarah Evolusi Hindu 

Hasil penelitian para sarjana Indologi dari India maupun Eropa yang terangkum dalam karya ilmiah dari Prof. Phalgunadhi “Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu”. Hasil penelitian sarjana Indologi tersebut berdasarkan kaidah ilmiah dengan metode dan teori ilmiah bukan dari pandangan atau asumsi semata. sejak awal kemunculan di Lembah Sindhu, Hindu mengalami evolusi sehingga memunculkan berbagai perubahan ide, pemikiran dan ciri-ciri keagamaan pada setiap zamannya. Bahkan pada fase tertentu perubahan terjadi secara ekstrim dan fundamental, seperti masa-masa suram pada pemerintahan raja beragama Buddha, Islam dan Kristen ratusan tahun lamanya. Perubahan pandangan filsafat, sadhana, ritual dan sebagainya menyebabkan wajah Hindu India saat ini sangat berbeda dengan Hindu pada awal kemunculannya. Dalam buku “Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu” Prof Phalgunadi menguraikan evolusi Hindu dari 1) Peradaban Lembah Sungai Sindhu (3.000 S.M-2000 S.M), 2) Zaman Veda (2000 SM-1000 SM), 3) Zaman Brahmana (1.000 SM-300 M), 4) Zaman Purana: Zaman Keemasan Agama dan Kebudayaan Hindu (300 M- 700 M), 5) Zaman Reformasi Hindu (Zaman Sangkaracharya 700 M-1.200 M), 6) Zaman Gerakan Bhakti (1.200 M-1.800 M) dan 7) Gerakan Hindu Modern (1.800 M-1947 M). Adapun sebagai berikut.

1. Peradaban Lembah Sungai Sindhu (3000 SM-2000 SM).

Prof. Phalgunadi (2010: 1-12) menguraikan pengaruh peradaban lembah Sungai Sindhu terhadap Agama Veda (Vedic Religion) diuraikan ciri-ciri penting agama Pribumi India, sebagai berikut. 1) Pemujaan kepada Dewi Ibu (mother goddess) sebagai dewi kesuburan, penguasa tumbuhtumbuhan,penguasa dan pemberi kekuatan magis, 2) Pemujaan kepada Dewa Purusha (Male God) dikenal sebagai pasupati dilihat dari tanduk dan jata yang mengingatkan konsep trisula. 3) Pemujaan Lingga melalui penemuan batu berbentuk phallus yang berbentuk krucut dan slinder, 4) Pemujaan kepada Pohon dan Binatang, 5) Pemujaan Patung dan Arca (iconism) dibuktikan melalui penemuan patung menyerupai seorang yogi sebagi prototipenya sebagai Siwa Yogeswara, 6) Upacara Kurban yang ditemukannya bukti-bukti adanya persembahan, adanya upacara kematian, dengan mengginapan dipa.

2. Zaman Veda (2000 SM-1000 SM) 

Prof. Phalgunadi (2010:13-24) menguraikan zaman Veda dibagi menjadi dua yaitu Zaman Veda Awal (Early Vedic Period), dan zaman Veda akhir (Later Vedic Period). 1) Zaman Weda Awal dimulai dari Zaman Rg Veda menjelaskan konsep ketuhanannya dan kepercayaan mempercayai dewa-dewa, mempercayai leluhur memiliki kedudukan tersendiri di alam para dewa (Rg Veda X.15), leluhur pergi kesorga ataupun neraka berdasarkan karmanya, leluhur tinggal bersama para dewa, leluhur ikut minum soma bersama para dewa, leluhur ikut menikmati persembahan dan kedudukan leluhur sama dengan dewa. Konsep ketuhanan dalam Rg Veda adalah percaya kepada Tuhan yang Esa tetapi juga percaya kepada banyak dewa dengan segala manifestasinya (Kundra dalam Phalgunadi, 2010:17). Ritual dalam Rg Veda sangat jelas tergambar dalam Rg Veda I.162.21-22 yang mengambarkan bahwa penggunaan binatang dalam upacara dan Rg Veda (X.15.14) juga menjelaskan terkait dua jenis upacara kematian yaitu dengan jalan dibakar (agni dagdha) dan dikubur (anagni dagdha), selain itu Rg Veda juga mengajarkan pelaksanaan yajna kepada leluhur. 2) Zaman Veda Akhir dimulai dari penggunaan pustaka suci Sama Veda, Yajur Veda, dan Atharva Veda termasuk juga pustaka-pustaka Brahmana, Aranyaka dan Upanisad, dari semua pustaka tersebut ditemukan ide mengenai agama, kebudayaan, politik, sosial, dan ekonomi masyarakat India pada Zaman Weda Akhir. Kharakteristik Zaman Veda Kundra, Sharma dalam Phalgunadi (2010:24) menyatakan bahwa; a) percaya adanya banyak dewa, tetapi juga percaya kepada Tuhan Yang Esa; b) percaya adanya leluhur; c) pentingnya pembacaan kitab suci Weda; d) pentingnya melaksanakan upacara yajna kurban; e) pentingnya melaksanakan upacara kematian; f) pentingnya kedudukan pendeta; g) tidak menyembah patuh; tidak membuat tempat ibadah kuil; h) agama Weda bersifat optimistik, agama rasa, agama kepuasaan hati, dan bhakti; i) moksa dan sorga hanya dapat dicapai melalui yajna.

3. Zaman Brahmana (1.000 SM-300 M)

Prof. Phalgunadi (2010:25-38) menjelaskan pustaka-pustaka Brahmana memegang peranan penting dalam pelaksanaan ajaran agama Hindu di India (Brahmanical Religion). Para ahli membagi ketiga zaman yakni 1). Zaman kejayaan agama Hindu (Brahmana, Aranyaka, Upanisad); 2) Zaman kemunduran agama Hindu, 3) Zaman kebangkitan agama Hindu. Adapun sebagai berikut.

1) Zaman Kejayaan Agama Hindu (Periode Brahmana) memiliki ciri penting diantaranya munculya sistem pelapisan sosial; pemakaian bahasa Sanskerta klasik dalam penulisan kitab suci; munculnya upacara dan upakara yang banyak dan rumit; bersifat aristokratik; munculnya pelaksanaan upacara yajna dengan menggunakan kurban binatang.Zaman Kejayaan Agama Hindu (Periode Aranyaka) memiliki ciri penting diantaranya penegasan kembali ajaran mengenai catur ashrama; muncul ajaran bahwa moksa tidak bias dicapai hanya dengan yajna, tetapi juga melalui etika dan spititualitas; diterimanya ajaran mengenai pertapaan, spiritualitas dan meditasi. Zaman Kejayaan Agama Hindu (Periode Upanisad) memiliki ciri penting dengan munculnya pemikiran filosofis dan logika untuk mengungkap misteri alam semesta dan metafisis lainnya, munculnya ajaran tentang Brahman, atman, hukum karma, samsara atau punarbhawa dan moksa. Agama hindu pada zaman Brahamana, Aranyaka, dan Upanisad sebagai masa kejayaanya karena berhasil menafsirkan weda dalam tiga aspek penting yakni karma kanda, upasana kanda, dan jnana kanda. Di Indonesia hal tersebut sudah secara holistic dan integral dalam bingkai tattva, susila, dan acara.

2) Zaman Kemunduran Agama Hindu ini memiliki ciri penting dimulai dari kondisi abad ke-6 Weda dipelajari secara bebas dan terbuka ditafsirkan oleh siapapun. Kebebasan ini menyebabkan munculnya beberapa agama dan aliran yang pada akhinya tidak mengakui otoritas dari Weda sebagai kitab suci, menentang upacara yajna yang rumit, menentang sifat aristokrat; menentang adanya sistem warna; menentang penggunaan bahasa Sanskerta; menentang pembunuhan binatang untuk pelaksaan upacara (ahimsa); menentang kekuasaan golongan Brahmana.

3) Zaman Kebangkitan Agama Hindu memiliki ciri penting diantaranya kitab suci Weda tidak boleh dibaca untuk umum, sebagai penggantinya ditulislah kitab-kitab Pancama Veda, Itihasa, (Ramayana dan Mahabharata) dan Purana; munculnya pemujaan kepada Tri Murti (Brahmana, Wisnu dan Siwa); munculnya sad darsana; munculnya stotra, stuti dan stawa (nirbhanda); munculnya kitab kalpasutra (Grihasutra, Sautrasutra,Dharmasutra, dan Silvasutra); semua adat istiadat setempat harus tetap dijalankan; dan munculnya perhitungan yuga.

4. Zaman Purana: Zaman Keemasan Agama dan Kebudayaan Hindu 

Prof. Phalgunadi (2010:39-46) menjelaskan zaman keemasan agama Hindu beserta kebudayaannya ditandai dengan munculnya aliran-aliran kepercayaan atau sekte dari mazhab Siwa dan Waishnawa serta mazhab Brahmana Smarta. Antara mazhab Siwa dan Waishnawa saling bertentangan dalam pandangan filosofis dan aktivitasnya, sedangkan mazhab Brahmana Smarta mengakomodir keduanya atau berada ditengah-tengah kedua mazhab tersebut; selain itu ciri khusus lainnya zaman purana adalah munculnya banyak sekte, dan kadangkala saling bertentangan; golongan waishnawa mengambil alih ajaran Buddha; berkembangnya ajaran tantrayana; kitab-kitab purana diakui sebagai Pancama Weda; mulai munculnya tempat-tempat pemujaan; mulai melakukan pemujaan dengan patung; pertentangan antara kelompok vegetarian dan non vegetarian; catur warna semakin kuat dipahami sebagai warisan atau keturunan; munculnya kasta pariah di India; ajaran catur asrama mulai dilaksanakan secara disipilin; upacara-upacara besar dilaksanakan; munculnya perhitungan zaman; pemujaan awatara Wishnu; pemujaan dewa-dewa sebanyak 33 lakh; munculnya hari raya agama Hindu; pemujaan pancayatana; pendeta mendapatkan kedudukan penting; hukum adat disamakan dengan hukum agama.

5. Zaman Reformasi Hindu (Zaman Sangkaracharya) 700M-1200 M 

Prof. Phalgunadi (2010:47-54) menjelaskan perkembangan reformasi Hindu pada masa Sangkaracharya dengan mencirikan kekhususannya yaitu dengan munculnya kelompok wedanta yang mendasarkan diri pada Prasthana Traya (Brahmasutra, Bhagavadgita, dan Upanisad/Wedanta). Ini merupakan system filsafat Wedanta baru (New System of Vedanta) karena sebelumnya Wedanta hanya berdasarkan dari pada kitab-kitab upanisad; munculnya perselisihan antara filsafat, baik antara mimamsa dengan wedanta, maupun aliran wedanta itu sendiri; serta munculnya Sampradaya Waishnawa.

6. Zaman Gerakan Bhakti (Bhakti Movement) 1.200 M-1.800 M

Prof. Phalgunadi (2010:55-62) menjelaskan Zaman Gerakan Bhakti tersebut muncul dengan ditandainya melalui kekuasaan dan penaklukan india ditangan Islam selama hampir 600 tahun Islam memerintah dari Delhi. Penggunaan simbol dan pelaksanaan aktivitas agama Hindu sangat dilarang, jikapun ada pelaksanaannya dipungut dengan pembayaran pajak yang tinggi. Pengaruh Islam pada masa itu yang sangat kuat adalah ajaran sufi. Ajaran sufi sangat menekankan kepasrahan yang total kepada Tuhan melalui penyebutan berulangulang nama Tuhan (whorship of the name) dan untuk melakukan hal itu perlu tuntunan dari seorang guru, Sufi tersebut ajarannya melihat kedalam diri (self realization) sehingga menolak pengikatan dogma agama secara berlebih. Pengaruh islam sufi ini memengaruhi dan mengakibatkan perpecahan di golongan waishnawa wedanta menjadi dua: a) golongan pertama prinsip utamanya percaya Tuhan monoteis yang diterima sebagai Tuhan yang berpribadi, yaitu Wishnu, Hari, Rama atau Krishna; b) golongan kedua prinsip utamanya menentang pelaksanaan yajna, tirtha yatra dan menyakini Tuhan dapat dicari dalam diri. Pada masa zaman ini disebut sebagai zaman neo Waishnawa karena mengalami evolusi yang sangat signifikan dengan cirinya sebagai berikut: 1) kitab suci digunakan bhagavadgita dan bhagavatam purana; 2) semua sekte waishnawa memuja pir atau guru; 3) wajib melakukan inisiasi (diksa) dengan mantra tertentu; 4) anak-anak usia 4 tahun memakai kalung tulsi sebanyak 108 biji; 5) vegetarian murni; 6) harus memakai urdhwa pundra (bhasma); 7) memakai tattoo sangka atau cakra; 8) surganya ada di waikuntha atau goloka; 9) sekte wallaba harus mengucapkan sumpah, diberi benang suci dan mantra; 10) atman tidak akan penah menyatu Tuhan, akan selalu sebagai pelayan; 11) hari kiamat hanya krisna yang abadi dan semuanya lebur; 12) menentang kepercayaan membabi buta; 13) menentang pelaksanaan upacara tidak berguna, ritual, atau persembahan yang pamer.

7. Gerakan Hindu Modern (Modern Hindu Movement atau Neo Hinduism) 1.800 M-1947 M

Prof. Phalgunadi (2010:63-72) menjelaskan Gerakan ini muncul untuk melawan Kristenisasi di India dan pengaruh budaya Barat lainnya. Gerakan ini dibedakan menjadi dua, yaitu gerakan dari golongan reformis dan golongan revivalis. Adapun cirinya sebagai berikut: 1) golongan reformis; a) penafsiran terhadap kitab suci weda secara rasional; b) hindu sebagai way of life; c) menolak adat istiadat, dogma dan takhayul; d) hindu bersifat toleran dan bebas intepretasi; e) penafsiran berdasarkan logika dan rasio; f) menolak upacara dan upakara; g) menolak tirtha yatra; h) menolak ajaran yang tidak logis; i) menolak ajaran pendeta tidak logis; j) mencampuradukkan ajaran agama-agama; k) mengajarkan prinsip-prinsi agama universal, sedangkan 2) golongan revivalis memiliki ciri; a) hanya Catur Veda yang benar, kitab yang lain tidak benar; b) populernya gerakan back to Veda; c) Veda boleh dibaca siapapun, tanpa memandang kasta; d) semua orang dapat menjadi pendeta; e) menolak upacara dan upakara tidak logis; f) munculnya ajaran sarwa dharma “semua agama sama saja”; g) munculnya ajaran kemanusiaan universal “manava seva madhava seva”; h) pemurnian ajaran Hindu melalui rasionalitas.

3.3 Hindu Bali dan Hare Khrisna

Hindu Bali jika merujuk pada sejarah evolusi Hindu karya Prof Phalgunadi, dapat dipahami agama Hindu di Bali sangat erat dengan tradisi Weda dan titik fokus pelaksanaan aktivitas keagamaan Hindu Bali adalah ajaran Weda. Zaman Weda (2.000 SM- 1000SM) dibedakan menjadi dua periode, pertama Zaman Rg Weda (Zaman Weda Awal); kedua Zaman Weda Akhir (Sama, Yajur Weda dan Atharwa Weda). Konsep ketuhanan pada zaman Rg Weda, selain meyakini dewa berjumlah 33 (Tribhir Ekadasi) agama Rg. Weda juga percaya dan memuja leluhur. Rg Weda X.15 menyatakan bahwa leluhur tinggal bersama para dewa, leluhur ikut menikmati persembahan (swada), kedudukan leluhur sama dengan dewa. Di dalam Rg. Weda Mandala X ada dinyatakan “yang ada” berasal dari yang “tidak ada”, “yang nyata” muncul dari yang “tidak nyata”. Ciri penting lainnya di zaman Weda adanya binatangbinatang yang disucikan, tetapi juga dikurbankan, demikian juga dengan kambing, kerbau, biatang buruan dan burung (sebagaimana hasil penelitian Sharma, 2001; Luniya, 2002; Mahajan, 2002 dan Majumdar, 1988; Thapar, 1979 dalam Phalgunadi, 2010:1-38), serta didukung oleh literatur Rg. Weda I. 162.21- 22 yang diucapkan sebelum upacara kurban dimulai, sebagai berikut.

"Engkau tidak disakiti, engkau tidak dibunuh, engkau tidak mati, engkau akan pergi ke alam dewa melalui jalan yang benar dan indah".

"Engkau akan dijemput dengan kereta yang indah, yang ditarik oleh kudakuda milik Dewa Indra, Kuda milik Dewa Maruta, dan kuda milik Dewa Aswin, dan para Dewa juga akan menemanimu pergi ke sorga".

Aktivitas keagamaan Hindu Bali saat ini, pada prinsipnya Umat Hindu Bali memuliakan segala jenis binatang termasuk jenis binatang kurban dengan cara memanjatkan puja mepepada sebelum dinaikkan derajatnya sebagai kurban suci terpilih dengan harapan serupa mantra Rg. Weda I. 162.21-22 di atas. Ciri penting lainnya dari zaman Weda akhir adalah mengenai atribut upacara. Orisinalitas ajaran Weda dan adanya benang merah antara aktivitas keagamaan di Hindu Bali (Nusantara) inilah yang tidak terdeteksi pada kaca mata sebagian kecil kelompok keagamaan Hindu anyar ketika dihadapkan pada kenyataan tentang perbedaan dalam prinsip ajaran. Ditambah lagi Hindu khususnya di Bali dan di Nusantara Umumnya memiliki tambahan berada dikonsititusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam KEPRES No. 1 Tahun 1965 yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Soekarno, yang kemudian dituangkan dalam UU No. 5 tahun 1969 (Ismail, 2016:3). Oleh karena itu jelas agama Hindu di Indonesia masuk kedalam catatan ketatanegaraan pemeritah Indonesia, sebagaimana catatan percakapan IGB Sugriwa dengan Menteri Agama RI, sebagai berikut. 26 Desember 1950 Menteri Agama yang bernama K.H Masykur bersama sekjen datang ke kantor daerah provinsi Bali. Berdialog dengan I Gusti Bagus Sugriwa.

Menteri Agama : “yang saya ketahui nama agama saudara-saudara ada bermacam-macam yaitu, agama bali, agama tirtha, agama hindu bali, agama siwa Buddha manakah yang benar?

IGB Sugriwa : Hindu Bali yang tepat!

Menteri Agama: saya ingin mendapatkan penjelasan tentang agama hindu. Menurut pengetahuan saya agama Hindu itu banyak Dewadewa misalnya Dewa Brahma, Wisnuu, Siwa, dl. Terhitung polytheisme, berdewa banyak. Karena itu tidak dapat disesuaikan dengan pancasila dasar Negara kita yang berketuhanan yang maha esa.

IGB Sugriwa: itu benar, tetapi agama kami warisan dari agama purba Indonesia Purba yang bertuhankan Sang Hyang Tunggal yang disebut Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Wenang, dls. Yaitu monotheisme bertuhankan Esa. Upakaranya diperlengkapi dengan babali (sasajen) disebut agama Bali.

Menteri Agama: kenapa di pamarajan banyak ada bangunan-bangunan tempat menyembah Dewa-Dewa? Saya pernah bertanya kepada seorang pedanda, beliau mengiyakan menyembah dewa-dewa banyak.

IGB Sugriwa: bangunan-banguna yang ada di pamarajan itu adalah tempat berbakti (bukan menyembah) kepada bhatara-bhatari roh suci leluhur kami. Kalau sembahyang kepada Tuhan dibuatkan bangunan darurat dinamai; sanggar surya atau sanggar agung, duhuring akasa, padmasana. Ajaran Indonesia Purba setelah menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbakti pula kepada roh suci leluhur yang diseut nenek moyang.

Menteri Agama: tentang sembahyang itu apakah tiap-tiap hari keliwon atau purnama tilem?

IGB Sugriwa: tiap-tiap hari sembahyang tiga kali sehari yang dinamai Tri Sandhya kala, termasuk juga keliwon dan purnama tilem.

Menteri Agama: bagaimana soal hindunya yang menjadi Hindu Bali?

IGB Sugriwa: pengertian Hindu di sini adalah Siwa Buddha, Hindu Sekte Siwa dan Buddha sekte Mahayana, berpadu (sincritisme) dengan agama Bali. Sebab itu ada dalam kenyataan pendeta siwa, pendeta Buddha, dan pendeta-pendeta Bali yang sangat banyak. Misalnya pemangku kahyangan, empu dukuh, dll.

Menteri Agama: Kalau begitu, bisa diterima, tetapi nantikan dulu sampai saya keliling di Sunda Kecil ! (Riwayat Hidup I Gusti Bagus Sugriwa, 1973).

Sedangkan Hare Khrisna jika merujuk pada sejarah evolusi Hindu karya Prof Phalgunadi, dapat dipahami muncul dari Mazhab Gaudiya Waishnawa Wedanta yang lahir pada Zaman Gerakan Bhakti (Bhakti Movement 1.200 M1800M). Ajaran mazhab ini Krishna adalah Tuhan Tertinggi. Krishna berwujud Brahma untuk menciptakan alam semesta, kemudian Krishna mengajarkan ajaran-ajaran kepada Narada, Narada mengajarkan kepada Wyasa mengenai kitab suci catur Weda, kemudian kitab suci ini diajarkan kepada Rsi Madhwa, Mazhab Gaudiya Waishnawa ini dilanjutan oleh Thakur Bhakti Vinobha yang mendirikan Gaudiya Waishnawa Mission yang melanjutkan ajaran Chaitanya Mahaprabhu. Murid yang terkenal dari Thakur Bhakti Vinobha adalah Swami Bhakti Siddhanta yang juga guru dari Swami Prabhupada Bhaktivedanta. Swami Prabhupada Bhaktivedanta yang mendirikan Internasional Society For Krishna Consciousness (ISKCON) “kesadaran masyarakt Krishna Internasional) di New York, Amerika Serikat. Mazhab ini menyebar dari Amerika ke seluruh dunia termasuk India dan Indonesia (Klostermaier dalam Phalgunadi, 2010:60). Di Indonesia mazhab ini disebut dengan Hare Rama Hare Khrisna atau Krishna Balaram, atau kesadaran Krishna. Memiliki ciri-ciri : 1) kitab suci digunakan bhagavadgita dan bhagavatam purana yang dihasilkan oleh Gurunya; 2) semua sekte waishnawa memuja pir atau guru; 3) wajib melakukan inisiasi (diksa) dengan mantra tertentu; 4) anak-anak usia 4 tahun memakai kalung tulsi sebanyak 108 biji; 5) vegetarian murni; 6) harus memakai urdhwa pundra (bhasma); 7) memakai tattoo sangka atau cakra; 8) surganya ada di waikuntha atau goloka; 9) sekte wallaba harus mengucapkan sumpah, diberi benang suci dan mantra; 10) atman tidak akan penah menyatu Tuhan, akan selalu sebagai pelayan; 11) hari kiamat hanya krisna yang abadi dan semuanya lebur; 12) menentang kepercayaan membabi buta; 13) menentang pelaksanaan upacara tidak berguna, ritual, atau persembahan yang pamer (Phalgunadi, 2010:61) dan juga ini bagian dari Gerakan Hindu Modern (Modern Hindu Movement atau Neo Hinduism) hingga kini gerakan ini muncul untuk melawan Kristenisasi di India, dan pengaruh budaya Barat lainnya (Phalgunadi, 2010:62).

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat dipahami bahwa Hindu telah mengalami banyak kali perubahan (evolusi) dan melahirkan banyak sekte-sekte terutamanya di India. Perubahan tersebut melalui peranan berbagai intelektual India yang sangat besar dan strategis dalam membangun peradaban spiritual di India. Sebagai tanda masuknya nilai-nilai baru yang menjadi spirit Hindu pada masing-masing zaman. Perdebatan yang terjadi kini antara Hindu Bali dan Hare Khrisna jelas memiliki frame yang berbeda sebagaimana evolusi dalam ajaran Hindu itu sendiri, terlebih lagi perdebatan ini terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga harus memperhatikan konstitusi yang belaku “dharmaning agama dharmaning nagara”. Perdebatan itu dapat terselesaikan dengan cepat secara arif dan bijaksana jika budaya membaca literasi Hindu lebih ditingkatkan terutamanya pada sejarah evolusi Hindu.

DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, Nengah Bawa dan Luh Putu Sri Ariyani. 2018. Filsafat Sejarah Pespektif Agama Hindu dan Pemikiran lainnya. Denpasar: Pustaka Larasan
Ismail, Nawari. 2016. Perubahan Sosial-Budaya Komunitas: Agama Dam. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Phalgunadi, I Gusti Putu. 2010. Sekilas Sejarah Evolusi Hindu. Denpasar:Widya Dharma
Riwayat Hidup I Gusti Bagus Sugriwa 1973, sebagaimana disampaikan kepada Ida Bagus Gede Agastia di Denpasar.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Sumber:

Sanjiwani, Jurnal Filsafat IHDN Denpasar
Karya Prof. Phalgunadi “Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu”: Menelisik dan Memahaminya dalam Bingkai Filsafat Sejarah Hindu
Putu Eka Sura Adnyana; Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar


0 Response to "Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel