Arti Dan Fungsi Api Dalam Upacara Yadnya Agama Hindu

HINDUALUKTA -- Salah satu sarana dalam upacara agama Hindu adalah api. Penggunaan api sebagai sarana dalam upacara agama Hindu sangat banyak dijumpai sesuai dengan jenis Yadnya yang dipersembahkan dan fungsinya masing-masing. Jenis api yang dipergunakan dalam kaitannya dengan upacara agama bukanlah jenis api biasa, namun apa yang dimaksudkan adalah api yang khusus berfungsi sebagai api sakral. 


Api sakral merupakan api yang suci yang diperoleh melalui pemujaan dengan mantra-mantranya. Dalam pelaksanaan upacara agama bahwa sarana api banyak digunakan, seperti dhupa, dipa, api, takep, pasepan, dan lain-lainnya. Dhupa atau dupa adalah sebagai nyala bara yang berisi wangi-wangian atau astanggi yang dipakai dalam upacara dan untuk menyelesaikan upacara. Dipa adalah api yang nyalanya sebagai lampu yang terbuat dari minyak kelapa, yang merupakan alat penting dalam upacara agama. Api takep adalah api sebagai sarana upacara dengan nyala bara yang terbuat dan kulit kelapa yang sudah kering atau sabut. Api takep ini biasanya dibuat sedemikian rupa dan dua bilah sabut kening dan pada bagian tengahnya ditaruh api yang telah membara, lalu salah satu bilah sabut itu dicakupkan (ditakepkan) sehingga api menjadi nyala bara. 



Pasepan adalah api sebagai nyala bara yang ditaruh di atas tempat tertentu atau dulang kecil yang diisi dengan potongan kayu yang dibuat kecil-kecil dan kering. Biasanya dipilih potongan kayu yang mengeluarkan bau yang harum, seperti: kayu cendana, kayu menyan, kayu majegau, dan lainnya. Penggunaan dupa, api takep dan pasepan biasanya mengeluarkan asap, sedangkan penggunaan dupa biasanya mengeluarkan nyala yang terang, semua sarana api tersebut memiliki makna tertentu. Ada ditegaskan bahwa dhupa merupakan lambang akasa tattwa, sedangkan dipa merupakan lambang sakti tattwa. Dijelaskan pula tentang arti dhupa dan dipa. dikatakan “wijil ing dhupa sakeng wisirna, dipa sakeng Ardha candra landepi sembah”, yang artinya: bahwa tajamnya sembah sakti itu (dengan) dhupa yang tercipta dan Wiswa (sarwa alam) dan dipa yang terdiri dan Ardha Candra (bulan sabit) atau dengan istilah lain bahwa terwujudnya cipta pujaan itu akan dapat diintensifkan dengan mempergunakan dhupa dan dipa itu; (Wedaparikrama : 103). Dan penegasan tersebut sungguh sangat penting artinya sarana api itu dalam upacara agama. Penggunaan api sebagai sarana upacara agama juga disebut dengan agni. Peranan api dalam upacara agama sangat penting sekali, seperti: api adalah pengantar upacara yang menghubungkan antara manusia dan Tuhan (Ma Sang Hyang Widhi Wasa), Agni adalah Dewa yang mengusir raksasa dan membakar habis semua mala sehingga menjadikannya suci, Agni adalah pengawas moral dan saksi yang abadi, Agnilah yang menjadi pimpinan upacara Yadnya yang sejati menurut Weda (Wedapanikrama 44-4 5). 

Apabila sarana api belum ada dalam upacara agama, maka suatu persembahan dapat dikatakan belum lengkap, karena dengan api umat Hindu dapat melaksanakan persembahan atau korban suci dengan sempurna, sarana api untuk penyucian, sarana api dapat menghalau roh-roh jahat atau mendatangkan pengaruh-pengaruh yang baik karena api sebagai pengantar, sebagai pimpinan upacara, dan sebagai saksi upacara agama Hindu. 

Api sebagai sarana upacara agama yang dipentingkan adalah api yang mengeluarkan asap yang berbau harum dan sangat dihindari penggunaan api yang terbuat dari lilin, oleh karena lilin itu tidak mengeluarkan bau yang harum. Sedangkan kalau dhupa dan dipa serta yang lainnya memang sudah dibuat khusus agar dapat berbau harum atau wangi yang dilengkapi dengan kemenyan, gula, kulit duku, kayu cendana, kayu majegau, dan lain-lainnya. 

Selanjutnya berdasarkan sastra-sastra agama Hindu ada beberapa jenis api, antara lain : 

a. Api yang ada di dapur.
b. Api yang ada pada diri manusia.
c. Api yang ada pada matahari.

Semua jenis api tersebut di atas sangat membantu kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam aktivitas tertentu, termasuk juga yang berkaitan dengan kehidupan sosial budaya, dan keagamaan atau spiritual. Kemudian dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 59 disebutkan jenis api yang disebut Sang Hyang Tryangi, sebagai berikut: 

“…mangelema amuja ring sang hyang tryangi ngaranira sang hyang apuy tiga, pratyekanira, ahawaniya, garhaspatya, cithyangi, ahawanidha ngaranira apuy ning asuruhan, rumareng I pinangan, garhaspatya ngaranira apuy ning winarang, apan agni, apan agni saksika kramaning winarang I kalaning wiwaha, citagni ngaranira apuy ning manunu sawa, nahan ta sang hyang tryangi ngaranira ..”

Artinya :

“....Taat mengadakan pujaan kepada tiga api suci, yang disebut Tryangi: yaitu tiga api suci, perinciannya adalah: ahawaniya, garhaspatya, dan citagni, ahawaniya artinya api tukang masak untuk memasak makanan, garhaspatya artinya api upacara perkawinan, itulah api yang dipakai saksi pada waktu perkawinan dilangsungkan, citagni artinya api untuk membakar mayat, itulah yang disebut tiga api suci ..“

Dan kutipan soka tersebut menyebutkan tiga jenis api suci yang disebut Tri Agni, antara lain : 

a. Ahawaniya yaitu api yang dipergunakan untuk memasak.
b. Garhaspatya yaitu api upacara perkawinan.
c. Citagni yaitu api yang dipergunakan dalam upacara pembakaran mayat.

Tiga jenis api suci tersebut atau triagni merupakan sarana yang sangat penting dan banyak dipergunakan dalam pelaksanaan upacara agama terutama dalam pelaksanaan Panca Yadnya sesuai dengan jenis dan tingkatan Yadnya serta fungsi dan sarana api dalam upacara agama Hindu. 

Api dalam istilah ajaran agama Hindu juga disebut dengan Apuy, Agni, Wahni. Sedangkan dalam ajaran Tti Murti atau juga wujud Ida Sang Hyang Widhi Wasa, bahwa api merupakan sumber kehidupan dan kekuatannya untuk menciptakan segala isi alam semesta, baik dalam bhuwana agung dan bhuwana alit dengan dewanya adalah Dewa Brahma, dengan warnanya adalah merah atau abang (bamadewa) yang dalam asta dala terletak pada arah daksina atau selatan. Dalam naskah Agastya Parwa ada ditegaskan tentang pentingnya penggunaan dhupa dalam upacara agama, berbunyi: 

“Kunan ya tunon kita wwan sugih paripuma pomah-omahnya, wahu enak denya mukil sukha, mogha ta ya ka lawan, rinampas, dinol, sinangguh sadosa an tanpa dosa, ika ta wwan mankana ri loka ahu pahanah sadab avat, manke sita nika nuni: agelem amuja ri bhattara, ika ta bhaktinya ri bhattara ya tikamuhara sukha ri bhattara, kunan tapan tanpasep ya nuni riya n pamuja, anaitihiki phala ni raksana pakena nin dhupa rumaksa phala nin puja dlaha”.

Artinya:

Kita lihat orang kaya, keluarganya tidak kekurangan suatu apa, sementara ia menikmati kebahagiannya dengan penuh kesenangan, maka iapun ditawan orang, dirampas, dijual, dituduh berbuat dosa walaupun sesungguhnya ia tidak berdosa. Orang yang demikian di dunia, demikian tingkah lakunya dahulu gemar memuja Bhatara yang menyebabkan bhatara menjadi suka cita. Namun karena pemujaannya itu dahulu tanpa dilengkapi dengan dupa, maka usahanya itu kehilangan makna upacara agama, sebab tujuan adanya dupa itu adalah untuk menjaga pahala pemujaan itu kelak. Berikut ini ada beberapa uraian yang menegaskan betapa banyak fungsi api dalam upacara agama Hindu, baik sebagai sarana persembahyangan maupun sebagai sarana pokok Yadnya atau koban suci. Adapun fungsi api dalam kaitannya dengan upacara agama Hindu adalah :

a. Api sebagai pendeta pemimpin upacara

Hal ini dimaksudkan bahwa api dapat menuntun umat Hindu untuk menuju pada arah kesucian, selalu ada pada jalan yang benar (dharma). Api sebagai lambang menuntun umat, hal ini banyak ditegaskan dalam kitab suci agama Hindu.

“Agne naya supalharaye asirnan, wisirnani dena wayunani widwan, yuyudhy asirnanyjuhara am enobhuyistham le nama ukiim widhena “.

Artinya:

O Tuhan, kuat laksana api, maha kuasa tuntunlah kami semua, segala yang hidup ke jalan yang baik, segala tingkah laku menuju kepada-Mu yang bijaksana, jauhkan dari jalan yang tercela yang jatuh dan pada-Mu, baik penghormatan maupun katakata yang hamba lakukan; (isa Upanisad, 18).

Dalam sloka tersebut di atas ada penegasan yang berbunyi “Agne naya” yang artinya api penuntun atau api pemimpin dalam melaksanakan korban suci yang dilaksanakan oleh umat Hindu. Kemudian dalam kitab suci Rg Weda Mandala I ada pula ditegaskan bahwa sebagai pemimpin upacara atau purohito, yang berbunyi:

Om Agniinile purohilam Yadnyasya dewamrtwjam, hotaram ratna dhatanam”

Artinya:

Kami puja agni, Pendeta utama, Dewa Pendeta Korban, Pemuja, murah hati.

b. Api sebagai perantara Pemuja dan Yang Dipuja

Menghormati dan memuja kebesaran Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasinya memerlukan kesucian hati atau ketulusan dan pemujanya. Di samping unsur kesucian juga sarana api dapat sebagai sarana atau perantara untuk menyatukannya, agar Yadnya itu tidak sia-sia.

“Agniwayu rawibhyastu brahma sanataram, dudoha yajsiddyarta, mrgyayuh samslskdsnsm” (Mds.I.23).

Artinya:

Sesungguhnya Ia diciptakan ajaran ketiga Weda yang abadi (trayo brahma) dan api (agni), angin (wayu), dan matahari (Rawi) untuk dijadikan dasar melaksanakan yadnya. 

Kemudian mari kita simak beberapa sloka dalam kitab suci Bhagawag Gita Sloka TV, 24 dan 25 yang menegaskan bahwa api sebagai sarana upacara untuk menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja, yang berbunyi :

“Brahma ‘rpanam brahma havir,
bramagnau brahmana hutam,
brahmai ‘Va lena ganlavyam,
hrahma karma samadhina “, (Bhagavadgita, IV, 24).

Artinya :

Dipujanya Brahman persembahannya Brahman oleh Brahman dipersembahkan dalam api Brahman dengan memusatkan meditasinya kepda Brahman dalam kerja ia mencapai Brahman. 

“Daivam eva ‘pare Yadnyam
yoginah paryupasale
brahmagnav apare Yadnyam
yajnenai ‘vo ‘pajuhvati “. (Bhagavadgita, 1V, 25).

Artinya:

Beberapa yogi memuja dewata, yang lain mempersembahkan sajian, dengan jalan membaktikan pemujaan ini ke dalam api brahman.

Kedua sloka suci di atas telah menegaskan bahwa api sebagai sarana utama untuk menjadi perantara antara pemuja dengan yang dipuja. Makna Brahman adalah sebagai Tuhan yang dipuja oleh umat. Makna Hawir merupakan lambang atau wujud dan persembahan umat yang berupa mentega yang dipersembahkan dalam api upacara serta huta adalah persembahan yang dilakukan dengan melatakkan pembakaran homa. Kemudian ditegaskan pula bahwa yogi itu merupakan umat dengan penuh konsentrasi mempersembahkan Yadnyanya atau sajinya yang dilengkapi dengan sarana api Brahman. 

c. Api sebagai pembasmi segala kekotoran dan pengusir roh jahat

Menyimak makna sloka Bhagavadgita IX, 26: mengingatkan umat Hindu, agar setiap melakukan persembahan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa beserta dengan manifestasinya itu, perlu mempersiapkan diri dengan suasana yang suci secara lahir dan batin. Demikian pula dalam pemakaian api sebagai sarana upacara, maka diperlukan sarana api yang telah suci. Atau sarana yang akan digunakan perlu disucikan terlebih dahulu, mengingat fungsi api adalah sebagai pembasini segala kekotoran dan pengusir roh jahat. Dalam mantra astra mantra dengan jelas ada yang menegaskan sebagai berikut:

“Om Am dhupa-dipa astraya namah “, (Wedaparikrama: 102), yang artinya: Om, sujud kepada A (m), dhupa (dan) dipa, astra (itu). Atau dapat pula diartikan: Om Sang Hyang Widhi dengan sinar suci-Mu sucikan diri hamba, (Arti dan fungsi Sarana Persembahyangan: 69). 

Dan mantra tersebut maknanya adalah perlunya menciptakan kesucian diri dan kesucian sarana yang dipergunakan dalam berYadnya, agar kita dapat terhindar dari segala kekotoran dan hal-hal yang jahat. Selanjutnya dalam kitab suci Rg Weda Mandala 1 sukta sloka 5, 7, dan 10 menegaskan bahwa dengan sarana api dapat menumpas segala musuh, dapat melenyapkan segala kesedihan dan kemelaratan, serta dengan sarana api dapat pula menyucikan upakara-upakara Yadnya yang dipersembahkan. Berikut ini mari kita simak makna sloka tersebut: 

“Ohrtahawana didiwah pratt sirna risato daha, agne twam raksaswinah “. (Rg Weda Mandala 1, 12, 5),

Artinya:

O, Agni yang bercahaya, kepadamu minyak suci disiapkan menyala, menumpas musuh yang dilindungi setan.

“Kawiwagnimupa stuhi satyadharmanamadware, Dewaniwacatanapi “. (Rg Weda Mandala I, 12, 7).

Artinya:

Agni kami punya Engkau dalam Yadnya, Pendeta yang selalu berbuat benar. Dewa yang melenyapkan sedih.

“Sa nah pawaka didiwo ‘gne dewam iha waha, upa Yadnyam hawicca nah “. (Rg Weda Mandala 1, 12, 10).

Artinya:

Bawalah yang demikian itu kepada persembahan korban kami, agni, pensucikan, Undanglah Dewa-Dewa pada persembahan kami. 

Kalau kita perhatikan dalam pelaksanaan upacara Tawur Agung Kesanga, setelah caru dipersembahkan kemudian sore harinya dilakukan pengerupukan dengan membawa obor menuju keliling desa dan mengelilingi rumah-rumah sambil menyemburkan mesuwi, yang malamnya adalah untuk menetralisir kekuatan bhuta kala yang semula bersifat jahat/pengganggu manusia kemudian berubah sifat guna menolong dan membantu kehidupan manusia. Dalam lontar Sundarigama ada menerangkan antara lain : 

“Telasing acaru tumuli ngerupukya tika ngemanlukan sarwa bhuia kala kabeh mwang umu ndurakena sasab merana, sarana obor-obor dening gent saperakpak, sembumi, masui, manira sarwa lelulakpenyengker agung, iderin umah kadening gent ika “.

Artinya:

Setelah selesai melaksanakan caru, lalu melaksanakan ngerupuk yaitu mengembalikan semua bhuta kala dan menghalau penyebab penyakit, caranya : obor-obor dengan api daun kelapa kering, semburkan mesuwi, dimantrai dengan mantra penolak batas terbesan, mengelilingi rumah dengan api tersebut. 

Dengan berkeliling sebanyak tiga kali sambil membawa obor tersebut bertujuan untuk mengusir roh jahat dan tentunya tidak lagi mengganggu kehidupan manusia. Selain itu ada lagi penggunaan api upacara yang disebut api tetimpug. Bentuk api tetimpug ini dibuat sedemikian rupa dan potongan batang bambu muda sejumlah tiga batang masingmasing ujung ruasnya dibiarkan. Kemudian dalam rangkaiannya dengan Yadnya, potongan bambu itu lalu dibakar dengan api sehingga dapat mengeluarkan bunyi/letupan suara yang meledak dan suara ledakan inilah yang dinamai tetimpug. Tujuannya adalah mementingkan apinya ditambah surara ledakan dengan fungsi bahwa api sebagai pembasmi kekotoran dan pengusir roh-roh jahat. Penggunaan jenis sarana api tetimpug ini biasanya dilakukan pada saat mabyakala atau mabyakawon serta ada pula dalam rangkaian Upacara Bhuta Yadnya.

d. Api sebagai saksi upacara dalam kehidupan

Semua sarana api digunakan dalam upacara agama baik yang berupa dhupa, dipa, api takep, pasepan, api tetimpug, dan yang sejenisnya merupakan saksi upacara atau pemimpin upacara.Dalam umat Hindu melakukan persembahyangan, maka api dhupalah yang dipakai sebagai saksinya, sedangkan asapnya melambangkan arahnya jalan pikiran untuk menyembah Hyang Widhi menuju ke arah akasa dengan penuh kesucian. Kemudian dalam penggunaan Sanggah Surya yang ditempatkan di bagian sudut yang mengarah Gunung dan Sinar Matahari, juga merupakan saksi dalam upacara, oleh karenanya disebut dengan Sanggah Pesaksi yang fungsinya sebagai lambang stana Dewa Siwa Raditya yang turut menyaksikan pelaksanaan upacara. Sanggah Surya terkadang juga dinamai Sanggah Tawang, kata Tawang (bahasa kawi) yang artinya: langit. Dengan pengguraian Sanggah Tawang berarti kekuatan api Brahman (Raditya/Matahari) yang dipancarkan melalui akasa/langit juga merupakan saksi dalam pelaksanaan upacara Yadnya.  

“Om adityasya-Paramjyoti, rakta tejo namo stute, eweta-pangkaja madhavaste. Bhaskata namo ‘stute. Om Pranatnya Bhaskata dewam, sarwa kleca wicanam. Pranamyaditva-Ciwartham, mukti-mukti-warapradam.Om rah ring sah Parama Ciwaditya “, (Upadeca: 7). 

Artinya: 

O, Hyang Widhi, hamba sembah Hyang Widhi dalam manifestasi sinar surya yang merah cemerlang, berkilauan cahaya-Mu Engkau putih Suci, bersemayam di tengahtengah laksana teratai, Engkaulah, Bhaskata (sumber cahaya), yang hamba puja selalu. O, Hyang Widhi, Cahaya sumber segala sinar, hamba menyembah-Mu agar segala dosa dan kotoran yang ada pada jiwa hamba menjadi sinar Rasa. Karena Dikau adalah sumber bhukti dan mukti, kesejahteraan hidup jasmani dan rohani. Hamba memuja-Mu, O Hyang Widhi Paramaciwa-Aditya. 

Demikianlah sebuah mantra suci yang sering mengiringi persembahyangan yang ditujukan ke hadapan Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Aditya yang menguasai apinya matahari sebagai pancaran api Brahman yang turut menyaksikan persembahan berupa Yadnya, dengan harapan agar segala penderitaan, kekotoran hambaNya dapat terhapuskan, serta dianugerahkan kesejahteraan lahir dan batin. Selain uraian di atas yang telah banyak membahas tentang fungsi api sebagai sarana upacara Yadnya, maka berikut ini berdasarkan sumber kitab uci Weda menegaskan beberapa fungsi dan kedudukan api sebagai sarana upacara Yadnya, antara lain :
  1. Api (agni) berfungsi sebagai Dewa yang paling utama.
  2. Api yang berfungsi sebagai saksi dalam sumpah dan persembahyangan. 
  3. Api yang berfungsi sebagai pendeta (Purohito) yang akan melakukan tugas tugas kependetaan dalam upacara yang dilakukan oleh manusia.
  4. Api sebagai ahli upacara, ahli Weda (Jata Weda) yang memberi inspirasi kepada para pendeta dan para Rsi menggubah mantra.
  5. Api (agni) berfungsi sebagai sarana duta atau utusan yang siap menerima perintah dan yajmana untuk mendatangkan para dewa yang dikehendaki hadir dalam upacara.
  6. Api (agni) berfungsi sebagai mulut para Dewa dan semua kekuatan yang tidak kelihatan untuk menerima sesajen yang dipersembahkan untuk disantap.
  7. Api sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan bagi orang berumah tangga karena fungsinya di dapur.
  8. Agni berfungsi sebagai penjaga dan mengusir roh-roh yang akan mengganggu jalarmya upacara.
  9. Agni berfungsi sebagai pemberi tenaga atau kekuatan kepada yang memakainya.
  10. Api sebagai sarana penyuci benda-benda kerainik atau logam mulia lainnya.
  11. Agni sebagai sarana penolak bala dan balik sumpah agar tidak mengenai diri dan lain-lainnya. (Agama Hindu II, Gd. Pudja, M.A., S.H., 167 —168).
Demikianlah sangat banyak sesungguhnya uraian-uraian yang mengetengahkan tentang arti dan fungsi api sebagai sarana upacara agama Hindu yang termuat dalam berbagai sastra/kitab suci agama Hindu, namun dalam modul ini hanya diuraikan secara sederhana. 

Referensi:
Sukrawati, Ni Made. 2019. Acara Agama Hindu. Denpasar: UNHI Press.
Dikutib Dari Buku: Acara Agama Hindu Karya Dr. Ni Made Sukrawati, S.Ag., M.Si halaman 37-45

0 Response to "Arti Dan Fungsi Api Dalam Upacara Yadnya Agama Hindu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel