Makna dan Tata Cara Penggunaan Bija yang Benar
Penggunaan Buja Yang Benar (foto Hindualukta editing) |
HINDUALUKTA-- Dalam agama Hindu banyak sekali aturan yang belum kita pahami saat melakukan persembayangan. Sehingga banyak umat Hindu yang hanya melakukan persembayangan sesuai dengan apa yang dia lihat.
Pada hal, sembayang dalam agama Hindu, diharuskan mengetahui makna dan tujuan dari sembayang yang kita lakukan. Karena tampa mengetahui makna dan tujuannya, sama saja tidak ada artinya.
Kendati demikian, hal inilah yang sepertinya terjadi di kalangan masyarkata Hindu sekarang. Selain dikarenakan minimnya pengetahuan, juga karena tidak pernah diajarkan orang tua.
Contohnya saja dalam penggunakan Bija, sudah dipastikan banyak yang tidak mengetahui maknanya. Apalagi bagi teman-teman yang baru masuk Hindu.
Maka dari itu melalui artikel ini, saya akan membahas makna dan cara penggunaan Bija yang benar,. Berikut Ulasanya:
Wija (Bija) dalam bahasa Sanskerta disebut Gandaksata yang berasal dari kata ganda dan aksata yang artinya biji padi-padian yang utuh serta berbau wangi. Wija atau bija biasanya dibuat dari biji beras yang dicuci dengan air bersih atau air cendana.
Makna Bija adalah lambang Kumara, yaitu putra atau wija Bhatara Siwa. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan Kumara adalah benih ke-Siwa-an/Kedewataan yang bersemayam dalam diri setiap orang. Mawija mengandung makna menumbuh- kembangkan benih ke-Siwa-an itu dalam diri orang. Sehingga disarankan agar dapat menggunakan beras galih yaitu beras yang utuh, tidak patah (aksata). Alasan ilmiahnya, beras yang pecah atau terpotong tidak akan bisa tumbuh.
Dalam penempatan Bija tentu meletakkannya juga tidak sembarangan. Ibaratnya menumbuh kembangkan tananam buah kita tidak bisa menamamnya sembarangan haruslah di tanah yang subur. Maka dari itu menaruh bija di badan manusia ada aturannya, agar dapat menumbuh kembangkan sifat kedewataan /ke-Siwa-an dalam diri.
Bija sebaiknya diletakan pada titik-titik yang peka terhadap sifat dari kedewataan /ke-Siwa-an. Dan titik-titik dalam tubuh tersebut ada lima yang disebut Panca Adisesa. Adapun kelima tempat itu yakni:
Dalam penempatan Bija tentu meletakkannya juga tidak sembarangan. Ibaratnya menumbuh kembangkan tananam buah kita tidak bisa menamamnya sembarangan haruslah di tanah yang subur. Maka dari itu menaruh bija di badan manusia ada aturannya, agar dapat menumbuh kembangkan sifat kedewataan /ke-Siwa-an dalam diri.
Bija sebaiknya diletakan pada titik-titik yang peka terhadap sifat dari kedewataan /ke-Siwa-an. Dan titik-titik dalam tubuh tersebut ada lima yang disebut Panca Adisesa. Adapun kelima tempat itu yakni:
- Di antara dua alis mata yang disebut anjacakra.sebenarnya letaknya yang lebih tepat, sedikit diatas, diantara dua alis mata itu. Hal paling biasa kita lihat.
- Di dalam mulut atau langit-langit.
- Di leher, diluar kerongkongan atau tenggorokan yang disebut wisuda cakra.
- Di pusar yang disebut titik manipura cakra.
- Di hulu hati (padma hrdaya) zat ketuhanan diyakini paling terkonsentrasi di dalam bagian padma hrdaya ini (hati berbentuk bunga tunjung atau padma). Titik kedewataan ini disebut Hana hatta cakra.
Pada umumnya dikarenakan ketika persembahyangan dalam sarana pakaian lengkap tentu tidak semua titik-titik tersebut dapat dengan mudah diletakkan bija. Maka cukup difokuskan pada 3 titik yaitu :
1. Pada Anja Cakra, sedikit diatas, diantara dua alis.
2. Pada Wisuda Cakra, Di leher, diluar kerongkongan atau tenggorokan
3. Di mulut, langsung ditelan jangan digigit atau dikunyah. Alasannya seperti tadi kalau dikunyah beras itu akan patah dan akhirnya tak tumbuh berkembang sifat kedewataan manusia.
Kendati demikian, pada kenyataannya hingga dewasa ini dalam masyarakat Hindu-Bali, selain pada titik-titik diatas. Ada juga yang meletakkan pada titik-titik yang lain. Misalnya ditaruh diatas pelipis, sebelah luar atas alis kanan dan kiri. Ada juga yang menaruh pada pangkal di telingah bagian luar.
1. Pada Anja Cakra, sedikit diatas, diantara dua alis.
2. Pada Wisuda Cakra, Di leher, diluar kerongkongan atau tenggorokan
3. Di mulut, langsung ditelan jangan digigit atau dikunyah. Alasannya seperti tadi kalau dikunyah beras itu akan patah dan akhirnya tak tumbuh berkembang sifat kedewataan manusia.
Kendati demikian, pada kenyataannya hingga dewasa ini dalam masyarakat Hindu-Bali, selain pada titik-titik diatas. Ada juga yang meletakkan pada titik-titik yang lain. Misalnya ditaruh diatas pelipis, sebelah luar atas alis kanan dan kiri. Ada juga yang menaruh pada pangkal di telingah bagian luar.
Boleh dikata kurang tepat menaruh bija selain pada 3 titik-titik yang telah disebutkan diatas. Karena titik-titik yang lain dalam tubuh kurang peka terhadap sifat kedewataan atau Tuhan yang ada dalam diri manusia. Sehingga cukup sulit menumbuh kembangkan sifat Kedewataan dalam diri.
Kesimpulan: Makna dari penggunaan Bija dalam persembahyangan ialah untuk menumbuh kembangkan sifat Kedewataan/ Ke-Siwa-aan / sifat Tuhan dalam diri. Seperti yang disebutkan dalam Upanisad bahwa Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu tidak berada di surga atau di dunia tertinggi melainkan ada pada setiap ciptaan-Nya.
Sukseme semoga bermanfaat Om shanti shanti shanti Om
0 Response to "Makna dan Tata Cara Penggunaan Bija yang Benar"
Post a Comment