HINDUALUKTA -- Nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat dalam sebuah masyarakat dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang pada akhirnya menjadi tradisi. Nilai dari suatu tradisi tentunya menjadi menarik ketika diketahui maknanya. Tidak sekedar dicibir atau bahkan dianggap tidak agamis. Berbagai macam dan bentuk upacara tradisional yang terdapat dalam amsyarakat merupakan cerminan bahwa semua perencanaan, tindakandan perbuatan telah diatur oleh tata nilai yang luhur. Tata nilai yang dipancarkan melalui tata upacara adat atau upacara tradisional ini merupakan manifestasi tata kehidupan masyarakat Jawa yang serba hati-hati, agar dalam melaksanakan segala sesuatu mendapatkan keselamatan, baik keselamatan secara lahir maupun batin.
Maka dari itu, upacara Wetonan yang sudah dilaksanakan sejak lama ini perlu dijaga dan dilestarikan supaya nilai-nilai yang ada tetap bisa dipertahankan oleh masyarakatnya. Adapun nilai-nilai pendidikan Hindu yang bisa diambil dari upacara wetonan pada masyarakat Hindu Etnis Jawa, yaitu:
A.Nilai Pendidikan Tattwa
Tattwa merupakan intisari ajaran agama Hindu yang harus dipahami dan dihayati oleh setiap pemeluknya sehingga semua aktivitas keagamaan yang dilakukan benar-benar berlandaskan filosofi yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Tattwa merupakan dasar keyakinan agama Hindu yang mencakup lima hal dasar yang disebut Panca Sraddha yang kemudian melahirkan Panca Tattwa (Widhi Tattwa, Atma Tattwa, Karmaphala Tattwa, Punarbhawa Tattwa, dan Moksa Tattwa). Dalam pelaksanann upacara Wetonan pada masyarakat Hindu etnis Jawa, nilai Tattwa yang paling dominan yaitu Widhi Tattwa.
Pemahaman tentang hakekat Hyang Widhi disebut Widhi Tattwa (Nurkancana, 1999: 17). Dalam masyarakat Jawa dipahami bahwa Tuhan/ Hyang Widhi bersifat Maha Universal, kekuasaan-Nya tiada terbatas. Beliau melingkupi segalanya. Manusia sebagai mahkluk yang terbatas memuja kebesaran dan keagungan Tuhan dengan berbagai cara, antaralain melalui perasaan hatinya maupun wujud persembahan yang digunakannya.
Semua dilukiskan dalam bentuk niyasa (simbol-simbol) yang dicerminkan dalam berbagai macam sesaji yang menyertai sebuah upacara. Dalam kehidupan beragama manusia sangat memerlukan apa yang bisa dilukiskan salah satunya dalam bentuk sesaji dengan maksud agar lebih menyentuh dan lebih mudah dihayati. Melalui niyasa umat Hindu ingin menghadirkan Tuhan yang akan disembah dan mempersembahkan isi dunia yang paling baik sebagai cetusan rasaterimakasihnya.Penggambaran nilai ketuhanan ini mengingatkan bahwa Tuhan selalu terlibat dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia maka dari itu manusia harus selalu berada di jalan Tuhan yaitu jalan dharma karena Tuhan lah yang berperan utama. Bhagawgita VII.7 menyebutkan:
Matthah parataram na ‘nyat
Kimchid asti dhananjaya
Mayi sarvam idam protam
Sutre manigana iva
Terjemahan:
Tiada yang lebih tinggi daripada-Ku
Oh Dananjaya, yang ada disini
Semua terikat pada-Ku bagaikan rangkaian
Mutiara pada seutas tali(Pendit, 1996:195)
Sloka dalam Bhagawadgita di atas menegaskan tentang keagungan Tuhan karena hanya kepada-Nya manusia meminta petunjuk dalam melaksanakan kehidupannya dengan tujuan agar kebahagiaan lahir dan batin berupa Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharmadapat tercapai.
B.Nilai Pendidikan Etika
1) Nilai Bhakti
Bhakti berarti cinta kasih yang tulus (Wijayanda, 2004: 25). Rasa bhakti atau rasa cinta kasih akan melahirkan suatu keikhlasan untuk berkorban. Umat Hindu ketika mewujudkan rasa bhaktinya, mereka tidak segan mengeluarkan biaya dan meluangkan tenaganya demi dapat mempersembahkan bhaktinya pada waktu upacara. Tanpa rasa bhakti dan tulus ikhlas, sebuah upacara tidak akan terlaksana. Upacara akan menjadi sia-sia dan tidak memberikan manfaat bagi yang melaksanakan. Maka dari itu setiap upacara yang dilakukan harus dilandasi oleh perasaan bhakti dan penuh keikhlasan sebagai wujud persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi agar apa yangdilaksanakan mempunyai kualitas Satvika. Orang yang ragu-ragu dalam melaksanakan suatu upacara tidak akan mendapatkan pahala yang baik sesuai harapannya.
Melalui persembahan atau sesaji umat Hindu mewujudkan rasa bhakti atau cintanya kepada Tuhan. Pada dasarnya, Tuhan tidak memrlukan semua sesaji ini karena Tuhanlah yang mengadakan semua ini. Beliaulah pemilik dari segala yang ada di alam semesta ini. Sesaji yang digunakan pada waktu upacara, secara spiritual memberi kebahagiaan kepada orang yang melaksanakannya karena dengan semua ini mereka bisa mencurahkan rasa bhakti dan cinta kasihnya. Tuhan tidak menikmati makanan yang dipersembahkan oleh manusia tetapi Tuhan menikmati rasa bhakti yang mendasari persembahan itu. Bagi masyarakat awam, persembahan berupa sesaji diyakini akan membuat Tuhan menjadi senang. Seperti halnya si ibu, dia yakin dengan memberi bayinya baju bagus, maka bayi itu akan senang. Cetusan rasa cinta yang suci terwujud dalam keinginan untuk memberi dan berkorban menyebabkan pengorbanan tersebut menjadi bernilai satvika. Satvika Yajna adalah yajna yang dilaksanakan dengan keikhlasan tanpa mengharapkan hasilnya. Yajna ini dilaksanakan semata-mata sebagai suatu kewajiban yang patut dilaksanakan. Dalam upacara ini, kewajiban yang dimaksud adalah kewajiban orang tua mengupacarai anaknya. Sesuai sastra Bhagawad Gita XVII.11:
Aphalakankshibbhir yajno
Vidhidrishto ya ijyate
Yashtavyam eve ‘ti manah
Samadhaya sa sattvikah
Terjemahan:
Upacara menurut petunjuk kitab-kitab suci dilakukan orang tanpa mengharapkan pahala dan percaya sepenuhnya upacara ini sebagai tugas-kewajiban, adalah sattvika.(Pendit, 2002:409-410)
Kesucian menjadilandasan utama dalam pelaksanaan ajaran agama. Oleh karena itu upacara yangbermakna penyucian hampir selalu dijumpai pada setiap pelaksanaan yajna. Sradha, kebaktian, ketulusan, dan kesucian hati yang menyatu melahirkan kualitas spiritual yang lebih tinggi pada manusia. Begitu pula upacara tidak berarti apa-apa bila orang yang melaksanakan belum memiliki kesiapan rohani dan jasmani yang suci. Kehidupan yang sesuai dengan ketentuan moral dan spiritual yang patut menjadi landasan dalam pelaksanaan yajna.
2) Nilai kebersamaan
Tradisi-tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat pada umumnya tidak bisa terlepas dari nilai-nilai kebersamaan. Kebersamaan menjadi ciri khas utama karena pada upacara yang pelaksanaannya tergolong besar selalu melibatkan masyarakat setempat untuk ikut hadir dalam upacara yang dimaksud. Nilai kebersamaan menghasilkan sebuah tata hubungan vertikal horizontal yang lebih erat karena dalam upacara ini warga sekitar berkumpul bersama tanpa ada sekat-sekat pembeda baik dalam kelas sosial, status sosial, perbedaan agama maupun golongan. Upacara ini sekaligus menjadi ajang berbaur dengan warga masyarakat lain yang dapat menciptakan suasana rukun, damai, serta tentram. Atharwa Weda 111.30.4 menyatakan sabda Tuhan tentang persatuan manusia yaitu:
Yena deva na viyanti no
Ca vidvisate mithah
Tat krnmo brahma vo grhe
Samjnanam purusebhyanh
Terjemahan:
Wahai umat manusia, persatukanlah yang menyatukanlah yang menyatukan semua para dewa. Aku memberikan yang sama kepadamu juga sehingga anda mampu menciptakan persatuan diantara anda. (Titib, 347:1998)
Melalui sloka diatas manusia diingatkan kembali untuk membangun rasa persatuan dan kesatuan sehingga terciptalah kerukunan dan keharmonisan. Kerukunan dan keharmonisan menjadi dasar dan landasan manusia dalam hidupnya sebagai makhluk sosial.
C.Nilai Pendidikan Upacara
Upacara yajna merupakan sebuah upaya spiritual untuk mendekatkan diri pada Hyang widhi. Uapcara sebagai sebuah yajna wajib dilakukan oleh umat Hindu karena dalam ajaran agama Hindu disebutkan bahwa manusia lahir kedunia ini memiliki tiga hutang (Tri Rna) yang terdiri dari Dewa Rna (hutang kepada Tuhan), Pitra Rna (hutang kepada leluhur), dan Rsi Rna (Hutang kepada para Rsi). Untuk membayar ketiga jenis hutang tersebut, umat Hindu diarahkan agar melaksanakan Panca Yajna. Dewa Rna dibayar dengan melaksanakan Dewa Yajna dan Bhuta Yajna, Pitra Rna dibayar dengan mengadakan Pitra Yajna dan manusa Yajna, sedangakn Rsi Rna dibayar dengan Rsi Yajna. Demikian halnya dalam upacara wetonan pada masyarakat Hindu etnis Jawa, meskipun secara khusus merupakan wujud pelaksanaan upacara Manusa Yajna akan tetapi secara umum mencakup kelima jenis yajna, meliputi:
1) Dewa Yajna
Dari rangkaian upacara, penggambaran Dewa Yajna jelas terlukiskan pada saat slametan. Slametan ini salah satunya ditujukan kepada para dewa sebagai ucapan terimakasih atau syukur atas anugrah yang telah diterima sehingga dengan anugrah yang diberikan pihak keluarga dapat mengadakan upacara slametan.
2) Pitra Yajna
Dengan menggunakan sesaji pada upacara wetonan menjelasakn bahwa upacara ini bisa menjadi media untukmelestarikan adat Jawa yang sudah ada sejak dahulu hingga sekarang, serta menerapkan ajaran yang terkandung dalam agama Hindu. Sesaji dalam wetonan ada yang ditujukan kepada para leluhur desa dan para danyangatau orang yang menjadi cikal bakal berdirinyasuatu desa. Danyang sebagai roh pelindung (Tim Penyusun dalam Miswanto, 2009:118). Upacara ini bertujuan untuk meminta izin bahwa ada pihak keluarga di desa tersebut yang akan melaksanakan suatu upacara. Termasuk pitra yajna karena upacara ini bertujuan untuk mendoakan leluhur yang sudah meninggal.
3) Manusa Yajna
Manusa Yajna adalah persembahan yang ditujukan kepada manusia. Upacara wetonan identic dengan manusa yajna karena secara umum tujuan dari upacara tersebut adalah utuk keselamatan manusia itu sendiri.
4) Rsi Yajna
Rsi Yajna tergambar dengan adanya sesari pada sesaji yang digunakan. Sesari tersebut nantinya diberikan kepada pemimpin doa yang telah meimpin upacara sehingga dapat terlaksana dengan baik.
5) Bhuta Yajna
Bhuta yajna merupakan salah satubagian dari panca yajna yang pelaksanaannya tidak kalah pentingnya. Di dalam veda smrtidisebutkan:
Tatah swayambhurbhagawan
Awyaktowyanjayannidam
Maha bhutadi wrttaujah
Predurasitata manudah
Terjemahan:
Kemudian dengan kekuatan tapa-Nya, Ia Yang Maha Ada, menciptakan ini, Maha Bhuta (unsur alam semesta) dan lainnya nyata terlihat menyalakan kegelapan.
Pelaksanaan bhuta yajna sangat penting karena bertujuan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan bhuta kala (energi alam) dan memanfaatkan daya gunanya.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu bahwa wetonan merupakan peringatan hari kelahiran seseorang yang datangnya setiap 35 hari sekali yaitu berdasarkan perhitungan Pancawara dan Saptawara. Pada bayi, wetonan yang dilaksanakan secara besar karena disertai dengan slametan adalah upacara selapanan (bayi berumur 35 hari), upacara 3 lapanan (bayi berumur 105 hari), dan upacara 6 lapanan yang dirangkai dengan upacara tedhak siti (bayi berumur 210 hari). Dalam upacara wetonan terdapat nilai-nilai pendidikan agama Hindu, yang meliputi: tattwa (landasan teologis), susila (landasan etis), dan upacara (landasan perilaku keagamaan). Ketiganya terkandung dalam upacara wetonan, baik dilihat dari aspek material (sesaji) maupun aspek non material (doa-doa) yang digunakan.
0 Response to "Nilai Nilai Pendidikan dalam Upacara Wetonan Pada Masyarakat Hindu Etnis Jawa"
Post a Comment