Cara Sembahyang Hindu Lengkap dengan Gambarnya

HINDUALUKTA -- Wiana (1992: 1-2) menyatakan kata “Sembahyang” berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata “sembah” artinya menghormat, takluk, menghamba, atau permohonan, dan “hyang” artinya dewa, dewi, suci. Jadi kata "sembahyang" artinya menghormat atau takluk serta memohon kepada Dewa atau kepada yang suci. Jadi sembahyang disini memiliki pengertian yang cukup luas, yaitu melakukan hubungan dengan dewa atau Tuhan Yang Mahaesa atau kepada sesuatu yang suci. Kata “Sembahyang” mengandung pengertian menyerahkan diri atau menaklukkan diri serta menghamba kepada yang disembah. Bagi Hindu sembahyang merupakan wujud nyata kegiatan beragama dengan tujuan untuk menghormat, menyerahkan diri serta menghamba kepada Tuhan dan yang suci, misalnya kepada leluhur yang telah suci dan para Maha Resi yang telah memiliki kesucian. Berikut Cara Sembahyang Hindu Lengkap dengan Gambarnya;

Pelaksanaan Persembahyangan

a) Persiapan awal, antara lain meliputi :

  1. Datang ke tempat persembahyangan, lanjut mengambil tempat untuk duduk dengan tenang, aman dan nyaman.
  2. Menghaturkan sarana persembahan, seperti Canang dan atau Soda/Pajati (jika telah dipersiapkan).
  3. Menyalakan dupa untuk sembahyang, dan kemudian mengasapi tangan lanjut ke wajah memohon kesucian lahir dan batin, serta menyucikan bunga, seperti gambar 1 di bawah ini.

b) Memulai Persembahyangan

(i). Asana, untuk pria/lelaki mengambil sikap duduk Padmāsana (Padma Asana) atau Silāsana (Sila Asana), atau Padāsana (Pada Asana) seperti gambar berikut ini. 


Untuk wanita/perempuan mengambil sikap duduk Bajrāsana/Bajra Asana 


(ii) Memulai persembahyangan sesuai sikap masing-masing, dimana tangan mengambil sikap Amustikarana, yaitu mempertemukan kedua ibu jari, dengan tangan kanan mengepal, kepalan tangan kanan ditutupi telapak tangan kiri sehingga membentuk sebuah segitiga, seperti gambar 6 di bawah ini 

(iii) Pranayama, menenangkan pikiran dengan mengatur pernafasan, seperti gambar 6 di bawah ini 

(iv) Karasadana, memohon kebersihan dan kesucian tangan kanan di atas tangan kiri dan sebaliknya beserta mantramnya, seperti gambar 9 di bawah ini.



(v) Kembali ke sikap tangan Amustikarana seperti gambar 10, selanjutnya memulai melantunkan bait-bait mantram Tri Sandhya

Puja Trisandhya

Om Om Om bhur bhuvah svah,
tat savitur varenyam,
bhargo devasya dhimahi
dhiyo yo nah pracodayat

Om narayana evedam sarvam,
yad bhutam yasca bhavyam,
niskalangko niranjano nirvikalpo,
nirakhyatah sudho deva eko,
narayano na dvityo’sti kascit

Om tvam sivah tvam mahadevah,
isvarah paramesvarah,
brahma visnusca rudrasca,
purusah parikirtitah

Om papo’ham papa karmaham,
papatma papa sambavah,
trahi mam pundarikaksah,
sabahyabhyantarah sucih

Om ksamasva mam mahadeva,
sarvaprani hitangkara,
mam moca sarva papebhyah,
palayasva sada sivah

Om ksantavyah kayiko dosah,
ksantavyo vacika mama,
ksantavyo manaso dosah,
tat pramadat ksamasva mam,

Om Santih, Santih, Santih Om 

Artinya:

Om Sanghyang Widhi Wasa, yang menguasai ketiga dunia ini, engkau maha suci, sumber segala cahaya dan kehidupan, berikanlah budi nurani kami penerangan sinar cahaya-Mu yang Maha Suci.

Om Sanghyang Widhi Wasa, sumber segala ciptaan, sumber semua makhluk dan kehidupan, engkau tak ternoda, suci murni, abadi dan tak ternyatakan. engkau maha suci dan tiadalah tuhan yang kedua.

Om Sanghyang Widhi Wasa, engkau disebut juga siwa, mahadewa, brahma, wisnu dan juga rudra, karena engkau adalah asal mula segala yang ada.

Om Sanghyang Widhi Wasa, hamba-mu penuh kenestapaan, nestapa dalam perbuatan, jiwa, kelahiran. karena itu oh hyang widhi, selamatkanlah hamba dari kenestapaan ini, dan sucikanlah lahir bathin hamba.

Om Sanghyang Widhi Wasa, yang maha utama, ampunilah hamba-mu, semua makhluk engkau jadikan sejahtera, dan engkau bebaskan hamba-mu dari segala kenestapaan atas tuntunan suci-mu oh penguasa kehidupan.

Om Sanghyang Widhi Wasa, ampunilah segala dosa dari perbuatan, ucapan, dan pikiran hamba, semoga segala kelalaian hamba itu engkau ampuni.

Om Sanghyang Widhi Wasa, semoga damai di hati, damai di dunia, dan damai selalu. 

(vi) Panca Sembah

(1) Muspa Puyung: Om Atma tattvatma suddha mam swaha (Ya Tuhan, Engkau adalah merupakan sumber Atman dari semua ciptaan-Mu, sucikanlah hamba-Mu). 
(2) Muspa dengan bunga kehadapan Siva Adhitya sebagai saksi pemujaan: 

“Om Adityasya param jyotih 
Rakta teja namo’stute 
Sveta pangkaja madhyasta 
Bhaskaraya namo’stute 
Om Hrang Hring Sah paramasiva adhitya ya namah svaha”

Artinya: 

(Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai sumber cahaya yang merah cemerlang, penuh kesucian yang bersemayam di tengah-tengah teratai berwarna putih, sembah sujud hamba kepada sumber segala cahaya, Ya Tuhan, Engkau adalah ayah semesta alam, ibu semesta alam, Engkau adalah Paramasiva devanya matahari,anugrahkanlah kesejahtraan lahir-bathin). 

(3) Muspa dengan kwangen/bunga kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan Ista dewata-Nya:

“Om namo devaya adhistanaya
Sarva vyapi vai sivaya
Padmasana eka prathistaya
Ardhanaresvarya namah svaha”

Artinya :

(Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai sumber sinar yang bersinggasana di tempat paling utama, hamba puja sebagai Siva penguasa semua mahluk, kepada devata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja). 
(4) Muspa dengan kwangen/bunga kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Dewa Samodaya untuk memohon waranugraha : 

“Om anugraha manoharam
Deva datta nugrahaka
Arcanam sarva pujanam
Namah sarva nugrahaka
Deva devi mahasiddhi yajnangga nirmalatmakam
Laksmi siddhisca dirgahayuh
Nirvighna sukha vrddhisca” 

Artinya: 

(Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian devata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah, kemahasiddian pada deva dan devi berwujud yadnya suci. Kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani). 

(5) Muspa Puyung, sebagai penutup persembahyangan:

“Om deva suksma paramacintya ya namah svaha
Om santih santih santih Om”

Artinya: 

(Ya Tuhan, hamba memuja Engkau devata yang tak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugrahkanlah kepada hamba kedamaian, damai, di hati, damai di dunia, dan semoga semuanya damai atas anugrahMu).
(vii) Nunas Tirtha
Tirta adalah air yang telah disucikan melalui puja mantra dari orang suci (pandita/pinandita) atau dengan mengambil (nunas) disuatu tempat suci dengan disertai ritual keagamaan. Aturan nunas tirtha adalah : dipercikkan ke seluruh tubuh (melalui kepala) tiga kali, diminum tiga kali dan diraup ke wajah sebanyak tiga kali, dengan maksud untuk mensucikan bayu, sabda, dan idep. 

Tirtha pada saat dipercikkan tiga (3) kali ke anggota badan melalui kepala (ubun-ubun) bermakna penyucian badan atau sthula sarira disebut dengan Tirtha Kundalini. Mantranya: 

"Om Bhuda Pawitra ya namah
 Om Buddha Maha Tirtha ya namah
 Om Sanggya Maha Toya ya namah". 



Tirtha pada saat diminum tiga (3) kali bermakna untuk penyucian kotoran dari perkataan atau suksma sarira disebut dengan Tirtha Kamandalu.

Mantranya:

"Om Brahma Pawaka
Om Wisnu Amertha
Om Iswara Jnana".

Tirtha pada saat diraupkan bermakna kesucian dalam kekuatan hidup disebut dengan Tirtha Pawitra Jati.

Mantranya:

“Om Ciwa Sampurna ya namah
Om sada Siwa ya namah
Om Parama Siwa ya namah”. 

 (viii) Nunas Bija/Wija

Bija atau Wija adalah lambang Kumara, yaitu putra Bhatara Siwa. Mabija/Mawija mengandung makna menumbuh- kembangkan benih ke-Siwa-an itu dalam diri orang. Benih itu akan bisa tumbuh dan berkembang apabila ladangnya bersih dan suci, maka itu mabija dilakukan setelah mathirta. Bija atau Wija, disebut pula Gandāksata, berasal dari kata ganda dan aksata, artinya biji padi-padian yang utuh serta berbau wangi. Mabija atau mawija dilakukan setelah usai mathirta, sebagai rangkaian terakhir aktivitas persembahyangan. Oleh karena itu hendaknya dipergunakan beras yang utuh/tidak patah, lalu dicuci bersih kemudian dicampur dengan wangi-wangian, seperti air cendana atau bunga harum. Penggunaannya : ditempatkan diantara kedua kening (Cudamani), dengan harapan menumbuhkan dan memberikan sinar suci kebijaksanaan; ditempatkan di tengah-tengah dada sebagai simbol penyucian dan mendapat kebahagiaan; dan ditelan sebagai simbol agar menemukan kesucian rohani dengan harapan memperoleh kesempurnaan hidup. Pada saat menempatkan bija/wija disertai dengan mantram : untuk di dahi: Om sriyam bhavantu (Oh Hyang Widhi, semoga kebahagiaan meliputi hamba). Bija untuk di dada : Om sukham bhavantu (Oh Hyang Widhi, semoga kesenangan selalu hamba peroleh). Bija yang ditelan: Om purnam bhavantu, Om ksama sampurna ya namah svaha (Oh Hyang Widhi, semoga kesempurnaan meliputi hamba, Oh Hyang Widhi semoga semuanya menjadi bertambah sempurna).

(ix) Penutup, yaitu mapamit, dengan mengucap Paramasantih: Om Santih,

Santih, Santih Om (Oh Ida Sanghyang Widhi Wasa, semoga damai di hati, damai di dunia dan damai selalu.

Keseluruhan mantra dalam tuntunan sembahyang di atas, akan bermakna dan mempunyai kekuatan spiritual (bertuah) apabila diyakini sebagai kebenaran, serta dilafalkan dengan rasa bhakti kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Mahakuasa sebagai kekuatan yang menakdirkan segala kejadian. Sehingga sebagai umat Hindu, yang bisa dilakukan adalah melaksanakan kewajiban ritual, baik melalui aktivitas persembahan maupun persembahyangan dengan sepenuh bhakti, tulus ikhlas dan tanpa pamrih. Hanya dengan begitu, diyakini segala harapan agar Beliau senantiasa menuntun sekaligus memberikan anugrah kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan lahir bathin, sakala niskala dapat terkabulkan. 

Sebagai tambahan, selain sikap Panca Sembah/muspa seperti di atas, adakalanya dalam melakukan (ngagurang) bhakti terdapat sembah (bentuk hormat) yang ditujukan kepada : 

1) Sembah kepada para Dewa Pitara/Bhatara/Leluhur, letak cakupan tangan di depan mulut, ujung jari berada di ujung hidung. 
2) Sembah (hormat) kepada sesama manusia, cakupan tangan di depan ulu hati dengan ujung jari mengarah ke atas.
3) Sembah (menghargai) kepada para Bhuta, cakupan tangan di ulu hati, tetapi ujung jari tangan menghadap ke bawah.


(Catatan: Semua gambar tentang sikap sembahyang di atas sepenuhnya diambil/dikutip dari Buku “Swastikarana”, Pedoman Ajaran Hindu Dharma, yang diterbitkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia, Cet I, Pebruari 2013, dengan ilustrasi : Agus).

Penjelasan:

Puja Tri Sandhya:

Merupakan rangkuman dari enam bait mantra yang dipetik dari kitab-kitab mantra, yaitu Kitab Catur Weda Samhita, Kitab Catur Weda Sirah dan Kitab Wedaparikrama. Bait pertama disebut Gayatri Mantra sesuai dengan nama iramanya yaitu Gayatri Chandra. Mantra ini berasal dari Kitab Reg Weda III.62.10, namun kata bhur bhuwah swah yang dsebut “Mahavyahrti” tidak ada pada mantra ini. Tambahan kata itu terdapat pada kitab Yajur Weda putih 36.3. Gayatri Mantra adalah mantra paling mulia di antara semua mantra. Ia bersifat universal yang dinyanyikan oleh semua umat Hindu. Mantra ini ditujukan kepada Tuhan yang imanen dan transenden yang bergelar “sawita” yang berarti “Dia yang melahirkan segala”. 

Pada intinya mantra Puja Tri Sandhya ini mengandung tiga hal penting yaitu : 1) pujian kepada Tuhan, 2) meditasi, dan 3) doa permohonan. Pertama-tama Tuhan dipuji dan dimuliakan. Kemudian Tuhan dijadikan objek meditasi dan akhirnya permohonan dipanjatkan kepada-Nya untuk membangun dan menguatkan intelek, kemampuan membedakan (wiweka) antara baik dan buruk dalam diri manusia (Wiana, 1992: 95)

Amustikarana:

Sikap tangan saat melaksanakan semabahyang Tri Sandhya adalah amustikarana yang ditempelkan di ulu hati. Musti artinya tangan dikepal, Amusti berarti mengambil sikap tangan Mudra. Amustikarana artinya sikap tangan Mudra sebagai penyebab. Penjelasannya, dengan mempertemukan kedua ibu jari (menghadapp ke atas), dengan tangan kanan mengepal, lalu kepalan tangan kanan ditutupi telapak tangan kiri, sehingga membentuk sebuah segitiga yang melambangkan Tri Murti. Sudut yang terbentuk dari telunjuk dan jempol kiri (sudut kiri) adalah lambang Dewa Brahma, penyebab kelahiran (utpeti). Sudut dari telunjuk dan jempol kanan (sudut kanan) melambangkan Dewa Wisnu, penyebab hidup (sthiti). Sedangkan sudut yang terbentuk dari kedua ibu jari yang menghadap ke atas adalah lambang Dewa Iswara, penyebab kematian/peleburan (pralina).

0 Response to "Cara Sembahyang Hindu Lengkap dengan Gambarnya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel