Pengertian, Etimologi dan Konsep Yadnya dalam Agama Hindu

HINDUALUKTA -- Yadnya berarti pemujaan, persembahan atau korban suci baik material maupun non material berdasarkan hati yang tulus ikhlas, dan suci murni demi untuk tujuan-tujuan yang mulia dan luhur. Jiwa dan Yadnya adalah terletak pada semangat berkorban untuk tujuan yang luhur. Yadnya pada hakikatnya bertujuan untuk membebaskan manusia dari ikatan dosa, ikatan karma untuk selanjutnya dapat menuju pada “Kalepasan” atau moksa. Yadnya adalah salah satu dari dasar-dasar atau landasan Dharma. Yadnya adalah wajib untuk dilakukan, karena alam ini diciptakan dan dipelihara dengan Yadnya itu sendiri. Yadnya ada beberapa macamnya, tapi yang paling umum adalah yang disebut Panca Maha Yadnya atau Panca Yadnya yang terdiri dari : 

Pengertian Yadnya Secara Umum

Yadnya merupakan materi-materi atau pokok-pokok bahasan untuk mata kuliah Acara Agama Hindu. Ajaran tentang Yadnya ini merupakan sentrum dan materi-materi atau pokok-pokok bahasan Acara Agama Hindu yang lainnya; seperti misalnya ajaran tentang hari-hari suci keagamaan, ajaran tentang orang suci, ajaran tentang tempat suci atau tempat pemujaan dan lain sebagainya. Umat Hindu di Indonesia pada umumnya menaruh perhatian yang sangat besar pada masalah Yadnya ini. Mereka telah melaksanakannya dengan penuh kesadaran mematuhi petunjuk dan pemuka agama yang mereka percayai dan tampak meriah, menampilkan wajah yang beraneka ragam. Yadnya dalam pelaksanaannya memberikan peluang besar bagi umat Hindu di manapun mereka berada untuk beraktivitas dan berkreasi sesuai dengan adat budaya yang mereka hayati, sehingga Yadnya yang merupakan salah satu aspek ajaran Agama Hindu menyatu dengan adat budaya setempat.

Pelaksanaan Yadnya yang tampak meriah hanya dalam penampilannya saja tentulah belum sempurna. Kesemarakan itu haruslah disertai dengan kedalaman akan makna yang terkandung dalam pelaksanaan Yadnya itu, sehingga kesemarakan itu tidaklah kosong atau hampa tanpa makna. Tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat kita dalam melaksanakan Yadnya itu berdasarkan ikut-ikutan saja yang di Bali disebut “gugon tuwon”. Artinya bahwa mereka melaksanakan Yadnya itu hanya karena ikut-ikutan saja meniru dari apa yang dilaksanakan sebelumnya atau oleh orang lain di sekelilingnya, tanpa memahami apa makna dari yang mereka lakukan itu. Sebenarnya pelaksanaan atas dasar “gugon tuwon” (bahasa Bali) adalah positif yaitu dengan dasar keyakinan yang diterima secara turun temurun yang bersifat tradisional itu menyebabkan tradisi itu sekaligus umat pendukungnya mampu bertahan hingga kini. Sejalan dengan perkembangan IPTEK, di mana manusia semakin lama semakin maju, semakin kritis dan berpikir rasional, pragmatis dan sebagainya, akibat kemajuan pembangunan di segala bidang maka mau tak mau pengertian ataupun makna yang terkandung di dalamnya patut dipahami dengan baik dan benar. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pertama-tama pengertian Yadnya itu sendiri harus dipahami dengan sebaik-baiknya. Guna memahami pengertian dari suatu istilah biasanya orang bertitik tolak dari dua segi yaitu : 

  1. Dan segi arti kata secara eksikal atau secara etimologi.
  2. Dan segi isi atau makna yang terkandung di dalamnya.

2.1 Etimologi Yadnya

Secara etimologi kata Yadnya adalah kata yang berasal dari Bahasa Sansekerta. Dalam Bahasa Sansekerta kata Yadnya adalah kata benda jenis laki (maskulinum yang berasal dan urat kata kerja V Yaj (kelas 1) yang berarti memuja atau mempersembahkan atau memberi pengorbanan. Dari urat kata kerja V Yaj itu timbullah beberapa kata, antara lain kata Yadnya, Yajus, Yajamana dan sebagainya. Kata Yadnya itu sendiri berarti : pemujaan, persembahan atau korban suci. Kata Yajus artinya adalah aturan-aturan tentang Yadnya. Dalam Catur Veda kita mengenal kata Yajur Veda yaitu kitab Veda yang melihat tentang himpunan mantra yang menguraikan mengenai pokok-pokok ajaran tentang berYadnya. Sedangkan kata Yajamana artinya adalah orang yang melaksanaan Yadnya. Sang Yajamana ini adalah merupakan salah satu unsur dari yang disebut Tri Manggalaning” Yadnya yaitu tiga unsur penting dalam pelaksanaan Yadnya yang terdiri dari: 

  1. Orang yang memimpin upacara Yadnya tersebut.
  2. Orang yang membuat sesajen.
  3. Orang yang melaksanakan Yadnya atau Sang Yajamana. 

Ketiga unsur tersebut bekerja sama dalam melaksanakan suatu Yadnya tertentu dan harus sejalan. Artinya bahwa orang yang bertugas membuat sesajen itu harus sesuai dengan yang diharapkan oleh orang yang berYadnya itu, demikian pula orang yang bertugas memimpin Yadnya itu sesuai dengan sesajen yang disiapkan itu. Tidak boleh ketiga unsur tersebut berdiri sendiri, berjalan sendiri-sendiri menurut kemauannya sendiri. Kembali pada arti kata Yadnya secara etimologi dengan singkat dan dapat dikatakan bahwa secara etimologi kata Yadnya berarti: pemujaan, persembahan atau korban suci. Selanjutnya uraian berikut mengenai pengertian Yadnya dari segi isi atau maknanya. 

2.2 Konsep Yadnya 

Konsepsi ajaran Yadnya dengan jelas bersumber pada kitab suci Veda. Kitab Rg Veda sebagai Veda yang tertua sekaligus juga Veda terpenting dalam salah satu mantranya ada menyebutkan hal sebagai berikut:

yat punisena lavisa,

deva Yadnyam atasvata,

vasanlo asyasid ajyam,

grisirna idhsnah saraddhhavih (Rg Veda; X 90.6)

Artinya :

Ketika para Dewa mengadakan upacara korban, dengan purusa sebagai persembahan maka minyaknya adalah musim semi, kayu bakarya adalah musim panas, dan sesajen persembahannya adalah musim gugur. 

Selanjutnya A.C. Bose, dalam bukunya yang berjudul “The Call of The Veda ‘s” halaman 61 menyebutkan pengertian Yadnya sebagai berikut :

Yadnya is the ritual of offering lebation or oblation on the sacrificiallre, lighted on an altar. Another ritual was the offering of Sotna juice. Whatever the names of the Deits worshipped, the same. 7he vedic ritual was pie IurL’que, accoin panted 1w charting, singing (‘Saina hymns were musically redered) and also acting. There was the simple domestic saccri/ice (Agnihotra, there were also great seasonal sacrifices held in open spaces and attended by vast number of people. Political colouring was given to the ritual by the institutions o/ Ashvamedha (which used to he preceded by a challenge to the neighbouring States to a toumament at arms,) and 1?a/acuya (which was utllRed by emperors’ to obtain homage /rm their vassals,). Being a great public institution the Ya/na developed complicated rituals that added to the attractiveness of the ceremonial side 0/prayer. In cour.vc’ of tune, iherefire, it needed a class of experts /i-omn among Brahmana.s’, Ike knowers of the Vedas, to cariy on the ritual with the apprropriate ceremony. This formal part of the worship began to be known us Kar’nakandu, the action part of the religion. When in later times the Vedic language heeamne obsolete and the meaning could not be understood by the worshipper, the formal character of the Yadnya became very much pronounced. And curiously enough the whole of the Vedic texts ‘Samhitas) came to he regarded as purl of the Karmakanda, having no relation to the spiritual or metaphysical questions’! In the circumstances the mastery of the four Vedas and the acccsory literature was considered to he a sen of pratical and material (Aparq) knwledge, as distinguished from the metaphysical approach to i/ic UltimateReality (Para,) through thought and experience (Mundaka Upanisad, 1.5) 

Artinya :

Yadnya adalah upacara Veda yang mempersembahkan sesajen pada api upacara yang dinyalakan di atas altar. Upacara lainnya ialah persembahan (jus) Soma. Dewa manapun yang dipuja, upacaranya sama. Upacara Weda sangat indah diiringi dengan nyanyian (mantra sama dilagukan) dan juga disertai gerakan-gerakan. Ada upacara sederhana dalam rumah tangga (Agnihotra) disamping itu ada pula upacara agung yang dilakukan dalam ruangan terbuka dan dihadiri oleh orang banyak. Upacara tersebut juga mempunyai makna politis dengan diselenggarakannya upacara Aswamedha (yang biasanya didahului oleh pertandingan senjata dengan negara tetangga) dan Rajasuya (yang di gunakan untuk memperoleh kehormatan dan lawan-lawan yang ditaklukan). Upacara Yadnya yang besar menjadi sangat rumit, namun dapat menambah semaraknya upacara pemujaan. Lambat laun, upacara ini membutuhkan ahli-ahli dan kalangan Brahmana, golongan yang menguasai Weda untuk melaksanakan upacara sebagaimana mestinya. Acara yang resmi ini dikenal dengan nama Karmakanda, merupakan “bagian kegiatan” agama. Kemudian ketika bahasa Weda menjadi bahasa mati dan artinya tidak dimengerti lagi oleh para pemuja, sifat keresmian Yadnya menjadi sangat menonjol. Anehnya seluruh teks Weda (Samhita) dianggap sebagai bagian dari Karmakanda, tidak ada hubungannya dengan masalah spiritual atau metafisis! Dalam keadaan seperti itu penguasaan keempat Weda dan kitab-kitab lain dianggap sebagai pengetahuan praktis (Apara), berbeda dengan pendekatan metafisis kepada kenyataan utama (para) melalui pikiran dan pengalaman (Mundaka Upanisad, 1.5). 

Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak bahwa yang merupakan intisari dari upacara Yadnya itu adalah apa yang disebut “Agnihotra” persembahan pada api upacara. Sejalan dengan uraian tersebut dalam sumber lain, yaitu pada kitab Wrhaspati Tattwa menjelaskan tentang pengertian Yadnya itu sebagai berikut: 

‘Si/am Yadnyas tapo danam prawra/ya bhiksa hve va ca, yoga ‘s ca pi samasena
dharmasyaiko vinimayah, Si/a ngaraning man graksacara rahayu,
Yadnya ngaraning man ghanaken homa,
Tapa ngaraning umalindariyanya, tan winch ringwisayanya. Dana ngraning
weweh,
Prawrajya ngaraning wiku arasaka,
Bhiksu ngaraning diksila,
Yoga ngaraning magawe samadhi,
nahan pratyekaning dharma ngarany

Artinya:

Sila Yadnya dan tapa dana prawrajya. Demikian juga bhiksu, dan yoga adalah merupakan bentuk pengamalan dari dharma. Sila artinya bertingkah laku yang rahayu. Yadnya artinya mengadakan upacara “homa”. Tapa artinya pengendalian hawa nafsu dengan indariya. Dana artinya bersedekah. Prawrajya artinya melaksanakan hidup kesucian sebagai seorang bhiksu. Bhiksu artinya penyucian diri lahir batin. Yoga artinya melaksanakan samadhi. Perincian dan pelaksanaan dharma, disebutkan bahwa Yadnya itu berarti mengadakan upacara “homa” yaitu persembahan pada api. 

Selanjutnya kitab Agastia Parwa juga menjelaskan tentang makna Yadnya itu sebagai berikut: 

Kalinanya liga ikan karyamuhara swarga: lapa, ya/na, kirli panawruh kuya indariya-nigraha, kapisa kila nm sarira mwah kahrla nm dasendariya, ya lapa darana. Yadnya daranya ‘agnihoiradi” kapujan san hyan siwagnipinakadinya wineh maleniahan kucala, wihara palyanan, palani, pancuran, talaga, Uvewarnadi, yalika, kirti naranya, ikan ligan siki, yeka mapha/a vwarga. Tewih lekan lapa saken Yadnya, /ewih lekan vajna saken k/rh ikan ligan siki pivvrIhikadharman naran ika, kunan ikan yoga yeka niwrlhi-kadharman naranya.

Artinya :

Ada tiga macam perbuatan yang menyebabkan sorga, yaitu : Tapa, Yadnya. Kirtti. Pengetahuan seperti indariya-nigraha (pengendalian indariya), pengekangan badan dan pengendalian sepuluh indariya, yang demikian itu “tapa” namanya. Yadnya artinya “agnihotradi” dan sebagainya yaitu pemujaan kepada Sang Hyang Siwagni (api siwa) dan sebagainya. Membangun rumah obat, wihara (tempat pemujaan), parhyangan (kahyangan), tempat peristirahatan (petani), pancuran, telaga, dan sebagainya, yang demikian itulah Kirtti namanya. Yang tiga macam itulah yang menyebabkan berpahala sorga. Tapa lebih utama dan Yadnya, Yadnya lebih utama dan kirtti. Ketiga macam itu kebajikan dalam bentuk perbuatan (prawrttikadharman) namanya. Adapun yoga itu adalah niwrtti kadhannan namanya. Menurut sumber tersebut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “Yadnya” adalah Agnihotra dan sebagainya. Mengenai yang dimaksud dengan Homa dalam Wrhaspati Tattwa pada prinsipnya sama dengan Agnihotra dalam Agastya Parwa yaitu pemujaan alam persembahan sejati pada api upacara, namun dalam Agasteya Parwa ini menyebutkan bahwa Yadnya itu tidak saja Agnihotra tapi juga ada bentuk yang lain dengan istilah Agnihotradi. Kata “adi”, di belakang Agnihotra berarti dan sebagainya atau dan lain-lain. 

Kemudian untuk lebih jelasnya kitab Kekawin Ramaya Sargah I, bait 24-27 dengan jelas memberi gambaran tentang pelaksanaan Yadnya itu sebagai berikut: 

Sajinin Yadnya ta hutnadan,
cri-wreksa-san iddha puspa gandha phala
Dadhi ghreta kresna-tila madhu,
mwam kumhha kucagra wretti wetih.

Artinya:

Sajen selamatanlah sedia, kayu-cendana-kering, bunga-bungaan, bau-bauan, buahbuahan, air susu asam, mentega sencer, bijian hitam, madu-gua, dan tempayan, ujung rumput alang-alang, gambar-gambar (dan) benih. 

Lumekas la sira mahoma,
pretadi picaca raksana ninat ran
Bhuia kabeh inilagaken
asin mainighna Yadnya.

Artinya:

Mulailah beliau mendoa, ruh (orang mati yang) jahat dan lain-lain setan, raksasa dimantrai, hantu semua dipergikan, masing-masing yang sekiranya (dapat) menggoda akan selamatan. 

Sakalikarana ginawe,
awahana len pratistha sanniohya.
Paramecwara hinannen-anen,
umunkun rin kunda bahnimaya.

Artinya:

Pekerjaan (untuk) menghadirkan, dikerjakan, pemanggilan dan arca untuk tempat. Sang Ciwa diangan-angan (sedang yang melakukan selamatan) mukanya dipelukkan (di atas) anglo pedupaan yang berapi.

Sampun bhaiara inenahh,
tinipisakken tan ininak sasomyamaya
Lawan kresnaiila madhu,
cri-wreksa-sainiddha rowannya.

Artinya: 

Setelah sang dewa ditempatkan, diteteskan(lah) minyak dengan (zat-zat yang memuat) obat-obatan, serta bijian hitam, madu-gula (dan) kayu cendana temannya.

Berdasarkan uraian kekawin di atas maka tergambarlah pengertian Yadnya itu yang pada dasamya terpusat pada persembahan sesajen pada api upacara. Sesungguhnya masih ada lagi sumber-sumber lain yang memberi gambaran tentang pengertian Yadnya itu. Namun berdasarkan uraian sumber-sumber tersebut di atas kiranya sudah cukup jelas memberikan pengertian Yadnya itu dan segi isi atau maknanya. Adapun yang dimaksud dengan Yadnya itu pada mulanya adalah pemuiaan atau persembahan kepada Tuhan seperti misalnya Agnihotra yaitu persembahan pada api upacara. Dalam upacara yang disebut Agnihotra itu terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 
  1. Adanya api
  2. Ada kayu
  3. Ada sesajen 
Selanjutnya pengertian Yadnya atau konsepsi Yadnya diperluas dengan pelaksanaan Yadnya yang tidak saja terbatas pada upacara dalam pengertian secara harfiah. Artinya bahwa api, kayu api dan sesajen tidak saja dalam arti harfiah secara lahiriah, tapi juga dalam arti simbolis filosofis. Penjelasannya dinyatakan dalam kitab BhagawadGita 16 yang menyebutkan ada Tapa Yadnya yaitu Yadnya dengan mempersembahkan segala kesenangan duniawi ke dalam api pengendalian diri. Ada pula Jnana Yadnya, Yoga Yadnya dan sebagainya. 

Mengenai hal tersebut sloka Bhagawad Gita menjelaskan sebagai berikut:

daivam eva pare Yadnyam
yoginah paryupasale
brahmagnav apare Yadnyam
yajnenai vo pajuhvati. (Bh. Gt. IV. 25)

Artinya :

Beberapa para Yogi beryadnya hanya kepada para Dewa. Tetapi yang lainnya beryadnya dengan yadnyanya sendiri di dalam api dan Brahman.

‘srokidini’ ndaritany anye,
samyamagnisujuhvali,
sabdadin visayan anya,
indariyangisujuhvati. (Bh.Gt. IV 26)

Artinya:

Beberapa orang lainnya mengorbankan pendengaran dan lainnya mengorbankan indariya di dalam api pengekangan. Yang lainnya mengorbankan suara dan obyekobyek lainnya dari indariya di dalam api dari indariya.

sarvani ndariyakarmani’,
pranakarmani ca pare,
almasamyamayogagnau,
juhvatijnanadipite, (Bh.Gi.1V2 7).

Artinya:

Yang lainnya lagi mengorbankan aktivitas dan indariyanya dan segala pekerjaan dan kekuatan hidupnya di dalam apinya yoga, apinya pengekangan diri seridiri yang dinyalakan oleh pengetahuan. Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa pengertian Yadnya tidak saja terbatas pada upacara semata berupa persembahan sesajen saja namun jauh lebih luas dan itu yaitu segala bentuk pemujaan, persembahan atau korban suci. Jiwa dan Yadnya itu adalah terletak pada semangat untuk berkorban demiuntuk maksud dan tujuan yang mulia dan luhur. 

Dapat disimpulkan bahwa pengertian Yadnya dan segi isi atau maknanya adalah suatu pemujaan, persembahan atau korban suci baik material maupun spiritual yang timbul dan jiwa semangat berkorban demi untuk tujuan mulia dan luhur. 

Referensi:
Sukrawati, Ni Made. 2019. Acara Agama Hindu. Denpasar: UNHI Press.
Dikutib Dari Buku: Acara Agama Hindu Karya Dr. Ni Made Sukrawati, S.Ag., M.Si halaman 13 - 20

0 Response to "Pengertian, Etimologi dan Konsep Yadnya dalam Agama Hindu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel