Wiracarita Dalam Hindu
BAB I
I
Seorang pemimpin
yang memiliki berbudi luhur dan berjiwa sosial tinggi yang tidak hanya
memikirkan dirinya sendiri, melainkan memikirkan kehidupan rakyat dalam
kepemimpinanya akan selalu dikehendaki oleh yang maha kuasa untuk memimpin
suatu kepemimpinanya dengan anugerah yang baik sesuai tindakanya.
Seseorang yang
memiliki kekurangan hendaknya jangan terburu-buru menyerah akan keadaanya,
sebab dengan tekad dan doa, maka hal permasalahan tersebut akan terpecahkan.
Dan akan lebih baik jika kita melihat orang lain untuk merenungi diri dan
mengukur sejauhmana dirikita untuk memecahkan suatu permasalahan tersebut.
Dan apapun yang
kita dapat dari sebuah anugerah, kita harus mensyukurinya. Sebab anugerah orang
berbeda sesuai tingkatan karma masing-masing. Dalam kisah ini, pelajaran yang
sangat menarik dimana kita bila melihat orang janganlah sepintas apa yang ada
di fikiran kita dan apa yang terlihat sepintas, kita harus mendalalmi,
mencermati apapun itu kekurangan seserong. Karena di balik kekurangan seseorang
terdapat kekuatan, kelebihan yang sangat luar biasa.
Jika kita
mendapatkan sesuatu keingan yang
terkabul, janganlah hal tersebut membuat kita lupa diri dengan apa yang telah
kita dapatkan. Tetap menjadi diri yang selalu ingat dengan apa yang sebelumnya.
Ketika kita
telah mendapatkan sesuatu dari apa yang kita inginkan, tetap selalu bersukur
dengan anugerah yang telah diberikan oleh yang maha kuasa kepada kita.
Meskipun manusia
dengan penuh kelibihan, kedudukan dan kehormatan, hendaknya jangan
menyombongkan diri. Sebab segala sesuatu sejatinyamilik sang maha pencipta,
tetap menjadi diri sendiri dan selalu ingat kepada yang maha kuasa.
Kestian seorang
pasangan suami istri tidaklah diukur dengan kemewahan, akan tetapi kesetian
dengan kesederhanaan apa adanya. Itulah arti dari kesetian suatu pasangan suami
istri.
II
“Wahai,
Dewa Asmara! Dengarlah raptapan ku. Kasihanilah daku. Lepaskan panah asmaramu
mengenai jantung satria itu. Bakarlah naluri asmaranya walau sebentar saja,
agar daku terbebas dari siksaan ini.”
Analisis.
Janaganlah terpegaruh dengan ketampanan
maupun kecantikan orang lain jika kita sudah memiliki sebuah keluarga, meskipun
hal itu nikmat, namun itu hanya bersifat sementara dan tidak akan memberi
dampak baik pada kehidupan seseorang yang sudah berkeluarga.
“Jamadagni yang kini telah mencapai
tingkatan tingkatan seorang resi, segera mengetahui malapetaka yang menimpa
istrinya. Hatinya pedih tak terkirakan. Namun ia masih sadar, tidak boleh
menuruti kata hatinya.”
Dalam sebuah keluarga, apabila salah
seorang istri maupun suami mempunyai masalah yang cukup fatal. Haruslah
diselesaikan dengan fikiran dan persaan yang tenang. Agar semua masalah dapat
teratasi dan cepat diselesaikan.
Jamanagni memanggil mereka. Setelah
dikabarkannya peristiwa yang menimpa bundanya, ia berkata memberi putusan.
“Nah, kasihanilah bundamu! Hatinya tersiksa. Tiada seorang pujangga pun yang
mampu mengungkapkan perasaanya. Agar bundamu terlepas dari siksaan ini,
bunuhlah dia.”
Meskipun mereka seorang keluarga, jika mempunyai
kesalahan yang besar kita harus menghukumnya dengan sesuai apa yang mereka
lakukan. Untuk membebaskan rasa bersalahnya.
“Didunia tiada sesuatu yang abadi.
Semunya akan kembali. Mula-mula timbul, kemudian berkembang, dan menghilang.
Demikian pula rasa bahagia yang terbina dengan baik dalam keluarga jamadagni,
sebab sekonyong-konyong terjadilah suatu malapetaka yang mengerikan.”
Dalam dunia ini
tidak ada yang abadi, sebab keabadian itu ialah sangmaha pencipta yang
mempunyai sealanya, meskipun itu hubungan suatu keluarga yang bahagia. Pasti
akan menemui suatu permasalahan dan kebahagian itu akan lenyap bila kita tidak
bisa mensyukuri apapun yang ada pada diri kita.
III
“Tatkala
pertapaan tiba-tiba terkepung rapat oleh lascar Hehaya. Resi jamadagni tidak
hendak melawan. Padahal, sepak terjang laskar Hehaya bukan suatu asing baginya.
Pada jaman mudanya, dapatlah ia menggagalkan maksud demikian dengan mudahnya.
Taetapi sekarang, perbuatan demikian sudah tabu baginya. Sebagai seorang resi,
ia tak mau melawan kekerasan dengan kekerasan.”
Manusia debekali dengan kesaktian yang
lebih, jika kita mengahdapi suatu kekerasan janganlah dibalas dengan kekerasan.
Ada baiknya, kekerasan harus kita lawan dengan suatu kelembutan dengan cara
kita hadapi dengan ketenangan. Apapun hasilnya ketengan akan membawa kita dalam
kedamaian.
Seumpama api yang menjalar membakar
hutan, lambat laun pudar juga nyalanya. Hal ini terjadi tatkala pada suatu hari
dia berada diatas sebidang tanah Samanta Pancaka, dekat lading Kuruksetra.
Tiba-tiba timbullah pikiranya. “Sudah kulaksanakan darmaku memusnahkan golongan
satria dengan sebaik-baiknya. Kulakukan hal ini demi menjaga kesejahteraan
hidup berkeluarga. Tetapi, apa sebab Hidup masih juga melahirkan golongan
satria di banyak penjuru dunia? Jika demikian halnya, pastilah golongan satria
disahkan pula oleh Sang Hidup itu sendiri. Apakah benar demikian?”
Sekuat-kuatnya manusia pasti ada
saatnya manusia itu akan menemui titik dimana kelemahan dan kekuatanakan
luntur, seiring dengan berjalanya waktu. Keabadian dan kekuatan yang badi ialah
hanya yang maha kuasa yang memilikinya. Baik buruk, dikehidupan ini pasti ada,
sebab keseimbangan antara baik buruk ialah hiasan yang terus ada di Dunia untuk
menunjukan mana manusia yang mempunyai tingkah laku baik dan buruk. Dimana yang
baik akan selalu mendapatkan kedamaian jika di lakukan dengan tulus dan apa
bila kejahatan maka akan selalu diselimuti dengan rasa ketidak puasan dengan
apa yang sudah dilakukan.
“Sika murung, sedih, benci, cinta,
menolong, mencelakakan, mencari untung rugi, mengejar kemasyhuran, adalah
sesuatu perbutan yang kurang waspada. Sikap demikian terlalu menjauhi saripati
kebenaran sejati. Itulah faham kami. Karena perbuatan demikian masih ditumpangi
nafsu keinginan hendak berbuat kebajikan menurut anggapan sendiri.”
Dalam kehidupan bila diselimuti dengan
rasa ego yang besar, maka hal itu akan membelenggu diri kita sendiri.
Sebab,bila kita menuruti apa kata yang masih diselimuti dengan rasa ego maka
akan meninggalkan kebenaran intin kehidupan yang berdasarkan Dharma, yakni kebenaran
yang tertinggi. Sikap tulus ikhlaslah yang harus diutamakan dalam mengahadapi
suatu gejolak hidup supaya kehidupan tidak akan di selimuti rasa penyesalan
yang tinggi.
IV
“Benar-benar tak kumengerti apa
kehendak hidup ini. Selama hidupnya Raja Harjuna Sasrabahu berbakti kepada
Dewa, beramal kebajukakebajikan demi kesejahteraan dunia. Diapun mengampuni
Rahwana pada saat denadam harus dendam harus terbayar lunas. Mengapa permaisuri
yang dicintainya harus mati bunuh diri?”
Meskipun manusia dengan sejuta kekuatan
dan sembah bakti yang rajin dilakukan manusia kepada kepada sang maha pencipta,
hal itu akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenagan hidup. Akan tetapi kehidupan
di dunia ini tidaklah aka nada yang abadi, semua kehidupan pasti akan menemui permasalahan-permasalah
yang akan datang. Disitulah manusia akan diuji kesabaranya atas pengabdian
hidupnya kepada sang pencipta.
“Andaikan Aku harus kehilangan dirimu,
aku pun akan membiarkan diriku terjun menumbuk batu-baatu di tanah.”
Inilah nilai kesetian seorang istri
kepada suami, yang tidak akan rela mengorbaankan dirinya, bila pasanganya pergi
dan akan membiarkan pasanganya untuk pergi sendirian, akan ditemaninya
kemanapundan kapanpun dalam keadaan apapun. Seorang sepasang suami istri harus
tetap sehidup semati, dalam keadaan apapun.
“Memupuk
iman dan tawakkal. Itulah tanda-tanda cahaya kebahagian.”
Dalam
hidup sangatlah penting untuk mengurangi ‘ego’ pada diri. Sebab, ego itulah yang menyebabkan diri kita terjerumus
kedalam suatu fikiran yang kurang baik. Tidak akan bersyukur dengan apa yang
telah dilakukan selama hidup, meski hal tersebut mendapatkan kebahagiaan. Dan
dalam hidup sangat penting memaknai arti dari hidup itu sendiri yakni, “Memupuk
iman dan tawakkal” harus tetap sabar, tenang dan penuh kepasrahan kepada sang
maha pencipta.
V
“Dia boleh menyombongkan diri debagai
orang sakti. Tetapi dapatkah dia memindahkan sebuah taman kahyangan ke atas
bumi? Ditengah perjalanan menuju kahyangan, bertemulah adiknya, Sukrasana.
Sukrasna ternyata lebih lebih sakti dari padanya, walaupun wajahnya buruk
seperti hantu. Ia sanggup memindahkan taman itu dengan sempurna, asal sja
diperkenankan tinggal bersamanya. Sumantri pun setuju dan Sukrasana memindahkan
taman Sriwedari ke Maespati dengan mantram saktinya.”
Sesakti apapun seseorsng pasti aka nada
titik kelemahan, dan bila kesaktian tersebut akan diselimuti dengan rasa
sombong diri akan kekuatan tersebut maka hal itu akan menjadi mala petaka bagi
diri seseorang. Sebab, kekuatan tersebut tidaklah sama, melainkan suatu
kekuatan sakti masih ada kekuatan yang lebih sakti dari kekuatan seseorang satu
sama lain. Dan jangan pernah meremehkan sesorang dengan fisik yang kurang,
sebab beleum pasti dalamnya kurang juga. Akan lebih baik kita harus menganggap
semua orang itu sama, meskipun dalam tingkatan kehidupan yang berbeda.
“Melihat para prajurit Maespati yang
lari, membuat Suwanda segera melapskan anak panahnya, menyebarkan surat
maklumat agar mereka kembali bertempur sampai mati. Bunyinya ‘Hai, rakyat
Maespati! Mengapa kalian melarikan diri. Takutkah kalian melawan raja biadab
itu? Raja kita belum lagi bertempur, apalgi kalah. Alangkah memalukan, bila hal
ini tercaatat dalam sejarah. Apa guna kalian dilahirkan, jika akhirnya hanya
menjadi boneka ejekan belaka? Apakah kalian mengira, rakyat kan tenteram dan
damai, bila negerimu dijajah Rahwana.?”
Dalam hidup kita harus semangat
berjuang, sampai akhir. Meskipun itu akan menyebabkan kesediahan yang luar
biasa maupun sampai kematian. Hidup, haruslah dimaknai dengan perjuanagan untuk
melawan penindasan. Sebab, apa guna kita lahir jika hanya menjadi seorang yang
selalu terbelenggu dengan baying-bayang oarang. Maka hidup harus tetap
berjuang, berjuang untuk mendapatkan hakkita berdasarkan Dharma.
VI
“Sudah kukatakan tadi, tiada saatu
senjata pun di dunia ini yang dapat menembus dadaku, kecuali senjata Dewa Wisnu
yang dilepaskan oleh Dewa Wisnu sendiri. Karena itu tiada aku sangsi lagi,
sesungguhnya Tuanlah Dewa Wisnu.”
Dalam hidup kita harus mempunyai
kesadaran dengan apa yang telah kita lakukan, selam hidup dan kesadaran dengan
siapa diri kita sendiri sebenarnya. Maka dalam hidup sangatlah penting untuk
mengetahui siapa sebenarnya kita. Kita adalah manusia yang di ciptakan oleh
yang maha kuasa, jadi sangat penting untuk mengetahui apa arti diri sendiri dan
jangan pernah menjadi orang lain.
BAB II
I.
“Manusia tidak berhak mengadili manusia
lainya. Hanya Hyang Widdhi dengan perantaraan Dewa-dewa tertentu yang
diperkenankan mengadili, membebaskan dan menghukum seseorang.”
Dalam tatanan kehidupan didunia tidak
boleh seseorang manusia mengadili manusia, kata lain membunuhnya. Sebab,
manusia diciptakan sama dan sama yang menciptakan yakni Hyang Widhhi. Maka dari
itu, kita sebagai manusia yang berbudi harus saling menghormati dan saling
mengkasihi. Pasalnya, manusia tidak bisa membebaskan dosa-dosa manusia lain,
hanya Hyang Widdhi lah yang sanggup.
II.
“Setiap tahun Rahwana memenggal
kepalanya sendiri dan diletakan diatas batu, kemudian memekikkan doa
senyaring-nyaringnya. Ia rela matioleh tangannya sendiri daripada
hidupberkepanjangan tiada arti. Pada tahun keduabelas, ketika ia hendak
memotong kepalanya yang terakhir, di saat itu Dewa Kalaludra turun ke bumi
karena kagumnya menyaksikantekad yang penuh pengorbanan itu.
“Jika kita menginginkan sesuatu hal
aapapun itu, kita harus rela berkorban untuk mendapatkan hal tersebut. Meskipun
nyawa taruhanya, kita harus mempunyai tekad daya juang yang tinggi dan
ketulusan hati untuk melakukan suatu pengorbanan tersebut.
“Taklukanlah sekalian negeri di seluruh
dunia ini, dan kami akan membantu! Tetapi jangan sekali-kali menyerang
kahyangan para Dewa. Kita akan terkutuk.”
Meskipun kita mempunyai kekuatan,
kesaktian yang bisa melawan segalanya, (kecuali Hyang Widhi. Sang maha
pencipta). Janganlah dipergunakan untuk kesombongan, kesombongan tersebut akan
membawa diri kita kepada kegelapan yang tidak akan puas dengan apa yang kita
punya dan kesaktian masih ada lagi yang lebih sakti diatas kesaktian yang
dimiliki seseorang. Jadi jangan diperguanakan untuk kesombongan suatu anugerah
tersebut.
III.
“Dewa Syiwa menyuruh Dewa
Narada untuk membawa Cupu Astagina berisi air mujarap Mayamahadi. Air ini onbat
satu-satunya penyembuh penyakit Kasulya. Tetapi Narada tidak langsung mendarat
di Ayodya. Dia singgah di Puncakmolah, bertemu dengan Resi Rawtmaja, sahabat
Garuda Sempati. Dewa Narada berkata kepadanya, bahwa dia di tugaskan membawa
air Mayamahadi. ‘Kau bisa dapat menyembuhkan, dan Puteri Kauslya akan jadi
isteri mu! Dewa Narada berkata manis. Diluar dugaan Resi Rawtmaja menolak
anugerah itu. Sahutnya: hamba seorang brahmacarya, inilaah pilihan dharma hamba
sebagai persembahan diri kelestarian hidup. Hamba ingin manunggal dengan sang
Hidup. Karena itu hamba enggan menerima kenikmatan dunia.”
Dalam hidup harus mempunyaai komitmen
dan setia apa yang telah kita katakana. Kita krus tetap teguh memegang
kata-kata kita, supaya tetap menjadi pribadi yang bersahaja dan berwibawa.
Meskipun komitmen tersebut kadang menggiurkan untuk melanggar perkataan kita,
namun kita harus melawanya fdan tetapa punya pendirian. Pendirian inilah yang
akan membangun kita lebih baik dan lebih baik.
IV
“Dimana buruanku? Siapa buruan tuan?.
Kauslya, Dewi Kauslya! Apakah dia bersembunyi di sini?. Ya! ‘Bagus!’ sahut
Rahwana puas. Segenggam permata digericikan di depan mata Yogiswara. Maukah
engkau menerima hadiahku. ‘Tiada seorang Brahmana pun yang akan menerima hadiah
demikian. Karunia itu bukan menjadi tujuan hidupnya. ‘lalu? Apa yang kau
harapkan dari pengasinganmu?. Ada. Tapi tidak Nampak. Bukan benda yang dapat
dirasakan indera dan diraba angan-angan.”
Sebagai manusia sudah wajibnya
menolong, menolong sesama manusia. Akan tetapi jangan pernah mengharapkan
imbalan dari menolong seseorang, sebab kebaikan yang tulus akan mendapatkan
hasil karma yang baik pula. Meski tidak namapak, tidak bisa disentuh tangan
namun hal tersebut akan membawa kita dalam kedamaian batin dan ketengan jiwa.
V.
Dandaka yang selama
ini tenang dan lestari, kini menjadi rawan sejak sarpakanaka dan tentaranya merasuk
daerah perta itu badal-badal yang datang dan pergi dari pertapaan di hadang nyakerap
kali mereka di bunuh dan di mangsa prajurit-prajuritnya
0 Response to "Wiracarita Dalam Hindu"
Post a Comment